Senin, 08 Juli 2019

MENCEGAH KEMUNGKARAN DILAKUKAN DENGAN SYARAT


MENCEGAH KEMUNGKARAN DILAKUKAN DENGAN SYARAT

Oleh : Azwir B. Chaniago

Mencegah kemungkaran disyariatkan dalam Islam. Oleh karena itu orang orang beriman harus berusaha mencegah kemungkaran yang dilihatnya sesuai dengan kemampuan, posisi dan keadaannya. 

Diantara dalilnya adalah :

Pertama : Al Qur an surat Ali Imran 104

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf dan MENCEGAH DARI YANG MUNGKAR. Dan mereka itulah orang orang yang beruntung.

Makna makruf adalah segala sesuatu perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, sedangkn mungkar adalah segala perbuatan yang menjauhkan diri dari Allah Ta’ala.

Kedua : Al Qur an surat al Maidah 2

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

Ketiga : Hadits dari Abu Sa’id al Khudri

عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ 

Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam  bersabda: Siapa yang melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman. (H.R Imam Muslim)

Sungguh mencegah kemungkaran adalah pekerjaan mulia dan sangat dianjurkan namun demikian tidaklah seorang hamba sembarangan mencegah kemungkaran kecuali memahami syarat syaratnya. Tentang hal ini dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin. Beliau berkata :

Pertama : Engkau telah mengetahui bahwa kemungkaran yang akan dicegah ini berdasarkan dalil syar’i. Bukan berdasarkan perasaan, kebiasaan, cemburu dan bukan pula hanya berdasarkan sekilas penglihatanmu bahwa hal itu termasuk mungkar, lalu dikatakan mungkar. Sebab (bisa jadi) terkadang ada seseorang yang mengingkari sesuatu yang dianggapnya sebagai kemungkaran padahal sebenarnya makruf.

Kedua : Engkau telah mengetahui bahwa yang akan diajak bicara ini benar benar telah terjerumus pada kemungkaran. Jika sebaliknya engkau belum mengetahuinya maka tidak boleh engkau mengingkarinya.
Sebab jika engkau tetap melakukannya tanpa mempertimbangkan hal ini berarti engkau terhitung bersikap tergesa gesa. Dan sebaliknya manusia pun bisa jadi melukai harga dirimu. Maka dari itu engkau harus mengetahui bahwa yang dilakukannya adalah benar benar suatu kemungkaran.

Diantara contohnya, apabila engkau melihat seseorang makan dan minum disiang hari bulan Ramadhan, katakanlah dia ada di Masjidil Haram, maka engkau tidak boleh langsung saja mengingkarinya sehingga engkau bertanya kepadanya, apakah dia sedang safar atau tidak. Sebab bisa jadi dia sedang dalam safar sedangkan musafir dibolehkan makan minum di bulan Ramadhan. Jadi intinya adalah bahwa engkau harus tahu jika yang akan diingkari benar benar berada dalam kemungkaran.

Ketiga : Kemungkaran yang diingkari tidak akan berubah menjadi kemungkaran yang lebih besar dari yang diingkari. Apabila seperti itu jadinya maka pengingkaran hal itu menjadi haram hukumnya karena mengubah kemungkaran yang ringan menjadi kemungkaran yang lebih besar.

Syaikh Utsaimin juga menjelaskan tentang perkara ini, beliau berkata : Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah rahimahullah menyebutkan bahwa beliau dan temannya pernah melewati kaum Tatar yang sedang minum khamr dan melakukan perbuatan buruk lainnya, dan Ibnu Taimiyah tidak mencegahnya.

Lalu temannya berkata : Kenapa engkau tidak melarang mereka ?. Dan Ibnu Taimiyah tentu mengetahui kaidah dalam mengingkari kemungkaran, beliau berkata : Jika aku melarang mereka niscaya mereka akan menyerang rumah rumah penduduk dan melukai kehormatan mereka. Dan ini tentunya lebih buruk dari keadaan mereka sebelum diingkari. Anda perhatikan, kata Syaikh Utsaimin bahwa sikap Ibnu Taimiyah adalah hasil dari kepahaman (beliau) terhadap agama. (Lihat Syarah Hadits Arba’in an Nawawiyah) 

Oleh karena itu jika seseorang ingin mencegah kemungkaran hendaklah dia berhati hati sehingga keinginannya untuk mencegah kemungkaran betul betul mendatangkan kebaikan. Insya Allah ada manfaarnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.683) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar