Rabu, 20 Juli 2016

HARI YANG BERAT DARI PERANG UHUD BAGI NABI



HARI YANG LEBIH BERAT DARI PERANG UHUD BAGI NABI

Oleh : Azwir B. Chaniago

Setelah  kaum kafir Quraisy kalah total  dalam perang Badr melawan kaum Muslimin,  maka pada tahun ketiga hijriah mereka mempersiapkan  pasukan yang besar untuk  menyerang kaum muslimin di Madinah. Akhirnya memang terjadi perang antara kafir Quraisy dengan kaum muslimin yang dikenal dengan perang Uhud.

Dalam perang Uhud ini Nabi dan para sahabat mengalami hari yang sangat berat. Diantaranya adalah karena : 

(1) Membelotnya 300 orang anggota pasukan kaum muslimin atas hasutan dan provokasi tokoh munafik Madinah yaitu Abdullah bin Ubay bin Salul. Pasukan kaum muslimin yang awalnya berjumlah 1.000 orang berkurang menjadi 700 orang dan harus berhadapan dengan 3.000 orang pasukan kafir Quraisy.

(2) Dalam perang ini ternyata pasukan kaum muslimin mengalami kekalahan. Diantara penyebabnya adalah karena pasukan pemanah yang ditugaskan Nabi, terburu buru meninggalkan posisinya untuk mengambil ghanimah. Akibatnya pasukan kaum Muslimin kocar kacir dan tidak ada yang bersama Rasulullah dalam perang itu kecuali Thalhah bin Ubaidilah dan Sa’d bin Abi Waqqash. 

(3) Secara fisik Rasululah merasakan pula beratnya perang ini karena beliau sendiri mengalami luka luka. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa sampai sebulan beliau masih merasakan sakit dari luka luka yang dialami.

Demikian beratnya peristiwa perang Uhud bagi Nabi dan kaum Muslimin, lalu apakah ada hari yang lebih berat yang dirasakan Rasulullah selain beratnya perang Uhud ?. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa  Aisyah radhiallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam : Ya Rasulullah, apakah engkau pernah mengalami hari yang lebih berat dari (perang) Uhud ?. Beliau menjawab : Pernah, lalu beliau mengisahkan tentang dakwah beliau bersama Zaid bin Haritsah ke Tha’if. 
 
Ketika dakwah Nabi di Makkah mengalami ancaman dan intimidasi dari kafir Quraisy maka Nabi menaruh harapan kepada penduduk Tha’if agar masuk Islam. Tapi pada saat berdakwah ke Tha’if ternyata mereka lebih buruk dari Quraisy. Semua penduduk Tha’if berkumpul di pinggir jalan, laki, perempuan, anak anak, orang tua, budak ataupun merdeka lalu melempari Nabi dengan apa saja yang mereka dapatkan. Kaki beliau berdarah darah dan badan beliau penuh kotoran.

Lalu beliau keluar dari Tha’if dengan membawa kesedihan yang amat sangat. Beliau menuturkan : Aku tak lagi menyadari apa yang terjadi kecuali sampai aku berada di dekat Qarn ats Tsa’alib. Ketika kuangkat kepalaku, tiba tiba gumpalan awan menaungi. Aku dongkakkan pandanganku ternyata ada Jibril memanggil.

Jibril berkata : Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu kepadamu dan tanggapan mereka terhadapmu. Allah telah mengutus kepadamu Malaikat (penjaga) Gunung untuk engkau perintahkan sekehendakmu terhadap mereka.

Malaikat Gunung tersebut memberi salam kepada engkau dan berkata : Wahai Muhammad, hal itu terserah padamu. Jika engkau mau aku akan ratakan mereka dengan al Akhsyabain (dua bukit di Makkah). Namun Nabi menjawab tawaran itu : Bahkan aku berharap kelak Allah munculkan dari tulang punggung mereka kaum yang menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan dengan sesuatu pun.  (Dari H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim). 

Sungguh sangatlah banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah ini, diantaranya adalah :

(1) Dari peristiwa ini kita mengetahui berapa penyabar dan pemaafnya beliau meskipun telah disakiti oleh seluruh penduduk tapi tetap memberi maaf kepada mereka. Bahkan beliau mendoakan agar keturunan penduduk Tha’if yang zhalim ini akan menjadi orang orang yang menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Sebagai balasan kepada beliau maka Allah Ta’ala memberikan pertolongan dan mengabulkan doa dan harapan beliau terhadap penduduk Tha’if. (Diringkas dari Sirah Nabawiyah). 

(2) Peristiwa ini juga memberi pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua yaitu jadilah pemaaf jika pada suatu waktu dizhalimi. Sungguh memberi maaf adalah berat tetapi ini adalah  sikap yang mulia bahkan merupakan salah satu tanda orang yang bertakwa. Allah berfirman : Allah berfirman : “Alladziina yunfiquuna fis sarraa-i wadh dharraa-i wal kaazhimiinal ghaizha wal ‘aafiina ‘aninnaas. Wallahu yuhibbul muhsiniin”. (Orang yang bertakwa yaitu) orang yang berinfak baik di waktu lapang maupun di waktu sempit. Dan orang orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan. (Q.S Ali Imran 134).

(3) Selanjutnya peristiwa ini adalah pelajaran yang amat berharga pula bagi para juru dakwah yang terkadang menghadapi berbagai tantangan di medan dakwah. Namun demikian tantangan yang dihadapi oleh Nabi bersama sahabatnya dalam berdakwah sungguh jauh lebih besar dan lebih berat. Tapi dengan kesungguhan dalam berdakwah, menjaga ketaatan dan memohon pertolongan Allah akhirnya Dia memenangkan kaum muslimin.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (725).


    

2 komentar: