Jumat, 04 September 2015

HADITS PALSU TENTANG BELAJAR ILMU KE NEGERI CINA



HADITS PALSU TENTANG BELAJAR ILMU KE NEGERI CINA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Pada beberapa majlis ilmu atau tausiah,  ada diantara guru kita yang membawakan kalimat : “Uthlubul ‘ilma walau bishshiin” Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri Cina. Kalimat ini dikatakan sebagai hadits bahkan sangat masyhur. 

Yang membawakan kalimat ini dan menyebutkannya sebagai hadits,  mungkin tujuannya baik yaitu untuk mendorong manusia belajar ilmu. Kita berbaik sangka bahwa mungkin ustadz atau guru kita tersebut belum sempat memeriksa kedudukan kalimat ini apakah memang hadits atau bukan. Kalaupun dikatakan sebagai hadits bagaimana kedudukannya. Apakah shahih, hasan,lemah, lemah sekali, palsu atau tidak asal usulnya.  

Kalau kita mau melakukan upaya mencari tahu mengenai kalimat yang dikatakan hadits ini, maka insya Allah, kita akan mengetahui kedudukannya, yaitu   sangatlah banyak ahli hadits yang mengatakan bahwa hadits ini sagat lemah bahkan ada yang menyebutnya sebagai palsu dan bathil.

Adapun penjelasan tentang kedudukan kedudukan kalimat yang disebut sebagai hadits ini bisa dilihat dari dua sisi :  

Pertama : Dari sisi sanad atau perawi yang meriwayatkan.
Didalamnya ada perawi yang bernama Abu Atikah Tharif bin Sulaiman, yang oleh para ahli hadits disepakati  kelemahannya bahkan sebagian ahli hadits mensifati perawi ini  sebagai pemalsu hadits. Diantaranya adalah : (1) Imam Bukhari dan Abu Hatim ar Raazi mengatakan bahwa riwayatnya sangat lemah.(2) Imam Sulaimani mengatakan bahwa perawi ini dikenal sebagai pemalsu hadits. (3) Ibnu Hibban berkata, haditsnya sangat mungkar karena kelemahannya fatal. (4) Syaikh al Albani mengatakan hadits ini palsu dan  bathil.

Kedua : Dari sisi makna.
Seorang muslim mengetahui bahwa negeri Cina bukanlah dikenal sebagai negeri Islam dan tidaklah dapat menuntut ilmu agama disitu. Kalaupun ada ilmu disana tentu hanya ilmu ilmu dunia yang tidaklah mungkin kita diperintahkan untuk belajar ke sana dengan bersusah payah menempuh perjalanan yang jauh. 

Kita memang diperintahkan bahkan diwajibkan untuk belajar ilmu sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah :  “Thalabul ‘ilmi faridhatun ‘ala kulli muslim” Belajar ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim (H.R Imam Ahmad dan Ibnu Majah). 

Syaikh Utsaimin berkata : Pada asalnya ilmu yang diperintahkan untuk dipelajari dalam Islam dan ditekankan kewajibannya  adalah ilmu agama yaitu ilmu tentang petunjuk Allah dan petunjuk Rasul-Nya, untuk memperbaiki iman dan ibadah kepada Allah. Inilah ilmu yang dipuji dan diperintahkan dalam Islam. (Kitab al ‘Ilmu).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata : Ilmu syar’i adalah ilmu yang paling utama untuk dipelajari dan diraih dengan sungguh sungguh yaitu ilmu yang terkandung dalam al Qur-an dan as Sunnah. (Kitab al ‘Ilmu wa Akhlaquhu).

Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, tapi yang mereka wariskan hanyalah ilmu agama, maka barangsiapa  mengambil (warisan tersebut) berarti sungguh dia telah mengambil bagian yang sempurna.” (H.R at Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Rasulullah bersabda : “Man yuridillahu khairan yufaqqih-hu fiddiin” Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan menjadikannya paham tentang agama (Islam) H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim. 

Dari kedua hadits ini diketahui bahwa ilmu yang diperintahkan untuk dipelajari adalah ilmu agama yang bersumber dari wahyu dan diturunkan melalui Rasulullah. Untuk menuntut ilmu agama memang sangat ditekankan bahkan jika diperlukan dengan melakukan rihlah atau perjalanan yang jauh untuk mendapatkannya.

Adapun ilmu ilmu dunia maka kedudukan dan hukumnya mengikuti apa yang dijelaskan dalam ilmu agama. Ilmu ilmu tersebut dianjurkan atau bahkan dalam keadaan tertentu diperintahkan untuk dipelajari jika memang ada manfaatnya bagi  kaum muslimin.

Oleh karena itu,  sangatlah dianjurkan kepada hamba hamba Allah untuk berhati hati dalam mengabarkan suatu hadits sebelum mencari tahu kejelasan dan kedudukannya. Takutlah kepada Allah, untuk mengatakan sesuatu yang kita tidak mengetahui ilmunya.
Allah berfirman : Wa laa taqfu maa laisa laka bihii ‘ilmun, innas sam’a wal bashara wal fu-aada kullu ulaaika kaana ‘anhu mas’uulaa”.  Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya (Q.S al Israa’ 36). 

Wallahu A’lam.  (390).     




Tidak ada komentar:

Posting Komentar