Kamis, 19 Februari 2015

TERGESA GESA TIDAK DIANJURKAN



TERGESA GESA TIDAK  DIANJURKAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah.
Sungguh manusia  diciptakan Allah dengan berbagai sifat atau tabiat. Salah satu sifat atau tabiat yang ada pada diri setiap orang adalah tabiat tergesa gesa. Tergesa gesa untuk mendapatkan segala sesuatu yang diinginkan ataupun tergesa gesa untuk melihat hasil usahanya.

Allah berfirman : Wa kaanal insanu ‘ajuulaa” Dan manusia (itu) bersifat tergesa gesa. (Q.S al Isra’ 11)
Allah berfirman : “Khuliqal insaanu min ‘ajalin” Manusia itu diciptakan (bersifat) tergesa gesa. (Q.S al Anbiyaa’ 37)

Secara asal, tergesa gesa itu adalah suatu yang tidak dianjurkan, sering merugikan dan mendatangkan penyesalan dikemudian hari. Rasulullah mengingatkan bahwa tergesa gesa itu dari syaithan. Rasulullah bersabda : “Atta’anni minallah wa ‘ajaltu minasy syaithan. Ketenangan adalah dari Allah sedangkan tergesa gesa itu datangnya dari syaithan. (H.R Abu Ya’la dan al Baihaqi, dihasankan oleh Syaikh al Albani).

Tergesa gesa cenderung mendatangkan penyesalan.
Sikap tergesa gesa cenderung mendatangkan penyesalan dikemudian hari. Orang yang memiliki sikap tergesa gesa sering mengabaikan akibat buruk dari perkataan atau pun perbuatannya. Biasanya dia belum sempat berfikir jernih lalu dengan tergesa gesa, langsung berkata ataupun berbuat. Setelah itu baru merasa ada penyesalan. Akhirnya dia  berkata kenapa tadi saya mengatakan itu atau kenapa saya berbuat begini.

Dalama sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi disebutkan bahwa  seorang ‘alim yaitu Dzun Nun Tsamban bin Ibrahim, seorang murid Imam Malik pernah berkata : Ada empat hal yang memiliki buah yaitu : 

Pertama :Tergesa gesa, buahnya adalah penyesalan.

Kedua :  Kagum kepada diri sendiri, buahnya adalah dibenci manusia.

Ketiga : Keras kepala, buahnya adalah kebingungan

Keempat : Tamak, buahnya adalah kemiskinan

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa pada suatu kali Khalifah Harun al Rasyid ingin mengangkat seorang qadhi atau hakim. Orang yang akan diangkat itu berkata : Ya Khalifah, saya tidak layak menjadi qadhi. Saya tidak banyak memahami ilmu fiqih.
Khalifah menjawab : Aku melihat pada dirimu terdapat tiga keutamaan :

Pertama : Engkau memiliki kehormatan diri. Dan kehormatan diri akan menghindarkan seseorang dari kerendahan.

Kedua : Engkau memilki ketenangan dan kesabaran atau hilm. Hilm akan menghindarkan seseorang dari ketergesa gesaan. Barangsiapa yang tidak tergesa gesa maka akan sedikit kesalahannya.  
  
Ketiga : Engkau senang bermusyawarah pada semua urusan. Barangsiapa yang selalu bermusyawarah maka akan banyak benarnya.

Adapun kekuranganmu dalam hal ilmu fiqih, kata Khalifah, aku akan mengumpulkan ahlinya untuk membantumu. Kemudian orang itu diangkat sebagai qadhi.  Selama menjalani tugasnya sebagai qadhi dia tidak mendapat celaan terhadap dirinya.

Diantara faedah yang bisa diambil dari kisah ini adalah bahwa sikap tidak  tergesa gesa akan mendatangkan manfaat,  jauh dari penyesalan dan sedikit kesalahan.
Rasulullah bersabda : “Innamal ‘ilm bit ta’allum, wa innamal huluma bit tahallum. Waman yatahararal kahira yu’tihi waman yatawaqqay syarra yuuqah” Sesungguhnya ilmu didapat dengan belajar dan sesungguhnya hilm (ketenangan, kesabaran) didapat dengan melatihnya. Barangsiapa yang berusaha untuk mendapatkan kebaikan maka Allah akan memberikannya. Barang siapa yang berusaha untuk menghindari keburukan niscaya akan terhindar darinya (H.R ath Thabrani, dihasankan oleh Syaikh al Albani). 
   
Tergesa gesa yang harus  dihindari.
Sifat tergesa gesa memang tidak selamanya buruk tapi cenderung mendatangkan keburukan, diantaranya adalah :

Pertama : Tergesa gesa dalam meminta pengabulan doa. 
Salah satu penghalang dikabulkannya doa adalah tergesa gesa, minta segera dikabulkan. Bahkan ada diantara manusia yang putus asa dalam berdoa karena dia merasa Allah belum juga mengabulkan doanya.  Ada yang berkata : Aku sudah capek berdoa tapi belum juga dikabulkan. Akhirnya dia berhenti berdoa. Pada hal Allah telah menjanjikan pengabulan doa bagi hamba hamba-Nya. 

Rasulullah telah bersabda : “Yustajaabu li ahadikum maa lam ya’jal, yaquulu : Qad da’autu falam yustajab lii” Senantiasa akan dikabulkan doa salah seorang dari kamu selama ia tidak tergesa gesa (untuk dikabulkan), yakni berkata : Aku sudah berdoa namun tidak dikabulkan bagiku. (H.R Imam Bukhari dari Abu Hurairah). 
 
Kedua : Tergesa gesa dalam berbicara dan memberi nasehat.
Ketahui telah bahwa Rasulullah adalah sangat teratur perkataannya, jelas dan tidak tergesa gesa dalam berbicara. Dengan demikian para sahabat mudah memahami dan mengerti apa yang beliau katakan dan apa yang beliau nasehatkan.
Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Ummul Mukminin, Aisyah pernah mengingatkan Abu Hurairah ketika pada suatu kali dia berbicara dengan cepat, terburu buru.

Ketiga : Tergesa gesa dalam membantah dan menyalahkan.
Jika kita melihat ada saudara kita yang melakukan kesalahan dalam ibadah  ataupun muamalah dan yang lainnya, maka janganlah tergesa gesa dalam menyalahkan apalagi sampai mencelanya. Pastikan dulu bahwa yang dia lakukan itu betul betul suatu kesalahan yang pantas diingkari dalam timbangan syariat.  Kalau sudah jelas bahwa yang dilakukan itu adalah memang kesalahan maka  beri nasehat untuk perbaikan.

Said bin Jubair seorang Tabi’in senior, seorang yang berilmu, ahli tafsir, murid Ibnu Abbas, jika pada suatu waktu beliau melihat seseorang melakukan suatu ibadah berbeda dengan yang beliau ketahui dan yang beliau amalkan maka beliau tidak langsung menyalahkan. Beliau mengambil sikap baik sangka dulu. Beliau akan berkata dalam dirinya : (1)  Orang ini mungkin belum tahu (2) Orang ini mungkin lupa (3) Orang ini mungkin terpaksa atau (4) Orang ini lebih tahu daripada saya. 

Setelah berfikir seperti  demikian  barulah beliau bertanya kepada orang tersebut kenapa dia melakukan seperti itu. Tidak seperti yang diketahui beliau. Pada hal beliau adalah orang yang sangat berilmu, sangat ‘alim, tapi tidak tergesa gesa dalam  menyalahkan.  Bandingkan dengan sebagian orang orang di zaman sekarang. Begitu melihat saudaranya melakukan suatu ibadah yang berbeda dengan yang dipahami dan yang diamalkannya maka langsung menyalahkan bahkan sampai ada yang mencela. Padahal ilmunya, jika dibandingkan dengan Said bin Jubair tentu masih sangat jauh.

Keempat : Tergesa gesa dalam belajar dan segera menunjukkan hasilnya.
Keadaan ini sering menghinggapi para penuntut ilmu terutama tahap pemula. Baru belajar beberapa waktu dan ilmu belum seberapa sudah ingin segera naik mimbar memberi tausiah. Ini bisa berakibat banyak salahnya dari benarnya karena tergesa gesa. Ketahuilah bahwa ilmu syar’i tidak dapat diperoleh dalam waktu singkat, tapi butuh waktu, kesabaran dan ketekunan. 

Perhatikanlah  nasehat Imam asy Syafi’i kepada penuntut ilmu yang beliau tulis dalam bentuk syair. Nasehat tersebut berisi enam perkara yaitu : 

Saudaraku, engkau tidak akan mendapatkan ilmu
melainkan dengan enam perkara
Kukabarkan kepadamu rinciannya dengan jelas
(1) KECERDASAN, (2)  KEMAUAN KERAS, (3) BERSUNGGUH SUNGGUH, (4) BEKAL YANG CUKUP,  (5) BIMBINGAN GURU DAN (6) WAKTUNYA YANG LAMA.

Kelima : Tergesa gesa untuk mendapatkan hasil dari dakwah.
Dakwah adalah ajakan beriman kepada Allah dan kepada segala hal yang dibawa oleh para Rasul-Nya serta ajakan kepada menta’atinya dengan sesuatu yang mereka perintahkan (Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyah)

Sungguh da’wah membutuhkan kesabaran. Tidak dapat dilihat hasilnya dalam sekejap. Seorang da’i janganlah bersedih apalagi berputus asa, jika dakwahnya  belum memberikan hasil. Sangat tidaklah mudah mengajak seseorang yang terbiasa dan dalam waktu yang cukup lama  berada dalam kubangan kemaksiatan untuk bisa dalam sekejap berubah. Jangan lupa bahwa hidayah itu adalah dari Allah dan para da’i hanya sebagai penyeru. 

Perubahan itu biasanya terjadi bertahap , berangsur angsur.  Tidaklah mungkin melihat hasil dakwah  dengan segera. Janganlah tergesa gesa untuk bisa melihat hasil dakwahya. Tapi teruslah berdakwah dengan ikhlas mencari ridha Allah semata.
Ketahuilah saudaraku, bahwa Allah melarang manusia mimun khamer adalah juga secara bertahap sebelum larangan secara total sebagaimana dimaksud dalam surat al Maidah 90.

Rasulullah, semenjak beliau diangkat sebagai Rasul, berdakwah di Makkah, dikampung halaman beliau sendiri selama 10 tahun, belum memperlihatkan hasil yang banyak. Hasil dakwah beliau barulah sepenuhnya berhasil pada saat beliau berada di Madinah selama 13 tahun.

Ingatlah kisah Nabi Nuh yang berdakwah selama 950 tahun, dan  mendapat pengikut sekitar 85 orang saja.

Keenam : Tergesa gesa menjawab pertanyaan dan berfatwa.
Menjawab pertanyaan dan berfatwa tentang agama ini haruslah dengan ilmu yang mumpuni yang disandarkan kepada al Qur an, as Sunnah. Tidaklah pantas bagi seseorang  ketika ditanya sesuatu tentang agama ini, serta merta menjawab dan berfatwa tanpa mengetahui lebih dahulu dalilnya yang shahih. Jika seseorang menjawab pertanyaan atau berfatwa atas dasar kejahilan atau atas dasar akalnya maka ia akan menyelesihi kebenaran dan bisa  menyesatkan orang lain. 

Rasulullah bersabda : ”Mereka (orang jahil) ditanya, kemudian berfatwa tanpa ilmu sehingga mereka sesat lagi menyesatkan (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).   
Saat ini memang ada diantara manusia yang dengan mudah menjawab semua pertanyaan tentang agama yang diajukan kepadanya. Hampir tidak pernah kedengaran darinya kata kata laa adri, aku tidak tahu, kecuali dai yang betul betul  mumpuni ilmunya. Ketahuilah bahwa menjawab tidak tahu atas suatu pertanyaan tentang agama adalah bagian dari menghormati ilmu agama.

Para salafush shalih sangatlah takut menjawab suatu pertanyaan yang diajukan kepadanya. Khawatir kalau salah karena semuanya akan dipertanggung jawabkan kelak. Mereka lebih senang jika yang menjawab pertanyaan adalah orang lain bukan dirinya. 

Abu Hushain al Asadi berkata : Sesungguhnya salah seorang dari kalian telah berani berfatwa pada suatu permasalahan. Pada hal jika permasalahan itu diajukan kepada Kahlifah Umar bin Khaththab, maka beliau akan mengumpulkan ahli Badr (orang yang ikut perang Badr dan dalam ilmunya) untuk meminta pendapatnya.

Ketujuh : Tergesa gesa mendatangi masjid ketika mendengar iqamah.
Ada sebagian saudara kita yang mendatangi masjid dengan tergesa gesa bahkan setengah berlari jika sudah mendengar iqamah sudah dikumandangkan. Ketahuilah bahwa kita memang sangat dianjurkan agar bersegera menuju masjid untuk shalat berjamaah tapi bukan dengan tergesa gesa ataupun terburu buru. Tidaklah dianjurkan mendatangi masjid dengan tergesa gesa tapi yang dianjurkan adalah bersegera dan berjalan dengan tenang. Rasulullah telah mengingatkan kita semua tentang hal ini.  

Rasulullah bersabda :  Idza sami’tumul iqaamata famsyuu ilash shalaati wa ‘alaikum bissakiinati wal waqaari walaa turi’uu famaa adraktum fashalluu, wamaa faatakum fa-atimmuu” . Jika kalian mendengar iqamat, maka bersegeralah berjalan menuju shalat. Hendaklah kalian menjaga ketenangan, janganlah tergesa gesa.  Gerakan apapun yang kamu dapati, kerjakanlah dan yang terluput sempurnakanlah. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim). 

Jadi tergesa gesa tidaklah  dianjurkan karena cenderung kepada keburukan tapi bersegera dalam melakukan kebaikan  adalah sangat ditekankan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Fastabiqul khairaat” Maka berlomba lombalah kamu dalam kebaikan (Q.S al Baqarah 148).

Wallahu A’lam. (214)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar