Rabu, 27 April 2016

JADIKAN BEKERJA SEBAGAI IBADAH



JADIKAN BEKERJA SEBAGAI IBADAH

Oleh : Azwir B. Chaniago
Sungguh syariat Islam mendorong umatnya  untuk bekerja atau berusaha mencari penghasilan agar bisa membiayai diri dan orang orang yang dibawah tanggungannya. Allah berfirman  : Huwal ladzii ja’ala lakumul ardha dzalullan famsyuu fii manaa kibihaa wa kuluu minrizqihii wa ilaihin nusyuur”.  Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu,yang mudah dijelajahi. Maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (Q.S al Mulk 15)

Allah berfirman : “Fa idza qudhiyatish shalaatu fantasyiruu fil ardhi wabtaghuu min fadhlillahi wadzkurullaha katsiiran la’allakum tuflihuun”. Apabila  shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Q.S al Jumu’ah 10)

Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya yang diriwayatkan dari sebagian salaf bahwa ia berkata : Barangsiapa yang membeli atau menjual sesuatu pada hari jumat setelah shalat, Allah akan memberkahi untuknya 70 kali.

Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari makanan yang dihasilkan dari pekerjaan tangannya sendiri” .(H.R Imam Bukhari)

Ketahuilah bahwa  Islam  memberi kebebasan dalam memilih pekerjaan yang sesuai dengan kecenderungan dan kemampuan setiap orang. Namun demikian, Islam mengatur batasan-batasan, meletakkan prinsip-prinsip dan menetapkan nilai-nilai yang harus dijaga oleh seorang muslim, agar kegiatannya  bekerjan bisa menjadi ibadah sehingga bisa  memberi manfaat yang sangat banyak   di dunia dan di akhirat.

 Diantara batasan-batasan yang harus dijaga adalah :

Pertama : Niat ikhlas dalam bekerja, yaitu meniatkan  bekerja tersebut untuk melaksanakan perintah  serta mencari ridha Allah dan beribadah kepada-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Innamal a’maalu binniyaati wa innama li kullim ri-im maanawaa”. Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu tergantung niat. Dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang diniatkannya. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Oleh karena itu seorang hamba jangan sampai  melupakan niat ikhlas dalam  bekerja, sehingga tidak kehilangan pahala sebagai ibadah  dari pekerjaan yang dia jalani itu.

Kedua : Pekerjaan yang dijalani harus halal dan baik.   Allah Ta’ala  berfirman : “Yaa aiyuhal ladziina aamanuu kuluu min thaiyibaati maa razaqnaakum, wasykuruu lillahi in kuntum iyyaahu ta’buduun”. Wahai orang-orang yang beriman ! Makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (Q.S. al Baqarah  172)

Diantara tujuan bekerja adalah untuk menafkahi diri dan keluarga terutama kebutuhan makan dan minum. Allah Ta’ala telah memerintahkan orang orang yang beriman untuk makan dari rizki yang baik saja yaitu dari  hasil usahanya yang halal. Dengan demikian maka  pekerjaan yang dilakukan  itu mendatangkan kemaslahatan dan bukan justru menimbulkan kerusakan. 

Oleh karena itu tidak boleh  seorang muslim bekerja dalam bidang-bidang yang dianggap oleh Islam sebagai kemaksiatan dan akan menimbulkan kerusakan. Diantara bentuk pekerjaan yang diharamkan oleh Islam adalah membuat patung, membuat dan mengedarkan khamr, berjudi atau bekerja dalam pekerjaan yang mengandung unsur judi, riba, suap-menyuap, sihir,  perdukunan, mencuri, merampok, menipu dan memanipulasi dan begitu pula seluruh pekerjaan yang termasuk membantu perbuatan haram seperti menjual anggur kepada produsen arak, menjual senjata kepada orang-orang yang memerangi kaum muslimin, apalagi bekerja di tempat-tempat maksiat yang melalaikan ibadah dan merusak aqidah manusia. 

Ketiga : Bekerja dengan cara yang benar dan penuh tanggungjawab. Islam tidak memerintahkan umatnya untuk sekedar bekerja, akan tetapi mendorong umatnya agar senantiasa bekerja dengan benar, sungguh sungguh dan bertanggungjawab. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya Allah mencintai seorang diantara kalian yang jika bekerja, maka ia bekerja dengan baik.” (H.R al Baihaqi, dishahihkan  oleh Syaikh al Albani dalam Silsilah as Shahihah)

Beliau juga bersabda :“Sesungguhnya Allah mewajibkan perbuatan ihsan atas segala sesuatu”  (H.R Imam Muslim)
Yang dimaksud dengan baik dalam bekerja diantaranya adalah  bertanggungjawab atas pekerjaan, memperhatikan dengan baik urusannya dan berhati-hati untuk tidak melakukan kesalahan serta selalu memegang amanah.

Keempat : Tidak melalaikan kewajiban beribadah kepada Allah. Bekerja juga akan bernilai ibadah jika pekerjaan  yang  dijalani tidak sampai melalaikan dan melupakan   kewajiban-kewajiban kepada Allah. Sibuk bekerja tidak boleh sampai membuat kita meninggalkan kewajiban untuk beribadah. Shalat misalnya. Ini adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim pada waktunya. 

Perlu kirranya dipahami pula bahwa bagaimana mungkin bekerja akan menjadi ibadah kalau bekerja itu membuat seorang  hamba lalai dari kewajiban beribadah. Oleh sebab itu maka jangan sampai kesibukan bekerja mencari rizki dari Allah mengakibatkan ia melalaikan shalat dari waktunya apalagi meninggalkannya walaupun hanya satu kali. Begitu pula dengan kewajiban yang lainnya, seperti zakat, puasa, haji, bersilaturahmi dan ibadah ibadah yang lainnya.

Itulah beberapa penjelasan agar bekerjanya seorang hamba bisa bernilai ibadah disisi Allah Ta’ala. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. 

Wallahu A’lam.  (650) 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar