Jumat, 07 Desember 2018

KALAU TAK ADA MANFAAT JANGAN BICARA


KALAU TAK ADA MANFAAT JANGAN BICARA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Diantara nikmat yang besar yang diberikan Allah Ta’ala kepada manusia adalah memiliki lidah dan mulut yang bisa berbicara. Bisa berkomunikasi diantara sesama. Ketika kita meyakini dengan sungguh sungguh bahwa sesuatu itu adalah NIKMAT DARI ALLAH maka kita tidak punya pilihan dalam menggunakan nikmat itu kecuali sebagai SARANA MENCARI RIDHA ALLAH. 

Nah, berkaitan dengan nikmat lisan maka syariat Islam yang agung tidak menganjurkan manusia untuk banyak berbicara kecuali untuk sesuatu yang bermanfaat.  

Kalau kita perhatikan di zaman ini sangatlah banyak manusia yang berbicara sesukanya bahkan  tanpa ilmu. Tak paham masalah yang dibicarakan atau dikomentari. Akibatnya timbul salah paham, perdebatan bahkan pertengkaran dan bisa pula mendatangkan permusuhan. Sungguh Allah Ta’ala telah mengingatkan, sebagaimana firman-Nya : 

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya.  (Q.S al Isra’ 36).

Ketahuilah bahwa banyak bicara  adalah suatu perkara yang dibenci  oleh sahabat,  ulama ulama salaf dan orang orang shalih. Mereka  mengingatkan manusia agar bicara secukupnya dan seperlunya  saja dan untuk sesuatu yang bermanfaat.

Perhatikanlah nasehat berharga dari para salaf dan orang orang shalih  agar seseorang tidak banyak berbicara, diantaranya :

Pertama : Umar bin Khaththab berkata : Semoga Allah merahmati orang yang menahan diri dari banyak berbicara dan lebih mengutamakan banyak beramal. (Uyun al Akhbar, Ibnu Taimiyah).

Kedua : Ibnu Mas’ud mengingatkan : Jauhilah oleh kalian sikap berlebihan dalam berbicara. Cukup bagi seseorang untuk berbicara seperlunya. (Jami’ul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab).

Ketiga : Atha’ bin Rabbah seorang Tabi’in berkata : Kaum  salaf membenci sikap berlebihan dalam berbicara. Mereka menganggap selain membaca al Qur an, ber-amar ma’ruf nahi munkar, atau berbicara tentang kehidupan yang harus dibicarakan, sebagai sikap berlebihan dalam berbicara.

Keempat : Ibnu Hibban berkata : Yang harus dilakukan orang yang berakal adalah DIAM SAMPAI ADA HAL YANG HARUS DIBICARAKAN. Orang yang paling lama kesedihannya dan orang yang paling besar ujiannya adalah orang yang diuji dengan lisan yang banyak bicara dan kurang bermanfaat.

Kelima : Imam an Nawawi dalam syarah shahih  Muslim berkata : Orang yang ingin berkata hendaknya dia memikirkan perkataannya sebelum diucapkan. Jika terlihat mashlahatnya, silahkan ia berbicara. Jika tidak, sebaiknya ia menahan perkataannya. 

Ketahuilah saudaraku bahwa kebiasaan banyak berbicara akan membuka celah berbuat kesalahan. Orang yang banyak bicara akan banyak pula salahnya sehingga akhirnya bisa  membahayakan dirinya.

Rasulullah bersabda : “Tsakilatka ummuka ya muaadz, wa hal yukibbun naasa ‘ala wujuuhihim finnaari illaa hasha-idu alsinatihim”. Merugi ibumu wahai Muaadz. Tidak ada yang melemparkan manusia ke neraka kecuali hasil yang dipetik dari lisan mereka. (H.R Ibnu Majah dan at Tirmidzi).  

Rasulullah juga telah mengingatkan kita  dalam sabda beliau :
 
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (H.R at Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)

Imam Ibnu Rajab antara lain menjelaskan : Maksud hadits ini, salah satu tanda bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan apapun yang tak perlu baginya baik itu berupa perkataan maupun perbuatan. Ia hanya berkata dan berbuat apa yang perlu baginya. Keperluan yang dimaksud adalah perkara yang ia butuhkan sehingga ia mencari dan mengharapkannya (Jami’ul ulum wal Hikam).  

Selanjutnya Imam  Ibnu Rajab berkata : Para ulama salaf sangat memuji orang diam yang ingin meninggalkan keburukan dan perkara yang tidak perlu baginya. Mereka selalu membina dan memperjuangkan diri untuk diam dari hal-hal yang tidak perlu bagi mereka. (Jami’ul Ulum wal Hikam)

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Orang yang menyibukkan dirinya dengan perkara yang tidak berguna baginya (perkataan dan perbuatan, pen), maka kualitas keislamannya tidak baik. Dan hal ini nampak pada sebagian besar manusia, dimana anda dapati mereka banyak mengatakan sesuatu yang tidak berguna atau menanyakan sesuatu yang tidak bermanfaat kepada orang lain. Semua ini menunjukkan lemahnya kualitas keislaman mereka. (Syarah Hadits Arba’in an Nawawiyah).

Kesimpulannya adalah berpikirlah sebelum berbicara sehingga tidak mendatangkan penyesalan. Imam Hasan al Bashri mengingatkan  : Mereka berkata bahwa lidah orang bijak ada dibelakang hatinya. Ketika ingin berbicara ia memikirkan dulu di hatinya. Jika perkataaan itu baik ia mengucapkannya dan jika tidak maka ia menahan lidahnya. Adapun orang bodoh, hatinya diujung lidahnya dimana lidahnya tidak kembali kehatinya. Apa yang ada diujung lidahnya dia ucapkan semuanya.

Ketahuilah bahwa diantara penyebab manusia banyak bicara adalah karena mereka selalu membicarakan semua yang dia dengar dan yang dia lihat. Akhirnya bisa jatuh kepada kebohongan padahal berbohong adalah salah satu dosa besar. (Lihat al Kaba-ir, Imam adz Dzahabi)

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

Cukup seseorang dikatakan dusta, jika ia menceritakan segala apa yang ia dengar. (H.R Imam  Muslim).

Oleh karena itu mari kita jaga lisan kita untuk hanya berbicara yang bermanfaat. Bukankah kita sering kali enteng berkomentar baik dengan lisan dan juga tulisan. Juga ringan membuat pernyataan, bahkan sering tak merasa bersalah menghujat  ataupun mengghibah orang lain.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam. (Mutafaq ‘alaihi).

Sungguh cukuplah hadits ini mengingatkan kita untuk hanya berbicara ketika bermanfaat dan menahan diri untuk membicarakan  sesuatu yang tidak jelas dan tak bermanfaat.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.472)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar