Selasa, 19 Juli 2016

NIKMAT AKAN DITANYA DAN DIPERTANGGUNG JAWABKAN



NIKMAT AKAN DITANYA DAN DIPERTANGGUNG JAWABKAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Nikmat apapun yang diperoleh manusia adalah dari Allah Ta’ala datangnya. Allah berfirman : “Wamaa bikum min ni’matin fa minallahi” Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah. (Q.S an Nahl 53) 

Dan sangatlah banyak nikmat itu baik jumlahnya maupun jenisnya sehingga kita tidak akan pernah mampu menghitungnya. Allah berfirman  : “Wain ta’uddu ni’matalahi laa tuhshuhaa” Dan jika kalian menghitung nikmat Allah maka engkau tidak akan mampu menghitungnya. (Q.S Ibrahim 34).

Ketahuilah bahwa nikmat yang diberikan Allah Ta’ala, pada waktunya haruslah dipertanggung jawabkan.  Kita akan ditanya tentang nikmat yang  kita peroleh dan telah dimanfaatkan. Allah berfirman : “Tsumma la tus-alunna yauma-idzin ‘anin na-iim. Kemudian kamu benar benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (bermegah megah di dunia). Q.S at Takaatsur 8.

Sungguh kita akan diminta pertanggung jawaban tentang penggunaan nikmat yang Allah karuniakan. Apakah telah digunakan untuk ketaatan atau untuk kemaksiatan. Dalam sebuah hadits Rasulullah menyebutkan empat macam nikmat yang akan ditanya pada hari Kiamat kelak.
Rasulullah bersabda : “Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba ketika hari Kiamat kelak hingga ia ditanya : (1) Tentang umurnya untuk apa ia habiskan. (2) Tentang ilmunya untuk apa dia amalkan. (3) Tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan. (4) Tentang badannya untuk apa dia letihkan. (H.R Imam at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Silsilah Hadits Shahih).

Dari hadits diatas ada empat nikmat yang akan ditanya dan dipertanggung jawabkan yaitu : 
 
Pertama : Tanggung jawab tentang umur.
Manusia telah diberi nikmat umur dan seharusnya digunakan untuk berbekal agar bisa kembali ke negeri asal yaitu surga. Umur tersebut sewaktu waktu akan berakhir sehingga manusia haruslah selalu waspada untuk siap mempertanggung jawabkannya dihadapan Allah Ta’ala tentang penggunaannya.

Allah berfirman : “Wa likuli ummatin ajalun, fa idzaajaa-a ajaluhum laa yasta’khiruuna saa’atan wa laa yataqdimuun”. Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaatpun. (Q.S al A’raaf 34) 

 Tentu sangat diharapkan agar umur ini dimanfaatkan untuk ketaatan dan bukan untuk kemaksiatan sehingga bisa selamat dalam menjalani hidup di dunia maupun di akhirat.
Namun demikian kalau kita memperhatikan keadaan sebagian manusia saat ini ternyata  tidak peduli kapan ajalnya akan tiba dan tidak peduli pula apa yang telah dipersiapkan untuk akhiratnya. Jika diseru kepada ketaatan ternyata banyak diantara mereka yang lalai tapi tanpa diseru untuk kemaksiatan mereka selalu bersegera. Sungguh ini membahayakan baginya. 

Allah Ta’ala telah menggambarkan bagaimana keadaan orang orang yang lalai dan tidak memanfaatkan nikmat umurnya untuk beramal shalih. Perhatikanlah firman Allah dalam surat Fathir 37 : “Dan mereka berteriak di dalam neraka itu : Ya Rabb kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang shalih yang berlainan dengan yang telah kami kerjakan (dahulu). Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir. Dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan ?. Maka rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada bagi orang orang yang zhalim seorang penolong pun.” .

Kedua : Tanggung jawab tentang ilmu.
Sungguh Allah Ta’ala telah membekali manusia dengan ilmu agar  bisa selamat menjalani kehidupan. Tetapi ilmu bagai pisau bermata dua. Ilmu bisa  mendatangkan keselamatan dan kebahagian  serta juga bisa mendatangkan kesengsaraan bagi pemiliknya. 

Oleh karena itu seharusnya kita berhati hati dalam mengamalkan ilmu sebab harus dipertanggung jawabkan kelak. Gunakan  ilmu untuk sesuatu yang bermanfaat yaitu terutama dengan melakukan amal shalih.

Ketiga : Tanggung jawab tentang harta.
Tanggung jawab terhadap harta lebih berat lagi. Disini ada dua pertanyaan yaitu dari mana didapat dan untuk apa dibelanjakan. Seharusnya harta didapat dengan cara yang halal lalu dibelanjakan pada jalan yang Allah ridha.  Dengan demikian maka kelak akan mudah mempertanggung jawabkannnya.

Sungguh Rasulullah telah mengingatkan kita dalam sabda beliau : “Wahai sekalian manusia bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah cara mencari (rizki), karena satu jiwa tidak akan mati hingga rizkinya sempurna meskipun secara lambat. Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah cara mencari (rizki) ambil yang halal dan tinggalkan yang haram. (H.R Ibnu Majah, al Hakim dan al Baihaqi dari Jabir bin Abdillah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).  

Keempat : Tanggung jawab tentang badan.
Sungguh Allah Ta’ala telah memberi nikmat berupa  badan atau fisik kita sempurna dan juga diberi kesehatan sehingga memudahkan untuk beribadah kepada-Nya. Kita tidak boleh tertipu dengan fisik yang sehat sehingga lalai dalam beribadah. 

Lihatlah betapa banyak orang yang tertipu dengan fisik yang sehat. Mereka mampu melakukan kegiatan olah raga berjam jam tetapi tidak mampu  melangkahkan kaki ke masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah. Betapa banyak orang yang fisiknya sehat sehingga mampu melakukan pekerjaan tambahan atau lembur semalaman namun tidak mampu untuk shalat malam dua rakaat saja yang hanya butuh waktu beberapa menit.
Sungguh benar apa yang disabdakan Rasulullah : “Ni’mataani maghbunun fihima katsirun minannash shihatu wal faragh”  Dua kenikmatan yang banyak dilupakan manusia adalah (nikmat) kesehatan dan waktu luang.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (724)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar