Sabtu, 30 April 2016

RASULULLAH TIDAK SUKA MEMPERSULIT MASALAH



RASULULLAH TIDAK SUKA MEMPERSULIT MASALAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sangatlah  beruntung umat Islam karena mereka  mendapat hidayah mengikuti  Nabi yang diutus untuk diteladani dalam segala aspek kehidupan  dunia dan juga untuk keselamatan di akhirat. Beliau menjadi suri tauladan terutama bagi umatnya dalam hal aqidah, ibadah, akhlak dan muamalah.

Keteladanan beliau sungguh telah dijelaskan dan dipuji Allah Ta’ala dalam firman-Nya : “Laqad kaana lakum fii rasuulillahi uswatun hasanatun, liman kaana yarjullaha wal yaumil aakhira wa dzakarallaha katsiiraa”. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) ari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (Q.S al Ahdzaab 21).

Imam Ibnu Katsir berkata : Ayat yang mulia ini adalah pokok yang agung tentang mencontoh Rasulullah dalam berbagai perkataan, perbuatan dan prilakunya.  Untuk itulah Allah Tabaaraka wa Ta’ala memerintahkan manusia untuk mensuri tauladani Nabi pada hari Ahzab dalam kesabaran, keteguh, kepahlawanan, perjuangan dan kesabarannya dalam menanti pertolongan dari Rabb-nya. 

Ketahuilah bahwa salah satu keteladanan dari Rasulullah   bagi umat Islam  adalah dalam banyak keadaan beliau tidak suka mempersulit masalah. Beliau senantiasa mencari yang paling mudah dari yang mudah. Termasuk kemudahan yang beliau berikan dalam melaksanakan perintah syariat secara umum. Diantara kemudahan yang beliau ajarkan adalah :

Pertama : Rasulullah bersabda : “Maa nahaitukum anhu fajtanibuhu. Wamaa amartukum bihi faktu minhu matatha’tum.” Apa yang aku larang kalian atasnya maka jauhilah. Dan apa yang aku perintahkan kalian maka lakukanlah semampu kalian (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Kedua : Dari Aisyah Radhiyallahu anha berkata : “Apabila Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam disuruh memilih di antara dua perkara, niscaya beliau memilih yang lebih mudah di antara keduanya, selama itu tidak dosa. Adapun jika itu adalah dosa, maka beliau adalah orang yang paling jauh dari dosa.” (Muttafaq alaih)

Ketiga : Sebuah hadits yang diriwayatkan dari  Abdullah bin Abu Aufa, dia mengatakan bahwa  ada seorang datang (bertanya) kepada Nabi dan berkata : “Inni laa astahi’u an aakhudza minal qur-aan syai-an fa’alimnii maa yujzi-unii minhu”. Saya tidak bisa menghafal sesuatu (ayat) dari al Qur-an. Tolong ajarkan kepadaku sesuatu yang menggantikannya.

Maka beliau bersabda : katakanlah : “Subhanallahi wal hamdulillahi wa laa ilaha illallahu wallahu akbar, walaa haula walaa quwata illaa billahil ‘aliyil ‘azhiim”.
Dia (orang itu) berkata : Wahai Rasulullah, ini semua untuk Allah. Apa yang menjadi bagianku ?. Rasulullah bersabda : “Allahumma arhamnii warzuqnii wa’aafinii wahdinii”. Ya Allah berikanlah kepadaku rahmat, rizki keselamatan dan hidayah … (H.R Abu Dawud dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Dari hadits ini dapat diambil faedah, sesugguhnya Nabi memberi jalan keluar yang mudah bagi orang yang tidak menghafal al Qur-an sedikitpun. Orang tersebut hanya diperintahkan membaca : Subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaha ilallah, wallahu akbar. Kemudahan ini tentulah sementara waktu hingga  orang ini bisa membaca dan menghafal surat al Fatihah dan bacaan bacaan lainnya dalam shalat. 

Keempat : Diantara hadits yang juga menunjukkan kemudahan dari Rasulullah bagi umatnya adalah kemudahan bagi orang yang lupa melakukan shalat. Sebuah hadits dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda : “Man nasiya shalaatan fal yushalli idza dzakarahaa laa kaffaarata lahaa illaa dzalik”. Barangsiapa lupa shalat hendaknya mengerjakannya pada saat mengingatnya, tidak ada tebusan kecuali itu (Mutafaq ‘alaihi). 

Dalam hadits tersebut, Nabi memberi kemudahan bagi orang yang lupa terhadap shalatnya, yaitu dengan dua cara. (1) Memerintahkannya untuk shalat saat mengingatnya. (2) Tidak ada kafarat atau denda baginya karena lupa terhadap shalat.
Imam al Khaththabi berkata : Ini mengandung dua kemungkinan : (1) Ia tidak bisa menggantinya kecuali dengan melaksanakannya. (2) Ia tidak dituntut membayar denda atau sedekah juga tidak menggandakan shalatnya. Ia hanya disuruh mengerjakan shalat yang ditinggalkannya. (Dari ‘Umdatul Qari).

Begitulah pelajaran yang amat berharga bagi kita untuk senantiasa memberi kemudahan dan tidak membuat kesulitan dalam suatu masalah. Lalu bagaimana dengan sebagian manusia di zaman ini yang suka mempersulit sesuatu yang sebenarnya mudah dan memberatkan sesuatu yang sebenarnya ringan. ?.

 Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua.  Wallahu A’lam. (653)       



Tidak ada komentar:

Posting Komentar