Rabu, 19 Desember 2018

JANGAN SUKA MENUDUH SESEORANG BERBUAT GHIBAH


JANGAN SUKA MENUDUH SESEORANG BERBUAT GHIBAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Berbuat ghibah adalah salah satu perbuatan tercela dan dilarang dalam syariat Islam. Alah Ta’ala dengan tegas melarangnya. Allah berfirman :

 وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Dan janganlah kamu mencari cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada diantara kamu yang menghibah sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati. Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Mengetahui dan Mahateliti. (Q.S al Hujuraat 12).

Dalam ayat ini Allah memberikan perumpamaan yang sangat buruk bagi pelaku ghibah yaitu seperti memakan daging bangkai manusia. Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin menjelaskan bahwa  ayat ini sebagai bentuk penghinaan terhadap orang yang mengghibah  supaya tidak ada seorang pun yang melakukannya.

Tentang makna ghibah dijelaskan dalam sabda Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam :

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ مِا تَقُوْلُ فَقَدِ اْغْتَبْتَهُ, وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tahukah kalian apakah ghibah itu ?. Sahabat menjawab : Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya : Bagaimanakah pendapat engkau, jika itu memang benar ada padanya ?, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Kalau memang sebenarnya begitu berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya. (H.R Imam Muslim, at Tirmidzi dan Abu Dawud).

Namun demikian ketahuilah bahwa tidak semua ungkapan atau pembicaraan tentang orang lain dinilai sebagai mengghibah. Perhatikanlah hadits berikut ini : 

عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ أَنَّ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَأَبَا جَهْمٍ خَطَبَانِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ فَكَرِهْتُهُ ثُمَّ قَالَ انْكِحِي أُسَامَةَ فَنَكَحْتُهُ فَجَعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا

Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu’anha, dia menuturkan bahwa suatu ketika Mu’waiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm ingin melamarku, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Adapun Abu Jahm, dia itu tidak pernah meletakkan tongkatnya dari  bahunya. Adapun Mu’awiyah adalah orang yang miskin, tak berharta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid. Namun aku tidak menyukainya. Lalu beliau bersabda : Menikahlah dengan Usamah. Maka akupun menikah dengannya sehingga Allah menjadikan kebaikan padanya (H.R Imam Muslim).

Berkenaan dengan hadits ini, Imam an Nawawi rahimahullah berkata : Di dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya menyebutkan apa-apa yang terdapat pada diri seseorang ketika bermusyawarah dan meminta nasehat, dan hal ini tidak termasuk dalam perbuatan ghibah atau menggunjing yang diharamkan, bahkan hal ini adalah nasehat yang wajib.

Para ulama mengatakan bahwa ghibah diperbolehkan pada enam keadaan, salah satunya adalah ketika dimintai nasehat  -pendapat tentang orang lain yang hendak dinikahi atau menjadi rekan bisnis dan semacamnya, pent. (Syarh Shahih Muslim, asy Syamilah)

وقد سمع أبو تراب النخشبي أحمد بن حنبل وهو يتكلم في بعض الرواة فقال له: أتغتاب العلماء؟! فقال له: ويحك! هذا نصيحة، ليس هذا .

Abu Turab an-Nakhasyabi pernah mendengar Imam Ahmad bin Hanbal ketika dia sedang membicarakan atau mengkritik sebagian periwayat. Maka dia berkata kepadanya, : Apakah kamu menggunjing para ulama ?. Maka beliau berkata kepadanya : Celaka kamu ! Ini adalah nasehat, ini bukan ghibah. (Disebutkan dalam al-Ba’its al-Hatsits,  asy-Syamilah).

Oleh karena itu janganlah bermudah mudah mengatakan bahwa si Fulan atau si Fulanah telah melakukan ghibah. Atau mengatakan kepada seseorang : Jangan suka melakukan ghibah. Ketahuilah bahwa   memang ada bentuk ghibah yang diperbolehkan. Diantaranya sebagaimana dijelaskan dalam hadits diatas.

Perlu menjadi perhatian  bahwa terkadang kita membicarakan aib atau keburukan seseorang kepada orang lain agar dia hati hati dan waspada. Diantaranya contoh yang sederhana adalah ketika seseorang menceritakan keburukan tetangganya kepada tetangga yang lain. Saya ingin memberitahukan tentang si Fulanah kepadamu. Dia suka meminjam uang atau barang tapi tak mau mengembalikan. Ungkapan semacam ini tidaklah termasuk ghibah karena bertujuan mengingatkan orang lain dan bukan tujuan membuka aibnya atau mengghibahnya.

Namun demikian orang orang beriman tetaplah berhati hati menyebut kekurangan atau aib orang lain sehingga menjadi perbuatan ghibah yang merupakan dosa besar. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.485) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar