Kamis, 26 Februari 2015

KHAWATIR JIKA AMAL TERHAPUS



KHAWATIR JIKA AMAL TERHAPUS

Oleh : Azwir B. Chaniago

Seorang hamba, setiap saat senantiasa melakukan amal shalih yang dilandasi iman dan takwa. Amal shalih yang telah dilakukan itu akan berada pada berbagai keadaan.

Pertama : Diterima, karena memenuhi syaratnya yaitu ikhlas dan ittiba’.

Kedua  : Ditolak, karena beramal tidak dengan ilmu sehingga amalnya menjadi tidak memenuhi syarat atau cara yang benar dalam timbangan menurut syariat.

Ketiga : Diterima kemudian  terhapus karena berbagai sebab.  Seorang hamba tentulah sangat khawatir jika ini terjadi. Sebab amal adalah bekal utama untuk menuju kampung akhirat.

Keempat : Jika Allah berkehendak, bisa jadi berada pada keadaan selain  yang tiga diatas, Allahu A’lam.

Yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah tentang kekhawatiran, sesuai judul tulisan ini yaitu  jika suatu amal yang sudah dikerjakan terhapus. 

Ketahuilah bahwa suatu amal bisa terhapus terutama karena berbuat kesyirikan dan melakukan riya’ yaitu dipamerkan atapun sum’ah yaitu diperdengarkan serta dibangga banggakan sehingga jatuh kepada sombong dan ujub terhadap amalnya. 

Selain itu yang juga akan menghapuskan amal adalah berbicara dengan meninggikan suara melebihi suara Nabi. Allah berfirman : “Ya aiyuhal ladzina aamanuu laa tarfa’uu ashwaatakum fauqa shautin nabiyyi, walaa tajharuu lahuu bilqauli kajahri ba’dhikum liba’din, an tahbatha a’malukum wa antum laa tasy’uruun”. Wahai orang orang yang beriman. Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi. Dan janganlah kamu berkata   kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak mengetahui. (Q.S al Hujuurat 2)

Dikisahkan dalam sebuah hadits bahwa : Ada seorang sahabat dari Anshar yaitu Tsaabit bin Qais. Dia dikenal mempunyai suara yang keras, lantang dan fasih dalam berbicara. Dengan kefasihannya berbicara maka dia ditunjuk oleh kaum Anshar sebagai juru bicara untuk mewakili mereka pada saat Rasulullah pertama kali datang ke Madinah dalam rangka hijrah. Tsaabit berkata kepada Rasulullah : Kami akan melindungi engkau sebagaimana kami melindungi diri kami dan anak anak kami.
Rasulullah menjawab dengan sabda beliau : Balasan bagi kalian adalah surga. Lalu orang orang  Anshar berkata : Kami rela (dengan balasan itu) H.R al Hakim dalam Mustadrak.  

Ketahuilah saudaraku, bagaimana seorang sahabat yang sangat takut jika amalnya terhapus sebagaimana  Tsaabit bin Qais ketika mendengar surat al Hujurat ayat 2 ini turun.
 Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa : Mengetahui ayat ini turun, Tsaabit berdiam diri di rumah dengan wajah tertunduk sedih. Menghilang dan menghindar dari Rasulullah untuk beberapa waktu. Bahkan dia menganggap bahwa dirinya adalah penghuni neraka. Ia sangat khawatir pahala amalnya terhapus karena suaranya yang keras yaitu sebagaimana ancaman yang terkandung dalam ayat tersebut. 
Nabipun merasa kehilangan Tsaabit karena tidak  kelihatan beberapa waktu. Lalu seorang lelaki mengatakan kepada Rasulullah : Aku akan mencari tahu tentang dirinya untukmu.
Lelaki itu mendatangi dan menemukan Tsaabit dalam keadaan sedih dan kepala menunduk di rumahnya. Ia pun bertanya : Ada apa denganmu (wahai  Tsaabit) ? Tsaabit menjawab : Sungguh sangat buruk. (Aku) telah meninggikan suara di atas suara Nabi. Sungguh amalanku telah terhapus  dan aku menjadi penghuni neraka.
Mendengar itu, si lelaki itu mendatangi Rasulullah guna menyampaikan isi hati, kegundahan dan kesedihan Tsaabit. Akhirnya kabar gembira datang dari Rasulullah tidak hanya sekedar meluruskan pemahaman Tsaabit tentang ayat itu dan menenangkannya. Bahkan beliau menegaskan kalau dirinya termasuk penghuni syurga.
Rasulullah bersabda kepada lelaki itu : “Pergilah datangi (lagi) dia. Katakan kepadanya engkau tidak termasuk penghuni neraka. Akan tetapi engkau adalah penghuni surga”.  (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Demikianlah  kisah Tsaabit yang sangat takut amalnya terhapus karena bersuara keras kalau berbicara.        
Lalu mungkin ada yang bertanya : Sekarang Rasulullah sudah wafat jadi tidak ada lagi kemungkinan kita berbicara dengan meninggikan suara diatas suara Nabi.  Tentang hal ini, Imam Ibnul Qayyim berkata : Apabila mengangkat suara  lebih tinggi daripada suara beliau itu menjadi sebab terhapusnya amalan, lantas bagaimana dengan  orang orang yang mendahulukan akal mereka, perasaan mereka, politik mereka atau pengetahuan mereka dari pada ajaran yang beliau  bawa  dan mengangkat itu semua diatas sabda sabda beliau. Bukankah itu semua lebih pantas lagi untuk menjadi sebab terhapusnya  amal  mereka. (Adh Dhau’ al Munir ‘ala Tafsir)
Wallahu A’lam. (217).   

    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar