Minggu, 13 September 2015

TIDAK BERSALAMAN DENGAN YANG BUKAN MAHRAM



TIDAK BERSALAMAN DENGAN YANG BUKAN MAHRAM

Oleh : Azwir B. Chaniago

Dalam pergaulan di masyarakat dewasa ini, agak sering kita lihat orang orang yang tidak mau bersalaman atau menolak untuk berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Lalu ada yang berkomentar miring. (1) Itu orang sombong, diajak salaman saja tidak mau (2) Itu orang  nggak gaul, kolot banget. (3) Itu orang sok suci, sok ‘alim (4) Itu orang senangnya memutuskan silaturrahmi (5) Itu orang kaku banget, sulit beradaptasi dan komentar komentar lainnya yang semisal bahkan ada yang lebih buruk dari itu.

Sungguh sangatlah dianjurkan untuk tidak memberikan komentar yang tidak baik kepada seorang hamba yang tidak mau berjabat tangan dengan yang bukan mahramnya. Ketahuilah bahwa dia sebenarnya berpegang kepada syariat Islam. Dia patuh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Dia sangat takut dengan adzab Allah dan dia sangat berharap surga Allah Yang Mahaluas.

Lalu jika ada yang mencelanya dengan berbagai komentar buruk berarti  dia  mencela perintah Allah dan pada hakikatnya si pencela ini mencela Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.

Kok bisa begitu ? Ya begitulah, karena bukankah Allah melalui Rasulnya yang telah dengan sangat tegas dan jelas melarang seseorang berjabat tangan dengan yang  bukan mahramnya.  

Rasulullah bersabda : “Innii laa ushaafihun nisaa’. Sesungguhnya aku tidak pernah menjabat tangan wanita. (H.R ath Thabrani, dalam al Kabir).

Dari Aisyah :“Qaalat, wamaa massat yadu rasulullahi salallahu ‘alaihi wasallama yadamra-atin illamra-atan yamlikuhaa”. Aisyah berkata : Tidaklah Rasulullah Sallahu ‘alai Wasallam menyentuh tangan seorang wanita kecuali wanita yang beliau miliki (istri istri beliau) H.R Imam Bukhari. 

Dari Aisyah : Qaalat, Wallahi massat yadhu yadamra-atin qaththu fil mubaaaya’ati wa maa maa baaya’uhunna illa bi qaulihi” Aisyah berkata : Demi Allah, tangan beliau tidak pernah menyentuh tangan perempuan sama sekali   dalam bai’at. Beliau tidak membai’at para wanita kecuali dengan perkataan (saja). H.R Imam Bukhari).
Ketahuilah bahwa jika Rasulullah mebai’at seorang laki laki maka beliau selalu menjabat tangannya tapi jika membai’at seorang wanita beliau mencukupkan dengan perkataan saja.

Syaikh Salim al Hilali berkata : Hadits ini sudah cukup untuk menjelaskan kerasnya ancaman bagi seorang laki laki yang berjabat tangan dengan wanita ajnabiah (asing) yang bukan mahramnya.  Larangan ini tidak lain adalah bermakna pengharaman. 

Rasulullah bersabda : “La-an yuth’ana fii ra’si ahadikum bi mikhyatin min hadiidin khairul lahu an yamassam-ra-atan laa tahillu lahu”. Sungguh ditusuknya kepala salah seorang dari kalian dengan jarum dari besi, lebih baik baginya daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya. (H.R ath Thabrani, Shahihul Jami’).

Syaikh al Albani menyimpulkan : Hadits ini memuat ancaman keras bagi seseorang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Juga menjadi dalil pengharaman berjabat tangan dengan kaum wanita, karena menyentuh dalam teks hadits diatas mencakup jabat tangan.  

Sungguh tidaklah ada kebaikan bagi seorang muslim mencari cari alasan atau berkilah jika Allah telah menetapkan suatu hukum. Allah berfirman :  Innama kaana qaulal mu’miniina idzaa du’uu ilallahi wa rasuulihii liyahkuma bainakum an yaquuluu  sami’naa wa atha’naa, wa ulaa-ika humul muflihuun”. Hanya ucapan orang orang mukmin yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) diantara mereka, mereka berkata kami mendengar dan kami taat. Dan mereka itulah orang orang yang beruntung. (Q.S an Nuur 51).

Allah berfirman : “Wa rabbuka yakhluqu maa yasyaa-u wayakhtaru maa kaana lahumul khiyarah, subhaanallahi wa ta’aalaa ‘ammaa yusyrikuun”. Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali kali tidak ada pilihan bagi mereka. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia) Q.S al Qashash 68.

Jadi jika Allah dan Rasul-Nya melarang tentang sesuatu maka tidak ada kebaikan bagi seorang yang beriman kecuali  mengambil posisi sami’na wa atha’naa. Inilah posisi yang paling selamat, tidak ada yang lain. 

Ya Allah, Ya Rabb jadikanlah kami hamba hamba yang selalu patuh dan taat kepada apapun yang telah Engkau syariatkan bagi kami. Rabbanaa aatinaa fid dun-ya hasanatan wa fil akhirati hasanatan wa qinaa adzaaban naar.
 
Wallahu A’lam. (397)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar