Kamis, 21 Juli 2016

BERLAKU ADIL DALAM SETIAP KEADAAN



BERLAKU ADIL DALAM SETIAP KEADAAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Saat ini sungguh sangat sulit menemukan atau mendapatkan keadilan. Nampaknya keadilan sudah betul betul langka meskipun belum bisa dikatakan punah sama sekali. Barang kali karena berbagai kepentingan sebagian orang  dizaman ini sulit untuk berlaku adil.

Sungguh dalam surat an Nahal 90 Allah Ta'ala telah memerintahkan manusia untuk berlaku adil  dan sekali gus melarang manusia untuk berbuat keji dan mungkar. “Innallaha ya’muru bil a’dli wal ihsaan, wa-itaa- idzil qurba wa yanhaa ‘anil fahsyaa-i  wal munkari wal baghyi. Ya’izhukum la’alakum tadzakkaruun” Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Selain itu, didalam surat al Ma-idah ayat 8 Allah Ta’ala juga memerintahkan orang yang beriman  untuk berlaku adil dalam berbagai keadaan. Allah berfirman : “Wahai orang orang yang beriman !. Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap duatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan”. 

Syaikh as Sa’di berkata : Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan orang yang beriman untuk menegakkan konsekwensi imannya dengan menjadi orang yang selalu menegakkan keadilan Allah dan menjadi saksi dengan adil. Hendaknya gerak gerikmu, lahir dan bathin, terus bersemangat dalam penegakkan keadilan dan hendaknya pelaksanaannya itu hanya karena Allah semata, bukan karena tujuan dunia. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).

Prof. DR. Hamka berkata : Kalau seorang yang beriman diminta kesaksiannya dalam suatu hal atau suatu perkara hendaklah dia memberikan kesaksian yang sebenarnya saja, yakni yang adil. Tidak membelok belik karena pengaruh suka atau tidak suka, karena lawan atau kawan. Ataupun yang akan diberikan saksi adalah orang kaya lalu segan (memberikan kesaksian yang benar) karena kayanya. Ataupun miskin lalu kasihan kepada kemiskinannya. Katakan apa yang engkau tahu dalam hal itu. Katakan yang sebenarnya walaupun kesaksian itu akan menguntungkan orang yang tidak engkau senangi atau merugikan orang yang engkau senangi. 

“Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.” Prof. Hamka memberikan contoh dalam hal ini : Misalnya orang yang akan engkau berikan kesaksian dahulu pernah berbuat sesuatu yang menyakitkan hatimu maka janganlah kebencianmu itu menyebabkan kamu memberikan kesaksian dusta untuk melepaskan sakit hatimu kepadanya sehingga kamu tidak berlaku adil lagi.Kebenaran yang ada pada pihak dia jangan dikhianati karena rasa bencimu.

“Berlaku adillah karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa”.  Prof. Hamka menjelaskan : Keadilan adalah pintu yang terdekat dengan takwa sedangkan rasa benci akan membawa jauh engkau dari Rabb-mu. Apabila kamu telah dapat menegakkan keadilan maka jiwamu sendiri akan merasa dapat kemenangan yang tiada taranya. Ini akan membawa martabatmu naik disisi manusia dan disisi Allah Ta’ala. Lawan adil adalah zhalim dan zhalim adalah salah satu puncak maksiat kepada Allah Ta’ala. (Kitab Tafsir al Azhar).
   
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin menyebutkan antara lain tentang kisah (perlakuan adil terhadap) seorang wanita dari marga Makhzum yang telah mencuri. Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan para sahabat untuk memotong tangannya untuk menegakkan keadilan. Padahal ia adalah seorang wanita dari bani Makhzum, sebuah marga yang sangat dihormati di kalangan kaum Quraisy.

Keputusan Rasulullah membuat risau hati orang orang Quraisy. Bahkan mereka bingung dan gelisah. Bagaimana mungkin tangan seorang wanita dari marga Makhzum (yang disegani) dipotong ?. Akhirnya mereka pun mencari seseorang untuk meminta keringanan kepada Rasulullah. 

Mereka berkata : Tidak ada yang berani membicarakan hal ini kepada Rasulullah selain Usamah bin Zaid. Mereka tidak menyebut nama Abu Bakar, Umar, Utsman atau Ali bin Abi Thalib yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari Usamah bin Zaid. Kemungkinan mereka telah mencobanya tapi tidak berhasil. Boleh jadi juga mereka mengetahui bahwa Abu Bakar dan yang lainnya tidak bisa atau tidak mau memberikan (usulan keringanan) hukuman di dalam hukum Allah Ta’ala.

Yang jelas, mereka meminta pertolongan Usamah bin Zaid. Usamah adalah anaknya Zaid bin Haritsah. Zaid bin Haritsah dahulunya adalah merupakan seorang budak pemberian Khadijah kepada Rasulullah dan kemudian beliau membebaskannya sebagai budak. Beliau sangat mencintai Zaid dan juga Usamah anak Zaid.

Maka Usamah pun berbicara kepada Nabi tentang kasus wanita al Makhzumiyah ini, dengan harapan beliau akan membatalkan keputusan sehingga wanita tersebut selamat dari hukuman potong tangan. 

Pada saat itu wajah Rasulullah berubah ronanya karena marah. Beliau bersabda : “Apakah engkau berani meminta keringanan di dalam hukum Allah ?. Artinya Usamah tidak layak dan tidak pantas meminta keringanan di dalam hukum Allah Ta’ala.
Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah dengan khutbah yang sangat jelas. Beliau bersabda : “Amma ba’du : Sesungguhnya orang orang sebelum kalian binasa dikarenakan ketika seorang yang terpandang diantara mereka mencuri maka mereka tidak menghukumnya. Sedangkan apabila seorang yang lemah mencuri maka mereka pun segera menghukumnya”.  (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Kemudian Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam bersumpah, pada hal beliau adalah orang baik dan jujur, sehingga beliau tidak perlu bersumpah (untuk memberikan keyakinan kepada orang lain tentang apa yang beliau ucapkan). Akan tetapi dalam hal ini beliau  bersumpah : Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri, akulah yang akan memotong tangannya” (H.R Imam Bukhari).

Ya Allah, semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada beliau. Inilah keadilan, hukuman Allah ditegakkan, bukan (hukum) mengikuti hawa nafsu. Beliau bersumpah apabila Fatimah bin Muhammad mencuri, pada hal nasab dan keturunan Fatimah lebih mulia daripada wanita al Muakhzumiyah, karena Fatimah akan menjadi pemimpin para wanita di surga, tetapi Rasulullah  bersumpah tetap akan memotong tangannya jika dia mencuri. 
   
Selanjutnya Syaikh Utsaimin memberikan nasehat : Sudah menjadi kewajiban bagi para pemimpin untuk bersikap adil terhadap yang dipimpinnya dalam hal penegakkan hukum. Jangan pilih kasih kepada seseorang  karena garis keturunannya, kekayaannya, kedudukannya di kaumnya atau sebab yang lain. Hukuman adalah miliki Allah dan wajib ditegakkan karena Allah Ta’ala. 

Selanjutnya Syaikh berkata : Ketika umat Islam bisa berbuat adil seperti ini, tidak pernah terpengaruh, berpendirian teguh, tidak takut dengan celaan para pencela maka umat Islam akan mulia, memiliki kekuatan dan akan ditolong Allah.
Akan tetapi apabila umat Islam tidak mau menegakkan hukum Allah, banyak mempertimbangkan permintaan permintaan untuk membatalkan hukum Allah, maka umat Islam pun berada pada titik terendah seperti yang kalian lihat sekarang. Semoga Allah mengembalikan kejayaan umat Islam dan semoga mereka selalu berpegang teguh dengan agamanya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Syarah Kitab al Kaba’ir).

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (726)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar