Kamis, 10 September 2015

BERHUTANG TAPI TIDAK ADA NIAT MEMBAYAR



BERHUTANG TAPI TIDAK ADA NIAT MEMBAYAR

Oleh : Azwir B. Chaniago

Dalam syariat Islam, berhutang  tidaklah dilarang tapi sangatlah  dianjurkan untuk  tidak mengambil hutang kecuali untuk suatu kebutuhan yang betul betul  mendesak dan tidak bisa ditunda. 

Ketahuilah bahwa pada hakikatnya behutang akan mendatangkan banyak bahaya dan kesulitan  bagi diri seorang hamba, jika dia lalai mengembalikannya. Apalagi jika tidak punya niat membayar.  Hal ini dijelaskan dalam banyak sabda Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya : 

Pertama : Orang mati syahid diampuni dosanya kecuali hutang. 
Rasulullah bersabda : “Yughfaru lisy syahiidi kullu dzanbin illaad daina” Diampuni semua dosa orang yang mati syahid kecuali hutang. (H.R Imam Muslim).
Lalu bagaimana kalau dia bukan termasuk orang yang mati syahid kemudian sengaja atau tidak mau membayar hutang pada hal dia mampu, maka tentu adzabnya nanti akan lebih berat. 

Kedua : Jiwa seseorang  mukmin akan tergantung dengan hutangnya
Rasulullah bersabda : “Nafsul mu’mini mu’allaqatun bidainihi hatta yuqdha ‘anhu”. Jiwa orang mukmin bergantung dengan utangnya hingga dia membayarnya (H.R at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Imam al ‘Iraqi mengatakan :  Urusannya masih menggantung, artinya tidak bisa kita katakan ia selamat ataukah sengsara sampai dilihat hutangnya tersebut lunas ataukah tidak.
Imam  asy Syaukani berkata : Hadits ini adalah dorongan agar ahli waris segera melunasi hutang si mayit. Hadits ini sebagai berita bagi mereka bahwa status orang yang berhutang masih menggantung disebabkan oleh hutangnya sampai hutang tersebut lunas. 

Ancaman dalam hadits ini ditujukan bagi orang yang memiliki harta untuk melunasi hutangnya lantas ia tidak lunasi. Sedangkan orang yang tidak memiliki harta dan sudah bertekad ingin melunasi hutangnya, maka ia akan mendapat pertolongan Allah untuk memutihkan hutangnya tadi sebagaimana hal ini diterangkan dalam beberapa hadits. (Lihat Nailul Authar).

Ketiga : Rasulullah enggan menshalatkan jenazah yang punya hutang
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah bertanya kepada sahabat sebelum menshalatkan jenazah seseorang apakah dia memiliki hutang. Kalau dia memiliki hutang maka Rasulullah tidak menshalatkannya kecuali ada yang mau menanggung hutangnya.

Bahwasanya Nabi shallallahu 'alahi wa sallam didatangkan kepada beliau jenazah, maka beliau berkata : "Apakah dia memiliki hutang?". Mereka mengatakan, "Tidak". Maka Nabipun menshalatkannya. Lalu didatangkan janazah yang lain, maka Nabi shallallahu 'alahi wa sallam berkata :  "Apakah ia memiliki hutang ?", mereka mengatakan, "Iya", Nabi berkata, "Sholatkanlah saudara kalian". Abu Qatadah berkata, "Aku yang menanggung hutangnya wahai Rasulullah". Maka Nabipun menshalatkannya" (H.R Imam Bukhari).

Memang kalau kita meninggal sekarang Nabi tidak mungkin menshalatkan kita karena beliau sudah duluan wafat dari kita. Tapi ambillah pelajaran atau ibrah yang sangat   berharga dari  makna hadits ini bahwa sungguh hutang yang belum dibayar bukanlah suatu hal yang ringan dimata Rasulullah.  

Keempat : Hutang mendatangkan kesusahan di akhirat.
Dari Ibnu Umar, Nabi Salallahu ‘alaihi Wasallam bersabda : “Man maata wa ‘alaihi dinaarun au dirhamun qudhiya min hasanaatihi laisa tsumma diinarun wa laa dirhamun” .Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah  dishahihkan oleh Syaikh al Albani)

Kelima : Mengantarkan seseorang  menjadi pendusta dan mengingkari janji.
Berhutang sering mengantarkan seseorang kepada pada banyak dusta dan mengingkari janji. Dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a di dalam shalat : “Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghram.Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak hutang

Lalu ada yang berkata kepada beliau shallallahualaihi wa sallam : Kenapa engkau sering meminta perlindungan dari hutang ? Rasulullah shallallahualaihi wa sallam lantas bersabda : “Jika orang yang berhutang berkata, dia akan sering berdusta, jika dia berjanji, dia akan mengingkari.” (H.R. Imam Bukhari  dan Imam  Muslim).

Kenyataan  yang agak sering kita saksikan adalah bahwa orang yang memberi pinjaman seringkali kesulitan untuk mendapatkan kembali pinjaman yang telah diberikannya.   Orang yang berutang seringkali berdusta ketika ditagih. Berjanji mau membayar minggu depan, bulan depan dan sebagainya padahal itu hanyalah kebohongan saja. 

Jika seorang suka  berkata dusta dan   mengingkari janji  maka  dia bisa terjatuh kepada keburukan yang lebih berat yaitu kemunafikan. Sungguh orang orang munafik diancam dengan neraka yang terbawah. 

Allah Ta’ala berfirman : “Innal munaafiqiina fid darkil asfali minan naari walan tajida lahum nashiiraa”. Sungguh, orang orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapatkan seorang penolong pun bagi mereka. (Q.S an Nisa’ 145)

Lalu bagaimana jika berhutang tapi tidak berniat untuk mengembalikannya. Ini tentu akan lebih buruk lagi keadaannya. Orang ini  akan mendapat  tambahan hukuman secara khusus yaitu mendapat status sebagai pencuri. Dari Shuhaib al khair, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Aiyumaa rajulin yadaiyanu  dainan wa huwa mujmi’un an laa yuwaffyahu iyyaahu laqiyallaha saariqan”. Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri. (H.R. Ibnu Majah. Syaikh al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Imam al Munawi mengatakan : Orang seperti ini akan dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana mereka. (Lihat Faidul Qodir). Na’udzubillah.

Wallahu A’lam. (395)

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar