Rabu, 20 April 2016

KENAPA MANUSIA SERING LUPA DAN LALAI



KENAPA MANUSIA SERING LUPA DAN LALAI

Oleh : Azwir B. Chaniago

Manusia harus selalu waspada dalam menjalani hidup ini karena  ujian dan cobaan  akan senantiasa mendatanginya. Kewaspadaan itu menjadi semakin penting karena manusia adalah makhluk yang sering lupa dan lalai dalam menetapi kebaikan bagi dirinya.  Penyebabnya tentulah banyak,  diantaranya adalah :

Pertama : Manusia memiliki hawa nafsu,  Dan hawa nafsu itu cenderung kepada keburukan. Allah berfirman : “Wa maa ubarri-u nafsii, innan nafsa la-ammaa ratun bis suu-i illa maa rahima rabbi”. (Yusuf berkata) Dan aku  tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabb-ku (Q.S Yusuf 53)

Dalam kitab Tafsir Kariimir Rahman di sebutkan bahwa : “Sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan” maknanya adalah seringkali (nafsu itu) memerintahkan pemiliknya untuk berbuat keburukan yakni perbuatan keji dan segala dosa.   

Kedua : Manusia mempunyai musuh yang nyata yaitu syaithan yang selalu berusaha menggoda dan mendorongnya untuk melakukan kemaksiatan dan dosa. Allah berfirman : “Innamaa ya’murukum bis suu-i wal fahsyaa-i wa an taquuluu ‘alallahi maa laa ta’lamun”.   Sesungguhnya (syaithan) itu hanya menyuruh kamu agar berbuat jahat dan keji dan mengatakan apa yang tidak kamu ketahui tentang Allah (Q.S al Baqarah 169)

Syaikh as Sa’di berkata : Yang dimaksud adalah kejahatan yang merusak pelakunya. Dengan demikian termasuk dalam hal ini adalah seluruh kemaksiatan. 
 
Ketiga : Manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah. Syaikh as Sa’di berkata : Manusia itu adalah lemah dalam hal fisik, lemah dalam berkehendak, lemah dalam bertekad dan lemah dalam iman dan kesabaran (Lihat Tafsir Kariimir Rahman). Allah berfirman : “Wa khuliqal insaanu dha’iifaa”. Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah. (Q.S an Nisaa’ 28.)

Keempat : Tertipu dengan kehidupan dunia. Allah Ta’ala telah mengingatkan dalam firman-Nya : “Inna wa’dallahi haqqun fa laa taghurrannakumul hayaatud dun-ya, wa laa yaghurannakum billahil gharuur”. Sungguh janji Allah pasti benar maka janganlah sekali kali kamu terpedaya oleh kehidupan dunia dan jangan sampai kamu terpedaya oleh penipu dalam (mentaati) Allah. (Q.S Luqmaan 33).

Ketahuilah bahwa  sehebat apapun posisi di dunia yang diraih oleh seseorang  tetap saja itu hanyalah senda gurau dan permainan sementara.   Allah Ta’ala mengingatkan bahwa dunia ini hanyalah senda gurau yaitu sebagaimana firman-Nya : “Wa maa haadzihil hayaatud dun-yaa illaa lawun wa la’ibun, wa innad daaral akhirata lahiyal hayawaan. Lau kaanuu ya’maluun”. Dan kehidupan dunia ini hanyalah senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya sekiranya mereka mengetahui. (Q.S al Ankabut 64).

Sesuatu yang namanya senda gurau ataupun permainan hakikatnya adalah sementara, fana dan tidak berharga. Ini akan menyebabkan manusia lupa dan lalai dengan kehidupan yang hakiki diakhirat kelak.

Oleh sebab itu maka manusia haruslah selalu waspada bahwa pada satu waktu dia bisa lupa atau terlalai dari perbuatan perbuatan baik dan terdorong untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. Ketahuilah bahwa orang yang berilmu pun terkadang bisa lupa apalagi orang orang yang awam terhadap ilmu agama. 

Imam Malik dalam Kitab al Muwaththa’ menceritakan bahwa dulu di zaman Bani Israil, ada seorang laki laki yang ‘alim (ahli ilmu), ‘abid (ahli ibadah) memiliki seorang istri yang dicintainya. Lalu istrinya itu meninggal dunia sehingga membuatnya sangat sedih. Dia berat menerima kenyataan ini, kurang sabar. Sampai sampai dia mengurung diri di rumahnya dan tidak mau bertemu dengan seorangpun.

Lalu ada seorang wanita yang cerdik mendengar berita ini. Kasihan orang ‘alim ini, katanya.  Dia ingin menasehati orang ‘alim ini agar bersabar. Dia mendatangi orang ‘alim ini dengan berpura pura ingin meminta fatwa tentang satu hal yang rumit. Setelah bertemu dengan orang ‘alim ini dia berkata : Sungguh aku sengaja datang kepada engkau untuk minta fatwa karena ada permasalahan yang berat menimpaku. Apa masalahmu, kata orang ‘alim ini. 

Wanita itu menyampaikan masalahnya : Sungguh beberapa waktu yang lalu aku telah meminjam perhiasan milik tetanggaku. Aku telah memakai perhiasan itu beberapa lama. 

Lalu masalahnya bagaimana kata orang ‘alim ini. Begini kata wanita itu : Tetanggaku itu mengutus seseorang untuk mengambil kembali barang perhiasan yang telah aku pinjam itu, padahal aku masih sangat senang dengan perhiasan itu dan aku masih ingin memakainya. Aku ingin minta fatwa : Apakah aku harus mengembalikan barang perhiasan yang aku pinjam itu kepada pemiliknya atau aku boleh menahannya.

Lalu orang ‘alim itu berfatwa : Iya, demi Allah engkau harus mengembalikan kepada pemiliknya karena dia pemiliknya. Engkau hanya peminjam dan pemiliknya yang lebih berhak atas perhiasan itu. Ketahuilah bahwa engkau hanya peminjam dan bukan pemilik. Engkau tidak boleh berat hati untuk mengembalikannya jika pemiliknya memintamu untuk mengembalikan.

Lalu wanita yang cerdik ini berkata : Wahai hamba Allah yang ‘alim, semoga Allah merahmatimu. Engkau telah memberikan fatwa kepadaku. Dan  aku ingin bertanya : Kenapa engkau merasa berat hati untuk mengembalikan sesuatu yang Allah titipkan kepada engkau. Bukankah Allah pemiliknya dan Dia  berhak untuk mengambilnya.

Ternyata perkataan si wanita cerdik ini telah menggugah hati orang ‘alim ini. Lalu dia menyesali kelalaiannya yaitu lupa untuk  bersabar atas musibah yang menimpanya.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam  (643)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar