Minggu, 27 September 2015

HADITS KISAH TSA'LABAH TIDAK SHAHIH



HADITS KISAH TSA’LABAH TIDAK SHAHIH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Salah  satu kisah yang pernah kita dengar adalah tentang seorang sahabat bernama Tsa’labah bin Hathib al Anshari. Kisah Tsa’labah ini cukup masyhur dan  agak sering diceritakan oleh beberapa ustadz dalam kajian kajian terutama dalam memotivasi jamaah agar tidak lalai dalam  berzakat, berinfak dan bersedekah.

Kisah ini bersumber dari Abu Umamah al Bahili dari Tsa’labah bin Hathib al Anshari, pernah berkata kepada Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam : “Ya Rasulullah berdoalah kepada Allah agar aku diberi harta. Lalu Rasulullah bersabda : Celakalah engkau wahai Tsa’labah, sesungguhnya harta yang sedikit yang engkau syukuri lebih baik dari harta yang banyak yang engkau tidak sanggup mensyukurinya.

Kemudian hal yang sama diulangi lagi oleh Tsa’labah kepada Rasulullah sehingga beliau bersabda kepadanya : Tidakkah engkau ridha menjadi seperti Nabi Allah ?. Demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, jika aku mau (lalu aku berdoa), gunung gunung ini akan menjadi emas  dan perak untukku.
Kemudian Tsa’labah berkata : Demi Dzat yang mengutusmu dengan benar, seandainya engkau memohonkan kepada Allah agar aku dikaruniai harta (yang banyak) sungguh aku akan memberikan haknya (zakat/sadaqah) kepada yang berhak menerimanya. Lalu Rasulullah berdoa : Ya Allah, karuniakanlah harta kepada Tsa’labah.

Kemudian ia mendapatkan seekor kambing. Lalu kambing itu beranak pinak sebagaimana tumbuh berkembang biaknya ulat. Kota Madinah terasa sempit baginya. Sesudah itu ia menjauh dari Madinah dan tinggal di suatu lembah. Karena kesibukannya, ia hanya berjamaah pada shalat zuhur dan ashar saja. Kemudian kambing itu semakin banyak maka mulailah ia meninggalkan shalat berjamaah, sampai shalat Jumat pun ia tinggalkan. 

Suatu ketika Rasulullah bertanya kepada para sahabat, apa yang dilakukan Tsa’labah. Mereka menjawab : Ia mendapatkan seekor kambing lalu kambingnya bertambah banyak sehingga kota Madinah terasa sempit baginya. Rasulllah bersabda : Celakalah Tsa’labah, celakalah Tsa’labah. 

Ketika Allah menurunkan ayat : Ambillah dari sebagian harta mereka itu sebagai shadaqah/zakat. Setelah turun perintah wajib zakat maka Rasulullah mengutus dua orang dari bani Juhaimah dan dua orang lagi dari bani Salim dan menyebutkan bagaimana cara memungut shadaqah dan zakat kaum muslimin seraya berkata : Pergilah kalian ke tempat Tsa’labah dan tempat fulan dari Bani Salim. Ambillah zakat mereka berdua. Lalu keduanya pergi menjalankan tugasnya sehingga sampailah kepada Tsa’labah untuk meminta zakatnya. Sesampainya disana dibacakan surat dari Rasulullah. 

Serta merta Tsa’labah berkata : Apakah ini tidak lain dan tidak bukan kecuali pajak atau semacam pajak ? Aku tidak tahu apa yang sebenarnya yang kalian minta ini. Pergilah kalian dahulu nanti setelah selesai,  datang lagilah kepadaku. Maka kedua orang itu pun pergi untuk memungut zakat orang orang disekitar itu. Hal itu terdengar pula oleh bani Salim yang kemudian memilih ternaknya yang paling bagus untuk dikeluarkan zakatnya. Karena pemungut zakat melihat bahwa apa yang diserahkan kepada mereka melebihi dari apa yang harus dikeluarkan, petugas itu berkata kepadanya : Kamu tidak wajib mengeluarkan ini dan kami tidak berkeinginan menerimanya. Orang itu menjawab : Betul, tapi terimalah ini sesungguhnya aku ikhlas melakukannya. 

Kemudian petugas zakat itu melakukan tugasnya terhadap orang orang yang ada di sekitar itu dan setelah itu mereka kembali menemui Tsa’labah. Kemudian Tsa’labah berkata : Perlihatkanlah kepadaku surat tugasmu. Setelah selesai membacanya ia pun berkata : Pungutan ini tidak lain kecuali pajak dan sejenisnya. Pergilah dulu sementara aku berfikir fikir apakah yang akan aku lakukan. Setelah kedua petugas zakat itu bertemu dengan Rasulullah. Beliau bersabda : Celakalah wahai Tsa’labah hal itu beliau katakan sebelum kedua petugas itu bercerita kepada Rasulullah dan beliau mendoakan keberkahan bagi orang orang dari bani Salim itu. 

Kemudian kedua petugas zakat tersebut menceritakan kepada Rasulullah tentang apa yang telah dilakukan oleh Tsa’labah dan orang orang dari bani Salim. Ketika itu turun ayat : “Dan di antara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah, sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian kerunia-Nya kepada kami pastilah kami akan bershadaqah dan pastilah kami termasuk orang orang yang shalih. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan mereka memanglah orang orang yang selalu membelakangi (kebenaran) Q.S at Taubah 75-76.

Ketika ayat ini turun, salah seorang kerabat Tsa’labah berada di dekat Rasulullah dan mendengar ayat tersebut. Kemudian ia keluar dan pergi menemui Tsa’labah seraya berkata : Celakalah engkau wahai Tsa’labah, sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat yang berkenaan denganmu. Mendengar hal itu Tsa’labah langsung pergi menemui Rasulullah dan meminta beliau untuk menerima zakatnya. Namun Rasulullah bersabda : Sesungguhnya Allah telah melarangku menerima zakat darimu. 
  
Tsa’labah lalu melumuri kepalanya dengan debu sebagai tanda berduka cita, menyesal. Rasulullah kembali mengatakan kepadanya : Ini adalah akibat perbuatan kamu sendiri. Dulu aku telah perintahkan kamu untuk mengeluarkannya tetapi kamu tidak mau mentaatiku. Setelah ia menyadari bahwa Rasulullah tidak bakal menerima zakatnya, Tsa’labah langsung pulang ke rumahnya. Sampai pada saat Nabi wafat beliau tidak mau menerima zakat dari Tsa’labah.

Pada masa Khalifah Abu Bakar Tsa’labah berkata kepadanya : Bukankah engkau tahu kedudukanku di sisi Rasulullah serta keberadaanku di kalangan kaum Anshar, karenanya terimalah zakat ku ini. Abu Bakar menjawab : Rasulullah kan tidak mau menerima zakat dari engkau. Akhirnya Abu Bakar pun tidak mau menerimanya sampai beliau wafat. 

Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, Tsa’labah mendatangi Umar seraya berkata : Wahai Amirul Mukminin terimalah zakatku ini. Umar menjawab : Rasulullah dan Abu Bakar tidak mau menerima zakat dari engkau, sementara akukah yang akan menerimanya. Sampai wafatpun Umar tidak mau menerima zakat Tsa’labah. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, Tsa’labah mencoba mendatangi Usman seraya berkata : Terimalah zakatku ini. Namun Utsman menjawab : Rasulullah, Abu Bakar dan Umar tidak mau menerima zakat dari engkau apakah aku akan menerimanya ?. Akhirnya Utsman bin Affan pun tidak mau menerima zakat Tsa’labah. Dan Tsa’labah pun wafat pada masa pemerintahan  Utsman bin Affan (Tafsir Ibnu Katsir).

Tentang kelemahan hadits ini.

Pertama : Dalam sanad atau periwayatan haditsnya. 

Dalam sanad hadits ini terdapat dua orang perawi yang bermasalah yaitu  
(1) Mu’an bin Rifa’ah as Salami. Tentang Mu’an ini, Syaikh Muhammad Nasiruddin al Albani dalam Kitab Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’ berkata : Mu’an bin Rifa’ah adalah seorang perawi yang lemah. 
 
(2) Ali bin Yazid al Alhani ad Dimasyqi yang dikomentari ulama ahli hadits sebagai berikut (a) Imam Bukhari berkata : Ali bin Yazid adalah munkarul hadits. (b) Imam Abu Zur’ah berkata : Ali bin Yazid bukanlah seorang perawi yang kuat. (c) Imam ad Daraquthni berkata : Dia adalah matruk, yaitu periwayatannya ditinggalkan, tidak dipakai. (d) Ibnu Hibban menganggap Ali bin Yazid adalah perawi yang tidak benar.

Kedua : Matan atau redaksi hadits ini sangat bathil.
Dalam matan hadits ini disebutkan bahwa Rasulullah tidak mau mengakui taubat yang telah dilakukan seorang sahabat yaitu Tsa’labah yang telah mengakui kesalahannya. Tidaklah Rasulullah memiliki sifat yang demikian karena beliau selalu berharap agar umatnya yang telah terlanjur berbuat dosa untuk kembali bertaubat. 

Allah Ta’ala berfirman : “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan ketakwaan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan) maka katakanlah : cukuplah Allah bagiku, tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertwakal dan Dia adalah Rabb yang memiliki ‘Arsy yang agung.  (Q.S at Taubah 128-129).

Dan Allah berfirman : “Wahai orang orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar benarnya, mudah mudahan Rabb-mu akan menghapus kesalahan kesalahanmu dan memasukkan kamu kedalam surga yang dibawahnya mengalir sungai sungai..   (Q.S at Tahrim 8)

Dalam banyak hadits juga disebutkan bahwa Allah dan Rasul-Nya senantiasa berharap agar para pelaku maksiat segera bertaubat. 

Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah senantiasa menghamparkan tanganNya di waktu malam untuk menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di siang harinya. Dan Dia senantiasa menghamparkan tanganNya di waktu siang untuk menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di malam harinya. Yang demikian itu terus berlaku sampai matahari terbit di sebelah barat (Kiamat). H.R Imam Muslim.

Rasulullah bersabda : “Innallaha yaqbalu taubatal ‘abdi maa lam yugharghir. Sesungguhnya Allah senantiasa menerima taubat yang dilakukan oleh seorang hamba-Nya selama taubat tersebut dilakukan sebelum nafasnya sampai ke tenggorokan (sakara).  H.R at Tirmidzi.

Jadi sungguh tampak sekali kejanggalan bahkan kebathilan pada kisah Tsa’labah dalam hadits ini bahwa Rasulullah dan tiga Khalifah sesudah beliau tidak mau menerima zakat dan tidak menerima pengakuan keteledoran Tsa’labah.

Keutamaan Tsa’labah.    
    
Diantaranya juga  alasan yang membuat hadits ini dihukumi tidak shahih adalah gambaran tentang keutamaan Tsa’labah. Dengan keutamaan yang dimilikinya maka  sangatlah sedikit   kemungkinan dia berlaku buruk yaitu melalaikan kewajiban syariat berupa zakat, infak dan sedekah.  Selain itu diantara sikap yang mulia dari  seorang sahabat adalah tidak mencintai harta dunia begitu juga dengan Tsa’labah. Apalagi Tsa’labah adalah sahabat dari golongan Anshar yang umumnya mereka sangat dermawan terutama dalam menyambut dan melayani kaum Muhajirin. Secara khusus, keutamaan Tsa’labah terlihat paling tidak pada dua hal sebagai berikut :

Pertama : Tsa’labah termasuk kelompok sahabat yang pertama tama masuk Islam dari golongan Anshar, yang dalam al Qur an disebut sebagai : assabiqunal awwaluun, yaitu orang orang yang terdahulu lagi yang pertama tama masuk Islam. 

Kedua : Tsa’labah adalah sahabat yang ikut dalam perang Badr. Dalam Kitab sejarah yang ditulis oleh Syaikh Mahmud Syit Khaththab disebutkan bahwa Tsa’labah bin Hathib al Anshari dari Ban Umaiyah bin Zaid bin ‘Auf dari suku Aus dicatat pada urutan 123 sebagai pejuang perang Badr dari golongan Anshar.

Asbabun Nuzul surat at Taubah ayat 75-76.  
Ayat 75-76 surat at Taubah  tidaklah berkaitan dengan Tsa’labah. Imam al Qurtubi berkata : Semua riwayat yang mengatakan bahwa ayat ini turun dalam kaitannya dengan Tsa’labah tidak ada satu pun yang shahih. Yang shahih adalah bahwa ayat tersebut diturunkan  berkaitan dengan orang orang munafik yaitu Nabtal bin Harits, Jad bin Qais dan Mu’attab bin Qusyair, Demikian yang dikatakan adh Dhahak. (Tafsir al Qurtubi). 

Wallahu A’lam. (409)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar