Senin, 09 Februari 2015

SUJUD SYUKUR DISYARIATKAN



SUJUD  SYUKUR MEMANG DISYARIATKAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah
Sungguh nikmat Allah sangatlah banyak dan terus menerus datang kepada kita sehingga tidak mungkin kita mampu menghitungnya. Allah berfirman : “Wain ta’uddu ni’matalahi laa tuhshuhaa” Dan jika kalian menghitung nikmat Allah maka engkau tidak akan mampu menghitungnya.(Q.S Ibrahim 34). Oleh karena itu adalah merupakan kewajiban kita sebagai hamba untuk senantiasa bersyukur.

Tiga tempat syukur yang saling berkait tidak boleh dipisah
 Para ulama menjelaskan bahwa kesempurnaan  syukur seorang hamba ada pada tiga tempat. Ketiga tempat ini saling terkait dan tidak boleh dipisahkan yaitu :

Pertama : Syukur dengan hati. Maksudnya adalah senantiasa membenarkan dengan hati bahwa semua nikmat adalah datang dari Allah, tidak ada sedikitpun dari yang lain. Andaikata pada suatu waktu kita diberi sesuatu berupa materi ataupun yang lainnya oleh seseorang, maka kita harus meyakinkan dalam hati kita bahwa hakikatnya itu adalah pemberian atau nikmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang memberi tadi sebenarnya adalah perantara saja.

Kedua : Syukur dengan lisan. Maksudnya adalah senantiasa memuji Allah dengan berbagai nikmat-Nya diantaranya adalah dengan selalu membaca hamdalah. Juga pada kesempatan tertentu kita boleh menyebut nyebut nikmat yang kita terima. Allah berfirman : Wa-ammaa bini’mati rabbika fahaddits. Dan terhadap nikmat (dari) Rabb-mu hendaklah engkau sebut sebut (Q.S ad Duhaa 11). Menyebut nyebut nikmat Allah disini maksudnya adalah dalam rangka bersyukur, tidak dalam rangka berbangga  dihadapan orang orang.

Ketiga : Syukur dengan perbuatan. Maksudnya adalah dengan senantiasa menggunakan segala nikmat Allah untuk melakukan ketaatan kepada Allah. Sungguh melakukan ketaatan dengan memperbanyak ibadah kepada Allah adalah bagian penting dari tanda syukur kita kepada Allah Ta’ala.

Melakukan sujud sebagai ungkapan syukur
Salah satu cara yang disyariatkan pula  dalam mengungkapkan rasa syukur adalah sebagaimana yang diajarkan Rasulullah yaitu dengan melakukan sujud syukur. Dalam Kitab Zaadul Ma’ad Imam Ibnul Qayyim berkata : Diantara kebiasaan Nabi dan para sahabat, bersujud ketika datang kenikmatan baru yang menyenangkan atau tatkala keburukan yang besar hilang. Imam Ibnul Qayyim  menyebutkan beberapa contoh, diantaranya  :

Pertama : Dahulu Nabi bersujud ketika Ali bin Abi Thalib menulis risalah kepada beliau perihal keislaman suku Hamdan.

Kedua :  Abu Bakar ash Siddiq melakukan sujud syukur tatkala  berita terbunuhnya Musailamah al Kadzdzab (si nabi palsu) sampai kepadanya.

Ketiga : Ali bin Abi Thalib melakukan sujud syukur saat menemukan Dza ats Tsudaiyah di tengah tengah orang Khawarij yang tewas.

Keempat : Ka’ab bin Malik bersujud syukur ketika datang berita gembira  bahwa Allah Ta’ala menerima taubatnya. 

Rasulullah bersabda : Dari Abu Bakrah, bahwa sesungguhnya Nabi Salllahu ‘alaihi wasallam ketika kedatangan hal yang menyenangkan beliau menundukkan tubuh untuk bersujud sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah (H.R Abu Dawud, at Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh al Albani).
  
Sujud syukur tidak setiap saat.
Seorang muslim tidak akan pernah lepas dari nikmat Allah yang terus menerus datang kepadanya, bahkan dia tidak mampu menghitungnya. Suatu hal yang ada baiknya untuk diketahui adalah bahwa sujud syukur hanya dilakukan ketika datang atau adanya nikmat nikmat yang sangat besar dan tidak rutin atau terhindar dari bahaya besar.

Imam an Nawawi berkata bahwa (sujud syukur) tidak di sunnahkan pada nikmat yang terus menerus datang. Oleh karena itu, nikmat bisa bernafas dengan lega, makan dan minum, meskipun termasuk nikmat yang besar, namun terjadi terus menerus maka tidaklah di sunahkan untuk sujud syukur setiap saat atau setiap hari. Seandainya disyariatkan dalam setiap momen di atas, ia akan bersujud terus menerus sepanjang waktu.
Akan tetapi yang disunahkan bagi seorang hamba untuk bersujud ketika mendapat nikmat yang tidak setiap saat datang seperti kelahiran anak, dimudahkan dalam menikah, atau datangnya orang yang sudah lama dicari cari sampai harapan hampir putus atau mendengar berita kemenangan kaum musliman atas orang kafir.
Demikian juga disunahkan ketika selamat dari keburukan atau musibah yang amat mencekam, disaat orang lain menjadi korban. (Syarh Riyaadish Shalihin, Syaikh al Utsaimin). 

Mungkin sering juga kita melihat diantara saudara saudara kita yang setiap waktu sesudah shalat wajib lalu melakukan sujud (syukur), karena merasa telah mendapat nikmat yang besar yaitu bisa  istiqamah dalam melaksanakan shalat pada waktunya. Untuk yang seperti ini tidaklah disunahkan melakukan sujud syukur karena  nikmat bisa melakukan shalat wajib insya Allah diperoleh seorang muslim terus menerus.
Mudah mudahan bermanfaat untuk kita semua. Wallahu A’lam.  (203)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar