Jumat, 25 November 2016

JIN DAN MANUSIA DIBEBANI HUKUM TAKLIFI



JIN DAN MANUSIA DIBEBANI HUKUM TAKLIFI

                                                       Oleh : Azwir B. Chaniago 
       
Seorang muslim yang memiliki iman yang benar pastilah mengakui bahkan  wajib meyakini bahwa Allah Ta’ala menciptakan  makhluk-Nya  yang bernama jin.
Makhluk ini pertama kali diciptakan bernama al-Jan. Dialah bapak bangsa jin yaitu sebagaimana Adam manusia yang pertama kali  diciptakan dan merupakan bapak manusia. (Lihat Ensiklopedi Islam 2/318).

Bangsa jin diciptakan lebih dahulu dari manusia. Dia diciptakan dari api yang panas yaitu sebagaimana disebutkan dalam firman Allah : “Waljaanna khalaqnaahu min qablu min naaris samuum”. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dan dari api yang panas. (Q.S al Hijr 27).

Sebagaimana manusia jin diberi hukum taklifi yaitu kewajiban dan larangan. Allah Ta’ala berfirman : “Wamaa khalaqtul jinna wal insa illaa li ya’buduun”.  Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku. (Q.S adz Dzaariat 56). 

Syaikh as Sa’di berkata : Inilah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia, dan Allah mengutus semua Rasul untuk menyeru kepada tujuan tersebut. Tujuan tersebut adalah menyembah Allah yang mencakup berilmu tentang Allah, mencintai-Nya, kembali kepada-Nya, menghadap kepada-Nya dan berpaling dari selain-Nya. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).   

Meskipun bangsa jin dibebani hukum taklifi tetapi kepada bangsa jin Allah tidak mengutus Rasul dari bangsa mereka sendiri sebagai pembawa risalah yang harus mereka ikuti. Tapi Rasul mereka adalah manusia yang diutus sebagai Rasul kepada manusia dan juga jin.  Manusia pilihan Allah yaitu Muhammad yang diutus sebagai Rasul kepada manusia wajib mereka yakini dan mereka ikuti.

Jadi setelah  Nabi diutus membawa risalah Islam ini kepada manusia seluruhnya maka bangsa jin juga harus mengikuti untuk menjadi muslim dan harus pula berpedoman kepada al Qur an.

Perhatikanlah satu ayat dalam surat ar Rahman yang diulang sampai 31 kali mulai dari ayat ke 13, yaitu firman Allah : “Fabiayi aalaa-i rabbikumaa tukadzibaan”. Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu (berdua, jin dan manusia) dustakan. ?.

Al Qur an juga menjelaskan bahwa Allah Ta’ala menghadapkan serombongan jin kepada Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendengarkan al Qur an. Mereka mendengarkannya dengan penuh ketekunan. Ketika pembacaan sudah selesai mereka kembali kepada kaumnya untuk memberi peringatan. 

Allah Ta’ala berfirman : “Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan kepadamu (Muhammad) serombongan jin yang mendengarkan (bacaan) al Qur an, maka ketika mereka menghadiri (pembacaan) nya mereka berkata : Diamlah kamu (untuk mendengarkannya). Maka ketika telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan.
Mereka berkata : Wahai kaum kami !. Sungguh kami telah mendengarkan kitab (al Qur-an) yang diturunkan setelah Musa, membenarkan (kitab kitab) yang datang sebelumnya, membimbing kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus”. (Q.S al Ahqaaf 29-30). 

Sebagaimana manusia, bagsa jiin juga ada yang mukmin dan  yang kafir. Tidak mau melaksanakan kewajiban dan selalu melakukan yang dilarang Allah Ta’ala.

Allah berfirman : “Wa annaa minash shaalihuuna wa minnaa duuna dzaalika, kunnaa tharaa-ika qidadaa”. Dan sesungguhnya diantara kami (jin) ada yang shalih da nada (pula) kebalikannya. Kami menempuh jalan yang berbeda beda.   (Q.S al Jin 11)

DR. Sulaiman al Asyqar berkata : Dari ayat yang mulia ini dapat diketahui bahwa jin hidup (dalam beragama) sama seperti manusia. Mereka ada yang mukmin dan ada yang kafir. Kekafirannya pun bermacam macam sebagaiman kekafiran manusia. Demikian pula yang mukmin bermacam macam pula tingkat keimanannya. 

Bahkan jin itu ada yang ahlus sunnah dan ada pula yang ahli bid’ah. Yang ahlu bid’ah bermacam macam pula, salah satunya ada yang sufi. (Ibnu Taimiyah, Risaalatul Jin).

Oleh karena itu para sahabat tidak ada yang dengan sengaja ingin berhubungan dengan jin. Memanggil jin ataupun berteman dengan jin karena sulit mengetahui mana jin yang muslim dan mana yang kafir. Kalaupun ada sahabat yang bertemu atau berbicara dengan jin itu adalah karena kebetulan didatangi jin dengan izin Allah Ta’ala bukan kemauan sahabat. Para sahabat mengetahui bahwa manusia tidak diisyaratkan untuk mengurus atau berhubungan dengan jin karena melihat tidak ada manfaatnya.

Demikian juga para ulama kita, mereka tidak pernah dengan sengaja mencari cari urusan dengan jin. Andaikata mereka kebetulan bertemu dengan jin maka mereka mengajak jin itu kepada kebaikan. Ketahuilah bahwa tipu daya jin itu demikian banyak bahkan (mungkin ?) melebihi banyaknya tipu daya manusia. 

Allah Ta’ala berfirman : “Wa annahu, kaana rijaalun minal insi ya’udzuuna bi rijaalin minal jinni fazaaduhum rahaqaa”. Dan bahwasanya ada beberapa orang laki laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki laki di antara jin, maka jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Q.S al Jin 6).

Imam Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini : Maksudnya, kami (jin) melihat bahwa kami mempunyai kelebihan atas manusia karena manusia selalu meminta perlindungan kepada kami disaat mereka singgah di suatu lembah atau tempat yang menakutkan seperti padang Sahara dan lain lain. Ini adalah kebiasaan bangsa Arab pada masa Jahiliah. Mereka melindungkan diri kepada penguasa jin di suatu tempat tertentu agar tidak menimpakan malapetaka kepada mereka.

Lalu di zaman ini, karena kejahilannya,  ternyata  juga ada diantara manusia  yang minta tolong atau minta perlindungan kepada bangsa jin ketika mereka melalui tempat yang mereka anggap angker atau dianggap ada penguasanya.

Sungguh ini kesalahan yang amat besar karena : 
(1) Mereka meniru niru kebiasaan bangsa Arab Jahiliah sebagaimana penjelasan Imam Ibnu Katsir diatas. 
(2) Mereka mungkin tidak tahu atau lupa bahwa tidak ada penguasa suatu tempat di bumi bahkan dilangit yang pemilik dan pelindungnya adalah Allah Ta’ala. Jadi perlindungan yang diminta haruslah kepada pemilik semua tempat yaitu Allah Ta’ala. 
(3) Kalau mereka meminta perlindungan kepada jin atau syaithan ini salah alamat karena bisa jatuh kepada kesyirikan. Bukankah kita disuruh meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala saja.

Wallahu A’lam. (874)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar