Sabtu, 05 November 2016

KHALIFAH UMAR SANGAT HATI HATI DENGAN HARTA SYUBHAT



KHALIFAH UMAR SANGAT HATI HATI DENGAN HARTA SYUBHAT

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh Khalifah Umar bin Khaththab dan para sahabat  sangatlah berhati bahkan takut kepada  harta syubhat apalagi yang haram. Tentang kewajiban menjauhi harta syubhat dijelaskan dalam  sabda Rasulullah, yaitu : “Barang siapa yang meninggalkan barang syubhat maka sungguh ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang menjerumuskan (dirinya) kedalam syubhat berarti dia telah terjatuh pada keharaman. Seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan maka hampir hampir ia masuk kedalamnya …. (H.R  Bukhari  dan Muslim).

Syaikh Abdul Muhsin al ‘Abbad seorang ahli hadits dan pengajar tetap di Masjid Nabawi, berkata : Perkara yang syubhat atau samar adalah tidak termasuk perkara yang jelas kehalalannya dan tidak termasuk pula yang jelas keharamannya. Ini tidak diketahui oleh banyak orang dan hanya diketahui oleh sebagian mereka.

Beliau menambahkan : Perkara yang samar jika dijauhi maka akan mendatangkan (1)  Keselamatan bagi agama seseorang yaitu  hubungan antara dia dengan Allah Ta’ala. (2) Keselamatan bagi kehormatannya yaitu hubungan mereka dengan manusia, sehingga manusia tidak punya jalan untuk menodai kehormatannya. (Syarah Arbain Nawawiyah)

Ada satu atsar tentang Khalifah Umar memperingatkan anaknya tentang harta syubhat. Atsar ini disebutkan oleh Imam Malik bin Anas bahwa Abdullah dan Ubaidilah keduanya adalah anak Khalifah Umar bin Khaththab ikut dalam pasukan perang yang diutus (dari Madinah) ke Irak. Sebelum (pasukan) kembali ke Madinah mereka mampir ke kota Bashrah menemui Abu Musa al ‘Asy’ari, Gubernur di kota Bashrah.

Abu Musa menitipkan kepada keduanya sejumlah uang Negara yang hendak dikirimkan kepada Khalifah Umar bin Khatthab di Madinah. Abu Musa berkata : Uang ini saya pinjamkan kepada kalian berdua. Lalu  kalian beli barang perniagaan dari Irak dan kalian jual di Madinah. Setelah itu kalian serahkan kepada Khalifah uang Negara dan labanya milik kalian berdua.

Sesampainya di Madinah mereka menjual barang perniagaan dari Irak dan memperoleh keuntungan. Lalu mereka menyerahkan surat dari Gubernur Bashrah kepada Khalifah Umar yang berisi bahwa ia menitipkan uang Negara melalui Abdullah dan Ubaidillah, serta mengizinkan mereka memperdagangkannya.

Umar lalu bertanya kepada kedua anaknya (Abdullah dan Ubaidillah) : Apakah seluruh pasukan yang ikut dalam perjalanan tersebut mendapatkan pinjaman yang sama seperti kalian ?. Mereka menjawab : Tidak. 

Umar berkata : Karena kalian berdua anak Khalifah maka Abu Musa memberikan kalian modal (dengan menggunakan uang Negara). Sekarang serahkan seluruh modal dan labanya ke baitul maal, perbendaharaan Negara.

Abdullah diam, tidak menjawab. Adapun Ubaidillah memberanikan diri dan berkata : Wahai Amirul Mukminin, tidak pantas engkau perintahkan seperti itu !. Karena bukankah jika perniagaan kami rugi kami tetap mengganti harta Negara (yang dititipkan kepada kami secara penuh).

Salah seorang yang hadir dalam majlis itu berkata : Wahai Amirul Mukminin, buatlah jadi mudharabah (bagi hasil). Umar menyetujuinya, maka modal dan setengah laba diambil Umar dan diserahkan ke baitul maal dan setengah laba dibagi untuk Abdullah dan Ubaidillah. (Lihat al Muwatha’).

Begitulah sangat hati hatinya beliau dengan  harta syubhat dan berusaha menghindarinya. Lalu bagaimana kalau kisah ini terjadi pada orang orang zaman sekarang ?. Kemungkinan besar akhir ceritanya menjadi lain. Wallahu A’lam. (861).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar