Senin, 25 April 2016

HAKIKAT TAWADHU ADALAH MENGHARGAI ORANG LAIN



HAKIKAT TAWADHU ADALAH MENGHARGAI ORANG LAIN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Ada beberapa makna dari tawadhu. Satu diantaranya adalah merendahkan (hati)  dihadapan orang lain tanpa perlu rendah diri. Adapun lawan kata dari tawadhu adalah sombong. Ketahuilah bahwa  tawadhu adalah sikap terpuji. Oleh karena itu haruslah selalu  dipelihara oleh seorang hamba. 

Sungguh Allah Ta’ala telah memerintahkan Rasul-Nya  untuk merendahkan diri (hati) terhadap orang orang yang beriman yaitu sebagaimana firman-Nya : “Wakhfidh janaahaka limanit taba’aka minal mu’minin”. Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang orang beriman yang mengikutimu. (Q.S asy Syu’ara 215).
   
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berbuat zhalim atas yang lain.”  (H.R Imam Muslim no. 2588).

Dan tentang sikap sombong juga dijelaskan oleh Rasulullah dalam sabda beliau :  Al kibru, batharul haqqi wa ghamdunnaas” Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia. (H.R Imam Muslim).

Jadi sombong itu kata Rasulullah terkait dengan dua hal yaitu : menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Oleh karena itu seorang hamba hendaknya tidak  merasa lebih dari orang lain agar dirinya terhalang dari sikap merendahkan orang lain.

Memang terkadang kita  menyaksikan seseorang direndahkan, bahkan dihinakan karena kelihatannya tidak berharta, tidak berilmu tampilannya tidak meyakinkan dan sebagainya. Namun demikian tidaklah baik jika penampilan seseorang dijadikan ukuran untuk tidak menghargainya.  Ketahuilah bahwa dalam hal  ini paling tidak ada dua keadaan, yaitu :

Pertama : Bisa jadi penampilannya saja yang tidak meyakinkan. Tapi sebenarnya dia adalah orang yang berharta atau dia orang yang berilmu dan mungkin juga  ahli ibadah dan yang lainnya. Dia memiliki berbagai kelebihan dan kebaikan dimata Allah tetapi tersembunyi dimata manusia karena pandangan dan ilmu manusia terbatas. Bisa saja ada seseorang yang pintu dunia seakan akan tertutup baginya tapi pintu langit terbuka lebar baginya. Mungkin saja seseorang tidak populer di dunia tapi sangat populer di langit karena namanya sering disebut oleh yang di langit. 

Sungguh tidaklah semua hal bisa kita ketahui karena ilmu kita sedikit, termasuk keadaan sebenarnya dari orang orang disekitar kita. Allah berfirman : “Wamaa utiitum minal ‘ilmi illaa qaliilaa’. Dan  tidaklah kamu diberi ilmu kecuali sedikit. (Q.S al Israa’ 85) 

Kedua : Andaikata seseorang itu memang betul betul tidak berpangkat, tidak berharta, tidak berilmu, bukan ahli ibadah dan  juga penampilannya tidak meyakinkan namun dia tetap perlu dihargai.   Ketahuilah bahwa itu bisa jadi keadaannya sementara saat ini.  Itu hanya photo atau gambaran sesaat bukan video yang  menggambarkan semuanya. Bagaimana keadaannya beberapa waktu mendatang kita tidak tahu.  Berapa banyak manusia dulunya miskin tapi kemudian Allah memberinya harta yang berlimpah. Berapa banyak manusia saat ini bodoh lalu Allah memberinya ilmu. Ada juga manusia yang beberapa saat   lupa kepada Allah lalu mendapat hidayah menjadi hamba yang taat.

Sungguh tidaklah ada yang mengetahui bagaimana kemuliaan seseorang dihadapan Allah Ta’ala dan bagaimana pula keadaan seseorang pada waktu yang akan datang. Jadi tetaplah bersikap tawadhu dan jangan pernah menganggap seseorang lebih rendah.
Syaikh Salim al Hilali,  memberikan nasehat yang bermanfaat bagi kita. Beliau mengatakan :  Ketahuilah wahai saudaraku yang tawadhu bahwa orang berakal, ketika ia melihat orang lain yang lebih tua darinya, (maka) ia bersikap tawadhu terhadapnya, sembari berkata : Dia telah mendahuluiku dalam Islam. 

Bila ia menjumpai seorang yang lebih muda usia darinya, iapun bersikap tawadhu kepadanya, sembari berbisik : Aku telah mendahuluinya dalam berbuat dosa. Jikalau menyaksikan orang yang seusianya, ia menjadikannya sebagai saudara. (Maka) bagaimana mungkin ia sombong kepada saudaranya sendiri.

Dia tidak menghina siapapun, sebab seorang hamba yang tawadhu tidak melihat dirinya memiliki nilai lebih jika dibanding dengan orang lain. Dia melihat orang lain tidak membutuhkannya dalam masalah agama atau dunia.

Seorang hamba tidak akan meninggalkan tawadhu kecuali kesombongan mencengkeram jiwanya. Dan ia tidak arogan kepada orang lain, kecuali saat ia takjub dengan dirinya sendiri.

Oleh karenanya Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam menjelaskan bahwa sombong adalah menghina orang lain. Sehingga dapatlah disimpulkan bahwa tawadhu tercermin pada penghormatan kepada orang lain. (Dari Kitab at Tawadhu’ Syaikh Salim al Hilali). 
  
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (647)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar