Senin, 31 Agustus 2015

JANGAN MEMILIH JALAN KEBURUKAN



JANGAN PERNAH MEMILIH JALAN KEBURUKAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengilhamkan pada diri manusia dua sifat yaitu fujur (sesuatu yang buruk) dan sifat takwa (sesuatu yang baik). Allah berfirman : “Fahal hamahaa fujuurahaa wa taqwaahaa” Maka Dia (Allah) mengilhamkan (menunjukkan) kepada (jiwa itu jalan) jalan kefasikan dan ketakwaan.  (Q.S asy Syams 8).

Syaikh Utsaimin berkata : Makna takwa adalah patuh dan taat kepada Allah. Sebaliknya makna fujur adalah menentang perintah  Allah. Dalam tinjauan syariat, fajir meliputi seluruh pelaku maksiat yang tidak tunduk dan tidak patuh kepada Allah. (Tafsir Juz ‘Amma)   

Selanjutnya dalam surat al Balad ayat 10, Allah berfirman : “Wa hadainaahun najdain.” Kami telah menunjukkan kepadanya (manusia) dua jalan.

Imam Ibnu Katsir, dalam Kitab Tafsirnya antara lain menjelaskan bahwa : Para sahabat seperti Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ali bin Abi Thalib, dan juga Mujahid (seorang Tabi’in murid Ibnu Abbas) dan yang lainnya mengatakan bahwa dua jalan itu bermakna jalan kebaikan dan keburukan.
 
Seharusnya manusia yang diberi akal (sehat)  akan memilih yang terbaik bagi dunia dan akhiratnya, yaitu jalan ketakwaan, jalan kebaikan, patuh dan taat kepada Allah Ta’ala. Sungguh kita menyaksikan bahwa kebanyakan manusia ternyata memilih fujur yaitu tidak tunduk dan tidak patuh kepada Allah Ta’ala. 
  
Diantara keadaan yang berpotensi mendorong manusia untuk memilih fujur atau jalan keburukan adalah :

Pertama : Manusia memiliki hawa nafsu,  Dan hawa nafsu itu cenderung kepada keburukan. Allah berfirman : “Wa maa ubarri-u nafsii, innan nafsa la-ammaa ratun bis suu-i illa maa rahima rabbi”. (Yusuf berkata) Dan aku  tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabb-ku (Q.S Yusuf 53)

Dalam kitab Tafsir Kariimir Rahman di sebutkan bahwa : “Sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan” maknanya adalah seringkali (nafsu itu) memerintahkan pemiliknya untuk berbuat keburukan yakni perbuatan keji dan segala dosa.   

Kedua : Manusia mempunyai musuh yang nyata yaitu syaithan yang selalu berusaha menggoda dan mendorongnya untuk melakukan keburukan dan dosa. Allah berfirman : “Innamaa ya’murukum bis suu-i wal fahsyaa-i wa an taquuluu ‘alallahi maa laa ta’lamun”.   Sesungguhnya (syaithan) itu hanya menyuruh kamu agar berbuat jahat dan keji dan mengatakan apa yang tidak kamu ketahui tentang Allah (Q.S al Baqarah 169)

Syaikh as Sa’di berkata : Yang dimaksud adalah kejahatan yang merusak pelakunya. Dengan demikian termasuk dalam hal ini adalah seluruh kemaksiatan.   
 
Ketiga : Manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah. Syaikh as Sa’di berkata : Manusia itu adalah lemah dalam hal fisik, lemah dalam berkehendak, lemah dalam bertekad dan lemah dalam iman dan kesabaran (Lihat Tafsir Kariimir Rahman). Allah berfirman : “Wa khuliqal insaanu dha’iifaa”. Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah. (Q.S an Nisaa’ 28.).

Semestinya manusia janganlah pernah lengah dengan setiap keadaan yang bisa mendorongnya kepada fujur atau keburukan. Sungguh sangatlah banyak peringatan Allah dan Rasul-Nya agar manusia memilih jalan yang lurus. Jalan orang orang yang bertakwa.

Allah berfirman : “Yaa aiyuhal ladziina aamanuut taqullaha haqqa tuqatihii walaa tamuutunna illaa wa antum muslimuun”. Wahai orang orang yang beriman ! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar benar takwa kepada-Nya. Dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim (Q.S Ali Imran 102)  

Ketahuilah bahwa jika manusia memilih fujur yaitu bermaksiat kepada Allah maka sangatlah banyak akibat  yang tidak baik menghadangnya. Imam Ibnul Qayyim, dalam Kitab ad-Da’ wa ad-Dawa’  menyebutkan lebih dari lima puluh dampak buruk jika seseorang melakukan maksiat. Enam diantaranya adalah :

Pertama : Seseorang yang bermaksiat tidak akan  mendapatkan ilmu. Sebab ilmu adalah nur (cahaya) yang diberikan Allah ke sebuah hati sedangkan maksiat berfungsi mematikan nyala nur tersebut. Imam Malik bin Anas pernah berkata kepada muridnya yaitu Imam asy Syafi’i : Sungguh aku telah melihat Allah meletakkan nur dalam hatimu maka janganlah (pernah) engkau matikan dengan kemaksiatan. 

Kedua :  Kemaksiatan merupakan salah satu faktor atau penyebab jatuhnya martabat sang pelaku di mata Allah dan di mata masyarakatnya. Karena siapa yang dihinakan Allah (karena melakukan maksiat) maka tidak ada lagi yang bisa memuliakannya. 

Allah berfirman : “Wa man yuhinillahu famaa lahuu min mukrimin, innallaha yaf’alu maiyasyaa’.Barangsiapa yang dihinakan Allah tidak seorangpun yang akan memuliakannya. Sungguh Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki. (Q.S al Hajj 18)

Ketiga : Kemaksiatan dapat mewariskan kehinaan. Sungguh kehormatan dan kemuliaan hanya berada pada naungan ketaatan kepada Allah. Siapa yang menginginkan kemuliaan sesungguhnya kemuliaan itu hanya milik Allah. 

Allah berfirman : “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka (ketahuilah) bahwa kemuliaan itu semuanya milik Allah. Kepada-Nyalah  akan naik perkataan  perkataan yang baik dan amal kebajikan. Dia akan mengangkatnya. Adapun orang orang yang merencanakan kejahatan mereka akan mendapat adzab yang sangat keras dan rencana jahat mereka akan hancur”.  (Q.S Faatir 10).

Keempat : Kemaksiatan dan dosa dosa juga bisa menyingkirkan nikmat dan mendatangkan bencana. Termasuk balasan buruk bagi pelakunya adalah menghilangkan kenikmatan yang datang dan memutuskan aliran nikmat yang akan diterima. Oleh karenanya seorang hamba akan selalu berada dalam kenikmatan selama ia tidak melanggar dosa. Dan dia tidak akan mendapati malapetaka melainkan karena menerjang dosa.

Allah berfirman : “Dzaalika bi annallaha lam yaku mukhaiyiran ni’matan an’amahaa ‘ala qaumin hatta yughaiyiruu maa bi anfusihim, wa annallaha samii’un ‘aliim”. Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga suatu kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Q.S an Anfaal 53). 
   
Kelima : Kemaksiatan akan mengerdilkan jiwa dan menjadikannya hina. Sebaliknya ketaatan akan membesarkan jiwa dan membersihkannya. Maka dari itu beruntunglah orang yang senantiasa menyucikan jiwanya dari noda dosa. 

Allah berfirman : “Qad aflaha man zakkaahaa. Wa qad khaaba man dassaahaa”. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu). Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya. (Q.S asy Syams 9-10).

Keenam : Kemaksiatan bisa menjadikan pelakunya lupa terhadap dirinya sendiri. Jika ia melupakan dirinya maka akan menyia nyiakan, merusak bahkan menghancurkannya. Itu semua terjadi karena sebelumnya ketika berbuat maksiat ia telah melupakan Allah sehingga Allah pun membuat dia lupa terhadap dirinya sendiri. 

Allah berfirman : “Wa laa takuunuukal ladziina nasullaha fa ansaahum anfusahum. Ulaaika humul faasiquun” Dan janganlah kamu seperti orang orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang orang yang fasik. (Q.S al Hasyr 19).

Semoga Allah selalu memberi petunjuk kepada kita untuk memilih jalan kebaikan dan menjauh dari semua jalan keburukan.

Wallahu A’lam. (384)       
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar