Rabu, 04 Februari 2015

KEUTAMAAN SHALAT BERJAMAAH



KEUTAMAAN SHALAT BERJAMAAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah
Jika kita perhatikan kondisi sebagian saudara saudara kita, mudah-mudahan Allah menunjuki kita semua, banyak yang mengabaikan shalat berjamaah dengan berbagai alasan. Padahal seorang muslim diperintahkan untuk memakmurkan masjid dan shalat berjamaah adalah cara yang paling utama bagi seorang muslim untuk memakmurkan masjid.

Sungguh masjid adalah tempat yang paling dicintai Allah dipermukaan bumi.  Rasulullah bersabda : “Ahabbul biladi ilallah masajidahaa wa abghadhul bilaadi ilallahi aswaaqahaa”. Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid dan tempat yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar (H.R Imam Muslim). 

Kewajiban memakmurkan masjid
Allah berfirman : “Innama ya’muru masajidallahi man amana billahi wal yaumil akhiri wa aqamash shalata wa ataz zakata wa lam yakhsya illallaha. Fa’asaa ulaaika aiyakuunuu minal muhtadiin”. Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang orang  yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan (tetap) melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apapun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang orang yang mendapat petunjuk. (Q.S at Taubah 19) 

Ketahuilah bahwa memakmurkan masjid mempunyai dua sisi yaitu :

Pertama :  Memakmurkan secara fisik diantaranya adalah dengan membangun masjid, merenovasi, memperluas, menyiapkan peralatan yang diperlukan,  memelihara kebersihan, kerapihan dan keamanannya. Alhamdulilah ini sudah dilakukan sehingga, sebagaimana yang kita lihat, sunguh sangat banyak masjid kita yang indah dan megah. Bahkan kita bisa mengatakan bahwa di Jakarta saat ini, tidak ada masjid yang keadaan bangunannya dibawah dari keadaan bangunan masjid Nabawi di zaman Rasulullah.

Rasulullah bersabda : “Man banayillahi masjidan walau kamafhashi qathatin au ashghara banallahu lahu baitan fil jannah.” Barang siapa membangun masjid karena Allah (meskipun hanya) sebesar sarang burung atau yang lebih kecil darinya, niscaya Allah akan membangun untuknya rumah di Surga. (H.R Ibnu Majah dan al Baihaqi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
 
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Siapa yang membangun masjid” maknanya bersifat nakirah untuk menyeluruh pada jenisnya, sehingga masuk yang besar dan yang kecil. Bahkan pahala tersebut berlaku pada orang yang bersedekah walaupun hanya satu bata saja atau yang senilainya. Wallahu a’lam. (Fathul Bari)

Hadits ini menjadi sandaran dan berita gembira  bagi orang orang yang senantiasa mengeluarkan tenaga dan  hartanya untuk memakmurkan rumah Allah secara fisik

Kedua : Memakmurkan masjid “secara maknawi” yaitu menghidupkan masjid dengan berbagai kegiatan agama terutama dengan  shalat berjamaah. Melakukan kegiatan pendidikan dalam arti luas, membaca al Qur’an, dzikir dan doa, kegiatan sosial kemasyarakatan, kesehatan dan masih banyak yang lain. Dan pada kenyataannya hal ini masih perlu menjadi perhatian kita semua terutama untuk memakmurkan masjid dengan shalat berjamaah.

Fenomena sebagian pengurus Takmir masjid.
Pengurus masjid atau biasa juga disebut dengan pengurus takmir yaitu pengurus yang mendapat amanah dari jamaah untuk memakmurkan masjid. Umumnya pengurus ini selalu berusaha untuk memakmurkan masjid secara fisik. Alhamdulillah ini telah mereka lakukan dengan baik. Kita bangga dan berterima kasih kepada pengurus ini karena telah menciptakan kenyamanan bagi jamaah untuk shalat berjamaah di masjid.  Keadaan bangunan, kebersihan, kerapihan dan keamanan masjid telah terjaga dengan baik berkat usaha yang sungguh dari para takmir tersebut. Semoga Allah memberikan pahala dan kebaikan bagi mereka di dunia dan di akhirat. 

Amat disayangkan ada pula diantara pengurus masjid di negeri kita yang tidak memakmurkan masjid secara maknawi. Ada diantara mereka yang jarang bahkan sangat jarang shalat berjamaah di masjid. Tapi sebagai muslim kita haruslah mengedepankan prasangka baik kepada orang orang tersebut barangkali memiliki udzur yang dibenarkan oleh syari’at. Mereka  memiliki udzur syar’i sehingga terhalang  datang ke masjid untuk shalat berjamaah. Kita berdoa kepada Allah agar kita dan semua saudara saudara kita diberikan kekuatan oleh Allah untuk senantiasa istiqamah dalam melakukan shalat berjamaah di masjid.
    
Kutamaan shalat berjamaah
Melazimkan shalat berjamaah di masjid adalah salah satu bukti bahwa seseorang itu telah melakukan sesuatu yang sangat agung dalam rangka memakmurkan masjid secara maknawi. Ini adalah suatu yang lebih utama. Dan kenyataan saat ini, semoga Allah memberi petunjuk kepada kita semua, berapa banyak masjid dibangun dengan sangat bagus dan makmur secara fisik tapi tidak makmur secara maknawi.

Apa hukum shalat berjamaah di masjid bagi laki-laki tidaklah dibahas dalam tulisan ini. Hukum shalat berjamaah di masjid  mencakup hal-hal yang sangat luas. Ada   beberapa pendapat ulama dalam hal ini dan tentu pendapat yang satu bisa lebih rajih dari yang lainnya.  Sungguh ini memerlukan pembahasan tersendiri  yang sebaiknya dilakukan oleh orang orang yang lebih berilmu. Disini hanya akan disebutkan beberapa manfaat dan keutamaan shalat berjamaah.

Dengan mengetahui manfaat dan keutamaannya, mudah-mudahan sudah bisa mendorong seorang hamba untuk melazimkan shalat berjamaah di masjid. Sungguh sangatlah banyak keutamaan itu baik yang dijelaskan al Qur’an maupun as Sunnah. Pada kesempatan ini hanya akan disebutkan sebagian kecil saja yang  diantaranya adalah : 
 
Pertama :  Bukti patuh pada perintah Allah dan RasulNya.
Sebagai hamba yang beriman, kita berkewajiban untuk patuh  kepada Allah dan RasulNya termasuk dalam cara cara beribadah. Allah berfirman : “Wa aqimush shalata wa aatuz zakaata war ka’u ma’ar raaki’in. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang yang rukuk. (Q.S al Baqarah 43).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan tentang ayat ini bahwa : Hendaklah kalian bersama orang orang beriman dalam berbagai perbuatan mereka yang terbaik. Dan yang paling utama dan sempurna dari semua itu adalah shalat. Dan banyak ulama yang menjadikan ayat ini sebagai dalil bagi diwajibkannya shalat berjamaah. 

Syaikh Abdurrahman  bin Nashir as Sa’di dalam kita Tafsirnya menjelaskan : “Dan rukuklah bersama orang  yang rukuk” maksudnya shalatlah bersama orang orang yang shalat. Dalam hal ini ada suatu perintah untuk shalat berjamaah dan kewajibannya.

Ketahuilah bahwa sungguh Rasulullah senantiasa shalat berjamaah di masjid bersama para sahabat. Dan kita sebagai pengikut beliau haruslah berusaha dengan sungguh sungguh untuk  melazimkannya pula sebagaimana yang dicontohkan beliau. 
          
Dalam sebuah riwayat disebutkan : “Inna Rasulullahi shalallahu ‘alaihi wasallam ‘allamnaa sunanul huda, wa inna min sunanil huda shalata fil masjidil ladzi yuadzdzanu fiih.”  (Dari Ibnu Mas’ud) Sesungguhnya Rasulullahi salallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan kepada kami jalan-jalan petunjuk. Dan diantara jalan jalan petunjuk itu adalah shalat di masjid yang dikumandangkan adzan didalamnya. (H.R Muslim)

Kedua : Lebih utama dan lebih suci dari shalat sendiri.
Sungguh shalat berjamaah lebih utama dan lebih suci dari shalat sendirian. Rasulullah bersabda : “Shaalatul jamaa’ati tafdhulu shalaatal fadzdzi bikhamsin wa’isyriina darajah (rawaahul bukhari. Wa fii riwaayatin : bisam’in wa’isyrina darajah”.
 Shalat berjamaah itu lebih utama 25 derajat dari pada shalat sendirian. (H.R Bukhari). Dalam riwayat lain disebutkan (lebih utama) 27 derajat.  (Fathul Bari). 
       
Sungguh Rasulullah telah mengingatkan bahwa shalat berjamaah itu, meskipun dengan jumlah jamaah yang sedikit, tapi ia lebih suci disisi Allah daripada shalat sendiri sendiri meskipun jumlah orangnya jauh lebih banyak. 
 
Rasulullah bersabda : “ Shalat dua orang laki-laki dengan salah seorang menjadi imam adalah lebih suci di sisi Allah daripada shalat empat orang secara sendiri sendiri. Shalat empat orang dengan salah seorang dari mereka menjadi imam adalah lebih suci disisi Allah daripada shalat delapan orang secara sendiri sendiri. Dan shalat delapan orang dengan salah seorang dari mereka menjadi Imam adalah lebih suci disisi Allah daripada shalat 100 orang secara sendiri sendiri. (Lihat Shahihul Jami’).

Ketiga : Dosa-dosa diampuni.
Sesungguhnya shalat berjamaah adalah salah satu diantara sebab diampuninya dosa-dosa seorang hamba bahkan dosanya yang telah lalu.

Rasulullah bersabda :  “Idzaa faqaalal imamu : ghairil maghdhuubi ‘alaihim  waladh dhaalliin, faquluu  : Aamiin, fainnahu man waafaqa qauluhu qaulal malaaikati ghufiralahu ma taqaddama min dzambih.” Jika imam mengucapkan ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaaliin, maka ucapkanlah “aamiin” karena sesungguhnya siapa yang ucapan (aamiinnya) bersamaan dengan ucapan malaikat, niscaya akan diampuni dosa dosanya yang telah lalu (Muttafaq ‘alaih). 
   
Rasulullah bersabda : “Idza qalal imamu : Sami’allahu liman hamidah, faquuluu : Allahumma rabbana lakal hamdu, fainnahu man waafaqa qauluhu qaulal malaaikati ghufiralahu maa taqaddama min dzambih.” Jika imam mengucapkan : sami’ Allahu liman hamidah, maka ucapkanlah : Allahhumma rabbana lakal hamd, Karena sesunguhnya siapa yang ucapannya bersamaan dengan ucapan malaikat, niscaya akan diampuni dosa dosanya yang telah lalu. (Mutafaq ‘alaih) 

Rasulullah bersabda : “Man tawadhdha’ lishshalaati fa asbaghal wudhuu-a, syumma masya ilash shalaatil  maktuubati, fashallahaa ma’annasi au ma’al jama’ati au fil masjidi ghafarallaahu lahu dzunuubah.”Barang siapa yang berwudhu’ untuk shalat dan ia menyempurnakan wudhu’nya, lalu berjalan (untuk menunaikan) shalat wajib dan ia shalat bersama manusia atau bersama jamaah atau didalam masjid, niscaya Allah mengampuni dosa dosanya (H.R Imam Muslim).  

Keempat : Diangkat derajatnya dan surga baginya.
Sungguh seorang hamba yang senantiasa shalat berjamaah di masjid akan memperoleh banyak kebaikan, derajat yang tinggi disisi Allah dan surgalah tempat tinggalnya.

Rasulullah bersabda : “Man raaha ila masjidil jamaa’ati fakhuthwatun tamhuu saiyatun wa khuthwatun taktubu lahu hasanatun dzahiban waraji’an” Siapa yang berangkat ke masjid (untuk shalat) berjamaah maka langkah (yang satu) menghapus satu keburukan dan langkah (yang lain) menuliskan baginya satu kebaikan, saat pergi dan kembali (Shahihut Targhib wat Tarhib).

Rasulullah bersabda : “Man tathahhara fii baitihi syumma masya ila baitin min buyutillah liyaqdhiya faridhatan min faraa-idillahi kaanat khuthwataahu ihdaahuma tahuththu  khathiiatan wal ukhra tarfa’u  darajah.” Siapa yang berwudhu’ di rumahnya lalu berjalan menuju rumah di antara rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban (dari) Allah maka salah satu dari kedua langkahnya menghapus dosa-dosa dan yang lain meninggikan derajatnya. (H.R Imam Muslim)  
  
Rasulullah bersabda : “Man ghadaa ilal masjidi waraaha a’adalallahu lahu nuzulan minal jannati kullama ghadaa waraah.”  Siapa yang pergi menuju masjid dan pulang (darinya) niscaya Allah menyediakan tempat tinggal baginya di surga setiap kali ia pulang pergi. (Mutafaq ‘alaih).

Kelima : Seperti shalat sepanjang malam.
Pada zaman sekarang mungkin tidak ada orang yang mampu shalat sepanjang malam apalagi terus menerus. Tapi seseorang bisa mendapatkan nilai shalat sepanjang malam yaitu dengan melaksanakan shalat Isya’ berjamaah karena menyamai shalat separuh malam dan shalat Shubuh berjamaah yang nilai menyamai shalat sepanjang malam. 

Rasulullah telah bersabda tentang hal ini : “Man shallal ‘isya’ fii jamaa’atin faka-annamaa qama nishfal laili waman shallash shubha fii jamaa’atin faka-annamaa shallal laila kullah”. Siapa yang shalat ‘Isya berjamaah maka seakan akan ia shalat separuh malam. Dan barang siapa yang shalat Shubuh berjamaah, maka seakan akan ia shalat sepanjang malam H.R Imam Muslim).

Keenam : Mendapat naungan dan jaminan Allah. 
Seorang muslim yang senantiasa melakukan shalat berjamaah maka hatinya akan  terpaut dengan masjid. Dia setiap saat ingin kembali lagi ke masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah. Dan sebagaimana dijelaskan oleh Rasullah, dia termasuk satu diantara tujuh golongan yang mendapat naungan Allah di hari Kiamat. 

Rasulullah bersabda : “Sab’atun yuzhilluhumullahi fii zhillihi yauma laa zhilla illa zhillahu … wa rajulun qalbuhu mu’allaqun fiil masaajid.” Tujuh golongan manusia yang Allah akan menaunginya pada hari Kiamat saat tiada lagi naungan kecuali naunganNya …laki-laki yang hatinya senantiasa bergantung kepada masjid-masjid. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Selain itu, Allah akan menjaganya bahkan menjadikan hamba tersebut berada dalam jaminan dan tanggungannya dengan shalat shubuhnya secara berjamaah.  
Rasulullah bersabda :  “Man shallash shubha fii jamaa’atin fahuwa fii dzimmatillah”.  Barang siapa melakukan shalat shubuh dengan berjamaah maka dia dalam jaminan Allah. (Shahihut Targhib wat Tarhib).

Ketujuh : Kesempatan berdoa yang tidak ditolak.
Dalam berdoa banyak tempat dan waktu,  sebab atau keadaan yang membuat doa seorang hamba tidak ditolak. Diantaranya adalah jika seseorang berdoa antara adzan dan iqamah. Dan kesempatan ini mudah diperoleh seseorang   yang senantiasa shalat berjamaah di masjid.

Rasulullah bersabda : “Addu’a-u laa yuraddu bainal adzaani wal iqaamah”  Doa antara adzan dan iqamat adalah tidak ditolak.  (Shahihul Jami’)

Kedelapan : Terhindar dari kelalaian dan terhindar dari neraka wail.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengancam orang orang lalai dalam shalat dan mengakhirkan waktunya. Allah berfirman : “Fawailul lil mushallina. Alladzina hum ‘an shalatihim saahuun.” Maka kecelakaanlah (neraka wail) bagi orang orang yang lalai dari shalatnya. (Q.S al Maa’un 4-5).

Seorang hamba yang senantiasa menjaga shalat berjamaah maka sungguh dia terhindar dari melalaikan shalatnya karena dia akan segera berangkat ke masjid jika mendengar adzan bahkan bisa lebih awal dari itu.

Rasulullah juga bersabda : “Layantahiyanna  aqwaamun ‘an wad’ihimul jamaa’ati au layakhtimannallahu ‘ala qulubihim syumma layakuununna minal ghafiliin.”  Sungguh beberapa kaum benar benar akan menghentikan (kebiasaannya) meninggalkan shalat berjamaah atau Allah benar benar akan mengunci mati hati mereka lalu mereka benar benar termasuk orang orang yang lalai (H.R Ibnu Majah). 

Shalat berjamaah di rumah ?
Ada sebagian dari saudara saudara kita yang lebih mengutamakan melakukan  shalat fardhu dengan  berjamaah di rumah bersama keluarga. Diantara alasannya adalah untuk mengimami keluarganya. Sekalian juga untuk  mendidik keluarga terutama anak anak agar terbiasa shalat pada waktunya dan berjamaah. Sungguh ini sepintas kelihatan  baik karena paling tidak ada dua manfaat yang ingin didapat yakni tarbiyah atau pendidikan kepada keluarga  terutama  anak anak dan juga  melakukan shalat awal waktu.

Shalat berjamaah di rumah yaitu shalat bersama sama  baru memenuhi makna shalat jamaah secara bahasa   karena telah melakukan shalat bersama sama atau berjamaah. Tapi ketahuilah yang dimaksud shalat berjamaah yang syar’i  dan sesuai petunjuk adalah shalat bersama imam di masjid atau di mushalla. Bukan di rumah meskipun disebagian ruangan rumah di adakan tempat shalat yang khusus.

Ada satu kisah yaitu tentang Syaikh Abdul Aziz bin Baz, seorang ulama besar Saudi Arabia, bekas Rektor Universitas Islam Madinah, bekas Ketua Lajnah Daimah yaitu Dewan Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia. Pada suatu kali beliau bersama beberapa tamu penting lainnya diundang oleh salah satu Duta Besar di Riyadh untuk berbuka puasa Ramadhan di rumahnya.

Selesai berbuka, ketika hendak shalat maghrib, tuan rumah berkata kepada Syaikh   : Kita shalat di rumah dengan berjamaah, wahai Syaikh. Mendengar itu Syaikh bin Baz terdiam sejenak lalu memukulkan tongkatnya ke tanah dan bangkit seraya berkata : “Man sami’an nadaa-a falam yaktihi falaa shalaata lahu illaa min ‘udzri”. Barangsiapa mendengar panggilan adzan lalu ia tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya kecuali karena ada suatu udzur (halangan) H.R Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh al Albani). 
   
Syaikh melanjutkan perkataannya : Berdirilah dan pergilah ke masjid. Maka orang orang semua berdiri dan melakukan shalat berjamaah di Masjid. (Dari Kitab Akhlak dan keutamaan Syaikh bin Baz)

Jadi Syaikh Bin Baz sebagai orang yang berilmu mengingkari untuk melakukan shalat berjamaah di rumah  meskipun sang Duta Besar telah menyediakan tempat shalat yang sangat kondusif di rumahnya. 

Teladan dari salafus shalih dalam mengutamakan shalat berjamaah 
Para salafus shalih sangat mengutamakan shalat berjamaah diantaranya karena : 

Pertama : Mereka mengetahui betul bahwa ini adalah sesuatu yang diajarkan Rasulullah maka mereka mengikuti dan menjaganya dengan baik

Kedua :  Mereka mengetahui betul tentang kewajiban shalat berjamaah di masjid serta paham pula terhadap   manfaat atau keutamaan yang akan diperoleh dengan  shalat berjamaah.

Ketiga : Mereka sangat tamak dalam  beramal dan selalu ingin mendapatkan manfaat yang terbaik dari amal amal yang utama.

Diantara kisah teladan dari salafus shalih dalam mengutamakan shalat berjamaah adalah :

Pertama : Umar bin Khaththab.
Pada suatu kali Umar keluar pergi ke kebun miliknya. Lalu dia pulang dan mendapati orang orang telah selesai melakukan shalat ‘ashar secara berjamaah. Beliau menganggap ini adalah musibah  besar bagi dirinya. Lalu beliau mengucapkan : “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, aku telah ketinggalan shalat ‘ashar berjamaah, maka aku meminta kalian jadi saksi bahwa kebunku tersebut aku sedekahkan kepada orang-orang miskin” Maksudnya adalah agar menjadi kafarah atas perbuatannya yang lalai terhadap shalat berjamaah pada hal hanya satu kali.  
  
Kedua : Abdullah bin Umar
Beliau berkata : Kami jika mendapati seseorang tidak melakukan shalat ‘Isya dan Shubuh berjamaah maka kami berpraduga kepadanya bahwa dia telah munafik. Ini karena Rasulullah telah bersabda : “Laisa shalatan atsqalu ‘alal munafiqina minal fajri wal ‘isya-i wa lau ya’lamuuna maa fiihimaal atauhuma wa lau habwa …” Tidak ada shalat yang lebih berat menurut orang-orang munafik melebihi (beratnya) shalat shubuh dan ‘isya. Dan seandainya mereka mengetahui pahala pada keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya (untuk shalat berjamaah) meskipun dengan merangkak …(Mutafaq ‘alaihi)

Ketiga : Sa’id bin Musayyab.
Sa’id bin Musayayab seorang Tabi’in senior pernah berkata : Tidaklah muadzin mengumandangkan adzan semenjak tiga puluh tahun kecuali aku sudah berada di masjid. 

Sungguh adalah kewajiban setiap muslim untuk memakmurkan masjid baik secara fisik maupun secara maknawi yaitu dan terutama dengan shalat berjamaah.
Jika kita betul-betul berusaha memahami keutamaan shalat berjamaah yang demikian banyak dan sebagian kecilnya telah diuraikan di atas maka dengan memohon pertolongan Allah kita akan berusaha untuk tidak mengabaikannya sedikitpun.
Bukankah Rasulullah dan para sahabat serta orang-orang shalih senantiasa shalat berjamaah di masjid. Lalu apakah kita akan mengabaikannya. 

Kisah Umar bin Khaththab, Abdullah bin Umar serta Sa’id bin Musayyab diatas kiranya memberikan motivasi yang kuat bagi kita untuk selalu menjaga dan melazimkan shalat berjamaah di masjid. 

Wallahu A’lam.  (197)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar