Selasa, 30 April 2019

BENAR BENAR FOKUS BERIBADAH KETIKA I'TIKAF


BENAR BENAR FOKUS BERIBADAH KETIKA 
I’TIKAF RAMADHAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Di luar bulan Ramadhan, sebagian orang Islam, boleh dikatakan sedikit  melakukan ibadah. Kita harus mengakui bahwa kebanyakan waktu hampir habis digunakan untuk urusan dunia. 

Sungguh Allah Maha Mengetahui dan dengan kasih sayang-Nya, setiap tahun Allah datangkan Ramadhan sehingga ada kesempatan lebih banyak beribadah. Ketahuilah bahwa semua ibadah yang disyariatkan ada dalam bulan Ramadhan kecuali ibadah haji.

Selain itu, agar benar benar bisa fokus beribadah di bulan Ramadhan maka Allah Ta’ala melalui  Rasul-Nya mengajarkan kita satu satu ibadah yang sangat bermanfaat yaitu I’TIKAF DI 10 HARI BULAN RAMADHAN.

I’tikaf secara bahasa berarti menetap pada sesuatu. Sedangkan secara syar’i, i’tikaf berarti menetap di masjid dengan tata cara yang khusus disertai dengan niat. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah),

Diantara dalil ibadah i’tikaf adalah dari Abu Hurairah, dia berkata :

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ عْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari. (H.R Imam  Bukhari)

Adapun waktu untuk beri’tikaf yang lebih   afdhal adalah di 10 hari pada akhir Ramadhan. Dari  ‘Aisyah, dia berkata :

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.  (H.R Imam  Bukhari  dan  Imam Muslim).

I’tikaf adalah suatu amal yang sangat dianjurkan sangat baik untuk dilakukan meskipun tidak wajib. Ibnul Mundzir mengatakan : Para ulama sepakat bahwa i’tikaf itu sunnah, bukan wajib kecuali jika seseorang mewajibkan bagi dirinya bernadzar untuk melaksanakan i’tikaf. (Lihat al Mughni).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah bertujuan untuk mendapatkan malam lailatul qadar, untuk menghilangkan dari segala kesibukan dunia, sehingga mudah bermunajat dengan Rabbnya, dengan banyak berdoa dan banyak berdzikir ketika itu. (Latha-if al Ma’arif).

Jadi selama beri’tikaf ada kesempatan yang banyak untuk beribadah. Kesempatan ini tentu hanya akan betul betul bermanfaat jika digunakan fokus melakukan ibadah. Diantaranya adalah melakukan shalat, berdzikir, berdoa, membaca al Qur an dan yang lainnya serta yang paling utama adalah berusaha mendapatkan lailatul qadr.

Oleh karena itu bersungguh sungguhlah sebagaimana petunjuk Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam dalam sabda beliau :

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Aisyah radliyallaahu ‘anhu berkata : Rasulullah Sallallaahu ‘alaihi wa Sallam bila memasuki sepuluh hari,  yakni sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, mengencangkan kain sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya. (Muttafaq ‘alaihi).

Syaikh Abdul Aziz bin Fathi as Sayyid Nada berkata : Yang dimaksud dengan mengencangkan kain sarung adalah BERSUNGGUH SUNGGUH DALAM BERIBADAH dan tidak mendatangi istri istri beliau karena kesungguhan dalam beribadah.

Wajib atas seseorang yang beri’tikaf agar memanfaatkan setiap waktu dan kesempatan untuk beribadah, berdoa dan merendahkan diri kepada Allah Ta’ala, membaca al Qur an, memohon ampun, berdzikir kepada Allah Ta’ala, mengerjakan shalat serta tafakkur (berfikir) dan tadabbur yaitu merenung. Janganlah orang yang ber’tikaf menyia nyiakan waktu mengobrol dengan orang orang yang ada di sampingnya.

Dengan semua itu maka dia berhak mendapatkan janji Allah Ta’ala dan pahala-Nya, yakni KELUAR DARI TEMPAT I’TIKAF DALAM KEADAAN DIAMPUNI DOSA DOSANYA. (Kitab Ensiklopedi Adab Islam).

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.615)







  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar