Jumat, 05 Februari 2016

WAJIB BERAKHLAK KEPADA ALLAH TA'ALA



WAJIB BERAKHLAK KEPADA ALLAH TA’ALA

Oleh  : Azwir B. Chaniago

Prof. Dr. Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al Badr, seorang ulama besar Saudi, dosen pasca sarjana di Universitas Islam Madinah, pengajar tetap di Masjid Nabawi dan juga pengisi kajian rutin disalah satu Radio Dakwah di Jakarta, memberikan penjelasan : Makna akhlak dalam Islam tidaklah seperti yang dipahami oleh manusia pada umumnya yaitu sekedar bermuamalah dan berbuat baik terhadap sesama manusia. Akan tetapi akhlak lebih luas dari pada itu. Akhlak mencakup sesuatu yang lebih agung dari pada itu yaitu beradab kepada Allah Rabbul ‘alamin. Bahkan (berakhlak kepada Allah) ini adalah perkara yang paling mendasar dalam akhlak itu sendiri.

Jika kita mau mendalami sedikit tentang konsep akhlak dan adab dalam Islam, antara lain sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Abdurrazaq diatas maka pahamlah kita bahwa puncak tertinggi akhlak adalah ketika seseorang mengutamakan, menomor satukan Kalamullah yaitu al Qur an  dan sabda Rasul-Nya yaitu berupa as Sunnah, di atas semua perkataan dan teori rumusan manusia. 

Di zaman ini,  kita menyaksikan sebagian orang  yang berkata :  Saya memang  terkadang shalat terkadang tidak. Begitu juga dengan puasa yang jarang saya lakukan.  Amal amalan lainnya banyak yang tidak saya kerjakan. Tetapi akhlak saya baik, saya tidak mengganggu orang lain, saya tidak menzhalimi tetangga atau teman. 

Ada lagi yang berkata : Saya memang tidak jilbaban, tidak menutup aurat, tetapi akhlak saya baik, saya tidak mengganggu orang lain, saya tidak menzhalimi tetangga atau teman bahkan saya suka membantu orang lain.

Ketahuilah bahwa berakhlak baik kepada manusia itu adalah memang suatu yang terpuji dan disyariatkan dalam Islam. Namun demikian  jika   tidak mau melaksanakan perintah Allah dan tidak mau bersyukur  berarti  tidak berakhlak kepada-Nya. Pendalillannya tidaklah terlalu rumit, diantaranya :  

Pertama : Bukankah Allah Ta’ala  telah memerintahkan kita untuk mengabdi atau menyembah kepada-Nya tapi kita lalaikan. Berarti kita tidak berakhlak kepada Allah karena sebagai hamba Allah kita wajib  patuh kepada perintah-Nya. Allah berfirman : “Wa maa khalaqtul jinna wal insa illa liya’buduun”. Aku tidak  menciptakan  jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (Q.S adz Dzaariat 56)

Kedua : Bukankah Allah Ta’ala  telah memberikan berbagai nikmat kepada kita. Allah berfirman : “Wa maa bikum min ni’matin fa minallah. Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah. (Q.S an Nahl 53).

Bahkan nikmat itu sangatlah banyak dan kalau kita mencoba menghitungnya pastilah kita tidak akan mampu  karena demikian banyak bentuk dan jenisnya. Allah Ta’ala berfirman : “Wain ta’uddu ni’matalahi laa tuhshuhaa” Dan jika kalian menghitung nikmat Allah maka engkau tidak akan mampu menghitungnya.(Q.S Ibrahim 34).

Oleh karena itu maka wajiblah bagi seorang hamba untuk berterima kasih (baca : bersyukur) kepada yang telah memberikan nikmat itu. Diantara cara bersyukur adalah dengan melakukan ketaatan kepada pemberi nikmat yaitu Allah Taala. Lalu bagaimana seseorang mengaku bahwa akhlaknya baik tapi tidak bersyukur (tidak patuh) kepada Dzat yang telah memberinya berbagai kenikmatan. Tolong direnungkan ini.

Jadi kesimpulannya, tidaklah patut seseorang itu mengatakan akhlak saya baik dengan sekedar berbuat baik atau berakhlak kepada sesama manusia karena puncak dari adab dan akhlak seorang hamba adalah beradab dan berakhlak kepada Allah Ta’ala dengan cara mematuhi atau taat kepada perintah-Nya. 

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (563)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar