Senin, 16 Februari 2015

IKHLAS DAN ITTIBA'



IKHLAS DAN ITTIBA’ DALAM IBADAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Wamaa khalaqtul jinna wal insa illa liya’buduun”  Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (Q.S adz Dzaariat 56). 

Tentang ayat ini, Prof. DR. Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang lebih dikenal dengan nama Buya Hamka, berkata : Bahwasanya Allah menciptakan jin dan manusia tidak ada guna yang lain, melainkan buat mengabdikan diri kepada-Nya. Jalan yang lebih baik bagi manusia adalah menyadari kegunaan hidupnya sehingga diapun tidak merasa berat untuk mengerjakan ibadah kepada Allah. Disini Allah menjuruskan hidup kita, memberi pengarahan bahwa tugas kita hanya satu saja yaitu mengabdi, beribadah. Beribadah yaitu mengakui bahwa kita ini hamba Allah, tunduk  kepada kemauan-Nya (Kitab Tafsir al Azhar dengan diringkas).

Mengabdikan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah melalui ibadah atau amal amal shalih yang dilandasi iman. Tentulah menjadi keinginan setiap hamba untuk melakukan amal amal shalih sebaik mungkin sesuai petunjuk dan ridha-Nya. Ada yang mengatakan : Kalau kita mencintai Allah maka beramallah dengan  amal yang dicintai Allah. 

Para ulama tidak berselisih pendapat bahwa amal shalih yang dicintai Allah  harus berada pada dua hal yaitu ikhlas karena Allah dan ittiba’ yaitu sesuai contoh yang diajarkan Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam. 

Diantara dalil yang mencakup dua hal ini yaitu tentang ikhlas dan ittiba’  adalah : 

Pertama : Surat an Nisaa’ ayat 125.
Allah berfirman : “Waman ahsanu diinan mimman aslama wajhahu, lillahi wahuwa muhsin”  Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedangkan dia mengerjakan kebaikan.

Syaikh as Sa’di berkata : Maksudnya, tidaklah ada seorangpun yang paling baik agamanya daripada seorang yang menyatukan antara kepada Dzat yang disembah yaitu penyerahan diri hanya untuk Allah yang menunjukkan akan penyerahan hati, penghadapannya, kembalinya, keikhlasannya dan penghadapan wajah serta seluruh anggota tubuh kepada Allah Ta’ala. Sedangkan diapun disamping keikhlasan dan penyerahan diri tersebut dia mengerjakan kebaikan yaitu mengikuti syariat Allah yang telah Allah utus rasul rasul dengannya dan telah Allah turunkan kitab kitabNya dan Allah jadikan hal itu sebagai jalan bagi makhluk makhluk-Nya yang terpilih dan pengikut pengikut mereka. (Kitab Tafsir Karimir Rahman).  
   
Kedua : Surat al Mulk ayat 2.
Allah berfirman : “Alladzi khalaqal mauta wal hayaata liyabluwakum aiyukum ahsanu ‘amala, wa huwal ‘aziizul ghafuur”  (Dialah) Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapa yang paling baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Mahapengampun.     
    
Fudhail bin Iyadh menjelaskan  ahsanu amala, paling baik amalnya  dalam ayat ini maksudnya adalah paling ikhlas dan paling sesuai dengan syariat. Kemudian ada yang bertanya : Apakah maksud yang paling ikhlas dan paling sesuai dengan syariat ? Lalu beliau menjawab : Sesungguhnya amalan apabila ikhlas tetapi tidak sesuai dengan syariat maka tidak diterima. Demikian pula apabila sesuai dengan syariat tetapi tidak ikhlas maka amalan itu tidak diterima, hingga amalan tersebut ikhlas dan sesuai dengan syariat. (Hilyah al Auliya’).

Imam Ibnul Qayyim antara lain menjelaskan tentang dua pokok dalam ibadah yaitu ikhlas karena Allah dan mutaba’ah yaitu mengikuti apa yang telah diajarkan dan dicontohkan Rasulullah. Dalam hal ini, kata beliau ada empat keadaan, yaitu :

Pertama : Orang beramal dengan ikhlas dan mutaba’ah. Inilah yang paling baik dan paling utama dalam beramal. Dan inilah bentuk amal yang diterima.

Kedua : Orang yang beramal tidak ikhlas dan tidak mutaba’ah yaitu  orang yang ria dalam beramal dan tidak mengikuti Rasul dalam cara beramal. Inilah keadaan yang paling buruk dalam beramal. Amalnya tertolak.

Ketiga : Orang beramal dengan ikhlas tetapi tidak mutaba’ah. Dia memiliki niat yang lurus dalam ibadah tetapi tidak dengan ilmu sehingga menyelisihi Rasulullah dalam beribadah. Amalnya tertolak.

Keempat : Orang yang beramal tidak ikhlas tetapi mutaba’ah. Dia beribadah dengan riya tapi cara beribadahnya benar yaitu mengikuti apa yang diajarkan Rasulullah. Inipun amalnya tertolak.    
Diantara rincian tentang ikhlas karena Allah dan ittiba’ yaitu sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah Salallahu ’Alaihi wasallam adalah :
Pertama : Ikhlas karena Allah. Diantara dalilnya adalah :
Allah berfirman : “Inna anzalnaa ilaikal kitaaba bil haqqi, fa’budillaha mukhlishan lahuddiin”. Sesusungguhnya Kami menurunkan kitab (al Qur an) kepadamu (Muhammad) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya (Q.S az Zumar 2).
Syaikh as Sa’di berkata : Tuluskanlah kepada Allah semua agamamu, baik berupa syariat yang nampak dan syariat yang tidak nampak, yaitu Islam, Iman dan Ihsan, dengan cara meng-Esakan Allah dengannya. Dan juga dengan niat mengharapkan keridhaanNya, bukan niat niat apapun selainnya. (Tafsir Karimir Rahman).
Allah berfirman : “Wamaa umiruu illaa liya’budullaha mukhlishiina  lahuddiin” Pada hal mereka hanya diperintahkan menyembah llah dengan ikhlas mentaati-Nya semata mata karena (menjalankan) agama. (Q.S al Baiyinah 5).  
   
Tentang ayat ini, Syaikh as Sa’di  berkata : Maksudnya adalah mencari Wajah Allah dalam seluruh ibadah, baik yang zhahir maupun yang bathin serta ingin mendekat disisi-Nya. Berpaling dan meninggalkan seluruh agama yang berseberangan dengan agama tauhid. (Tafsir Karimir Rahman)
Diantara dalil tentang kewajiban ikhlas karena adalah juga sebagaimana yang disabdakan Rasulullah : “Inallaha yuqbalu minal ‘amali illa maa kaana lahu khaliisa wabtughiya bihi wajahuhu” Sesungguhnya Allah tidak menerima dari semua jenis amalan kecuali yang murni, ikhlas untuk_nya dan untuk mencari wajah-Nya. (H.R Imam an Nasa’i, dishahihkan oleh Syaikh al Albani). 
Dalil yang lainnya hadits yang diriwayatkan dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh, Umar bin Khaththab, dia berkata  : “Sami’tu rasulullahi yaquulu : Innamaal a’malu binniyaati, wa innamaa likullim ri-in maanawa” Aku telah mendengar Rasulullah bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim). 
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata tentang sabda Rasulullah tentang amal tergantung niatnya. Secara bahasa niat berarti maksud dan tujuan. Adapun secara istilah syar’i, niat artinya adalah kuatnya hati untuk melakukan suatu ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Syarah Hadits Arba’in). 
   
Kedua : Sesuai dengan syariat atau ittiba’ kepada Rasulullah.
Diantara dalilnya adalah sabda Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam : “Man ‘amala ‘amalan laisa ‘alaihi amrunaa fahuwa raddun”. Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami maka (amalannya) tertolak. (H.R Imam Muslim).
Berkata al Hafizh Ibnu Rajab al Hambali : Hadits ini secara konteks menunjukkan bahwa setiap amalan yang tidak ada perintah syar’i di dalamnya maka amalan tersebut ditolak. Sebaliknya dapat dipahami pula bahwa setiap amalan yang ada perintahnya maka amalan tersebut diterima. Maksud perintah  disini adalah agama dan syariatnya.
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Ketahuilah bahwa mutaba’ah, mengikuti perintah dan contoh dari Nabi, tidak akan tercapai apabila amalan itu sesuai dengan tuntunan syar’i pada enam perkara :
Pertama : Sebabnya. Hendaklah amalan itu sesuai pada sebabnya. Apabila ada yang melakuka ibadah karena satu sebab yang bukan dari syariat maka ibadahnya tertolak. Misalnya ada orang yang setiap kali masuk rumah dia shalat dua rakaat dan menjadikannya sebagai  sunnah maka amalan tersebut tertolak. 
Kedua : Jenisnya. Misalnya ada orang yang berkurban dengan kuda, maka ibadah kurbannya tertolak, tidak diterima, karena kurban dengan jenis kuda menyelisihi syariat. Ibadah kurban hanya pada unta, sapi dan kambing.
Ketiga : Kadar dan ukurannya. Misalnya seorang berwudhu’ dengan membasuh setiap anggota wudhu empat kali, maka yang keempat tertolak, karena dia telah menambah kadar dan ukuran, yang seharusnya tiga kali.
Keempat : Tata caranya.  Andaikata ada orang yang shalat dan dia sujud sebelum ruku’ maka shalatnya batal, tidak diterima karena ia tidak mengikuti tuntunan syariat dalam tata cara ibadah.
Kelima : Waktunya.  Andaikata ada yang shalat sebelum masuk waktunya maka shalatnya tidak diterima karena ia beribadah pada waktu yang tidak ditentukan oleh syariat.
Keenam : Tempatnya. Andaikata seseorang melakukan ibadah i’tikaf bukan di masjid, misalnya i’tikaf di sekolahan atau di rumah maka i’tikafnya tidak sah karena tidak mencocoki syariat dalam hal tempatnya.
Ketahuilah saudaraku bahwa suatu ibadah yang dilakukan tapi sebabnya, jenisnya, kadar dan ukurannya, tata caranya, waktunya dan tempatnya tidak sesuai dengan tuntunan syariat maka itu namanya menyelisihi. Menyelisihi Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam. Kalau dalam beribadah kita tidak mengikuti  Rasulullah lalu petunjuk ibadah siapa yang kita ikuti. Bukankah Rasulullah yang membawa risalah Islam ini kepada kita. Bukankah beliau manusia yang paling tahu tentang cara cara beribadah di dalam Islam dan wajib bagi kita untuk mengikuti beliau.
Sungguh wajiblah kita takut kalau beribadah tidak sesuai dengan syariat, tidak ittiba’ atau tidak mengikuti cara yang diajarkan Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam. Ibadah kita bukan hanya sekedar tertolak tapi lebih dari itu kita akan mendapatkan ancaman Allah. 
Ingatlah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah  berfirman : “Fal yahdzaril ladziina yukhaalifuuna ‘an amrihii an tushiibahum fitnatun au yushibahum ‘adzaabun aliim” Maka hendaklah orang orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. (Q.S an Nuur 63).   
        
Semoga Allah memberi petunjuk dan kekuatan kepada kita semua untuk selalu beribadah dengan ikhlas karena Allah Ta’ala dan ittiba’ yaitu mengikuti cara yang diajarkan Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam.
Mudah mudahan ada manfaatnya. Wallahu A’lam. (211).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar