Selasa, 01 September 2015

MENJADI PRIBADI YANG SABAR



MENJADI PRIBADI YANG SABAR

Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah.
Kata sabar sangatlah sering kita dengar dan sering pula  kita ucapkan. Lalu apakah makna kata sabar itu. Para ulama menjelaskan, diantaranya :

Pertama : Imam Ibnul Qayyim dalam Kitab Madaarijus Saalikin antara lain menjelaskan bahwa secara bahasa sabar bermakna menahan atau mencegah. Selanjutnya beliau  menjelaskan bahwa secara istilah sabar bermakna (1) Menahan diri dari berputus asa. (2) Meredam amarah jiwa. (3) Mencegah lisan  dari mengeluh. (4) Mencegah anggota badan untuk melakukan kemungkaran.

Kedua : Syaikh Muhammad bin Shalih berkata : Sabar adalah menahan jiwa agar taat kepada Allah. Menahannya dari berbuat maksiat dan menahan jiwa dari rasa tidak ridha terhadap takdir-Nya, sehingga seseorang bisa menahan jiwanya dari menampakkan rasa marah, jemu dan bosan.

Manusia membutuhkan kesabaran.
Seorang hamba selalu butuh kesabaran dalam setiap kondisi. Sebab ia selalu berada dalam perintah yang wajib dilaksanakan dan larangan yang wajib ditinggalkan. Berada di atas takdir Allah serta kenikmatan yang wajib dia syukuri. Apabila semua perkara ini tidak bisa lepas dari dirinya maka kesabaran harus senantiasa ada (dalam diri seseorang) sampai matinya. (Tazkiyatun Nufus, Syaikh Ahmad Farid, Mesir).

Sungguh kita tidak dapat membayangkan betapa tidak nyamannya hidup ini kalau kita sendiri tidak sabar dan berada dalam lingkungan yang tidak sabar pula. Semua bisa mendatangkan konflik dan pada gilirannya semua akan berantakan. Bahkan kita dituntut untuk bisa sabar bukan terhadap orang lain saja, terhadap keadaan diri sendiripun sering pula kita butuh kesabaran.   

Tiga tempat sabar.
Para ulama menjelaskan bahwa sabar haruslah ada pada tiga tempat yaitu :

Pertama :  Sabar dalam menjalankan ketaatan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya  yaitu dengan senantiasa menjaga ketaatan. Ini  tentu membutuhkan keikhlasan dan kesabaran.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : Washbir nafsaka ma’aladzi yad’uuna rabbahum bil ghadawaati  wal’asyiiyi yuriiduuna wajhahu…. Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-nya di pagi  dan senja hari dengan  mengharap  wajah-Nya. (Q.S al Kahfi 28)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :  Sabar dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah lebih utama dan sempurna daripada menjauhi  yang diharamkan-Nya karena kemashlahatan mengerjakan ketaatan lebih disukai Allah daripada kemashlahatan  menjauhi maksiat. 
  
Kedua : Sabar dalam menjauhi larangan.
Untuk menjauhi larangan Allah dibutuhkan kesabaran. Apalagi saat ini begitu banyaknya godaan. Pintu-pintu maksiat yang dilarang Allah terbuka dimana-mana. Bahkan setiap saat dengan mudah bisa masuk ke rumah kita bahkan ke kamar tidur kita

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah berkata : Sabar dalam menjauhi yang diharamkan Allah, yaitu seorang hamba hendaklah menahan diri dari yang Allah haramkan. Karena jiwa ini senantiasa memerintahkan kepada keburukan.

Ketiga : Sabar dalam menerima takdir.
Allah mentakdirkan bagi seorang hamba dua ketetapan yaitu : 

1. Ketetapan Allah yang sesuai dengan keinginan manusia. Diantaranya adalah berupa keselamatan, harta yang banyak, jabatan dan pangkat serta berbagai kelezatan dunia.  Seorang hamba jangan sampai tertipu dengan keadaan ini  bersabarlah menghadapinya. Jangan lalai dan haruslah senantiasa bersabar memenuhi hak-hak Allah terhadap harta dan dirinya. 

Rasulullah bersabda : “Fawallahi lalfaqra akhsya ‘alaikum walakin akhsya ‘alaikum an tubsatha ‘alaikum dun-yaa kamaa busithat ‘ala man kaana qablakum fatanaa fasuuhaa kamaa tanaafasuhaa watuhlikukum kamaa ahlakat-hum”. Maka demi Allah bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan dari kalian. Akan tetapi aku khawatir apabila dunia telah dibentangkan bagi kalian, sebagaimana telah dibentangkan kepada umat-umat sebelum kalian. Mereka berlomba-lomba sebagaimana kalian juga berlomba-lomba mengejarnya, yang menyebabkan kalian binasa sebagaimana mereka binasa.  (H.R  Imam at Tirmidzi dengan sanad hasan).

Hendaklah kita bersabar dengan ketetapan Allah berupa kenikmatan  yaitu sabar yang  diikuti rasa syukur.

2. Ketetapan Allah  berupa cobaan, musibah atau sesuatu yang tidak dikehendaki. Ini adalah sunatullah yang  akan selalu ada pada kehidupan seorang hamba dan membutuhkan kesabaran untuk menerimanya. 

Sungguh musibah dan cobaan yang menimpa manusia adalah ketetapan Allah yang tidak bisa ditolak. Bersabar dan terimalah ketetapan ini dengan hati lapang  agar derita musibah tidak bertambah berat.

Allah Ta’ala dalam banyak ayat al Qur’an telah mengingatkan kita tentang ujian dan cobaan yang pasti akan menimpa setiap manusia.

Allah Ta’ala berfirman : “… Liyabluakum ayyukum ahsanuamalaa …Supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya… (Q.S al Mulk 2).
Oleh karena itu teruslah menjaga kesabaran dengan apa apa  yang telah Allah tetapkan bagi kita. Ketahuilah bahwa  semua ketetapan Allah bagi diri kita itulah yang terbaik dan telah Allah pilihkan buat kita. 

Bagaimana supaya bisa bersabar.
Dari pengalaman banyak orang ternyata bersabar itu sulit. Tapi ketahuilah bahwa sesuatu yang disebut sulit bukan berarti tidak bisa. Diantara cara yang dapat dilakukan agar bisa bersabar adalah :

Pertama  : Menyadari bahwa jika suatu musibah mendatangi seseorang maka apakah dia sabar menerima atau tidak, musibah itu sudah datang kepadanya dan itu adalah ketetapan Allah Ta’ala. Dalam hal ini ada dua keadaan.

(1) Jika bersabar maka akan mendapat pahala yang tidak terbatas.  Sulaiman bin Qashim berkata : Setiap amalan dapat diketahui ganjarannya kecuali kesabaran yang ganjarannya seperti air mengalir. Kemudian beliau membacakan firman Allah Ta’ala : “Innama yuwaffash shaabiruuna ajrahum bighairi hisaab”    Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah  yang disempurnakan pahala mereka tanpa batas (Q.S az  Zumar 10)

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Adapun kesabaran, pahalanya berlipat ganda tidak terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa ganjarannya sangat besar sekali hingga tak mungkin bagi seorang insan untuk membayangkan pahalanya karena tidak bisa dihitung dengan bilangan. Bahkan juga, pahala sabar termasuk pahala yang maklum diisi Allah tanpa bisa dibatasi. Tidak pula dapat disamakan dengan mengatakan satu kebaikan dilipat gandakan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat. Kesabaran itu pahalanya tanpa batas. (Syarah Riyadush Shalihin)

(2) Jika tidak bersabar maka berarti tidak suka pada apa yang telah  Allah takdirkan  atau dengan kata lain dia menolak takdir. Ujung-ujungnya adalah dosa. Sebab manusia harus menerima apapun yang telah Allah takdirkan baginya.

Allah berfirman : “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah. Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri. (Q.S al Hadiid 22-23).

Kedua : Jika seseorang mendapat musibah atau ujian maka sadarilah bahwa bukan dirinya saja yang pernah mendapat musibah. Semua orang akan di uji dan itu sudah pasti. Allah berfirman  : “Ahasibanaasu aiyutrakuu aiyaquuluu amannaa wahum laa yuftanuun”. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan ; Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi. (Q.S al Ankabut 2).

Ketiga : Yakin bahwa Allah telah menyediakan jalan keluar dari setiap kesulitan dan musibah. “Allah berfirman : “Fa inna ma’al ‘usri yusraa. Inna ma’al ‘usri yusraa” Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya  sesudah kesulitan itu ada (Q.S al Insyiraah 5-6).

Tentang ayat ini, Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : (Disamping kemudahan yang konkrit). Dan ada pula kemudahan maknawi. Yakni pertolongan Allah kepada seseorang untuk bersabar, itu juga termasuk kemudahan. Apabila Allah menolongmu untuk bisa bersabar, maka menjadi ringanlah bagimu urusan urusan yang sulit. Jadi kemudahan bukan hanya terangkatnya kesusahan secara keseluruhan saja, namun termasuk kemudahan adalah terangkatnya musibah dan kesulitan. Dan ini merupakan kemudahan yang bersifat nyata.  

Keempat : Yakin bahwa kita milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Oleh karena itu bersabarlah jika mendapat musibah dan berdoalah agar diberi pahala dengan musibah itu dan mohonlah kepada-Nya agar ganti yang lebih baik. Renungkanlah bagaimana ketegaran Ummu Sulaim dan suaminya Abu Thalhah pada saat anaknya meninggal. Kesabarannya telah mendatangkan nikmat yang besar setelah mendapat musibah itu. Dimana  kemudian Allah Ta’ala  mengganti anak yang meninggal itu dengan anak anak yang shalih. Sufyan berkata, salah seorang Anshar berkata : Aku menyaksikan sembilan anaknya, semuanya telah hafal al Qur-an.

Kelima : Ingatlah pesan Imam Ibnul Qayim. Beliau berkata : Meringankan derita suatu cobaan (agar bisa bersabar) dapat dilakukan diantaranya dengan menghitung hitung nikmat dan pertolongan yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada dirinya. Jika dia tidak mampu menghitungnya, niscaya derita yang dialaminya pun akan terasa ringan. Dia akan mengerti bahwa cobaan yang sedang dialaminya jika dibandingkan dengan nikmat dan pertolongan Allah kepadanya, maka musibah itu tidak lebih dari setetes air hujan.

Semoga ini bermanfaat bagi kita semua. Wallahu A’lam.  (385)



  
  
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar