Sabtu, 06 Juni 2015

PETUNJUK MENYIKAPI BERITA



PETUNJUK ISLAMI MENYIKAPI BERITA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Kemajuan tekhnologi terutama tekhnologi komunikasi dan informasi saat ini telah sangat memudahkan orang orang untuk mendapatkan berbagai kabar atau berita yang diperlukan setiap saat. Sungguh betapa mudahnya mendapatkan suatu informasi melalui media cetak, media  elektronik seperti radio dan televisi, apalagi dari internet dan yang sejenisnya.

Namun demikian, dibalik kemudahan tersebut menghadang pula berbagai masalah diantaranya adalah bahwa berita berita yang datang itu sering tidak lengkap, tidak benar sebagiannya bahkan ada yang bohong seluruhnya. Yang menjadi masalah lagi adalah sulitnya membedakan berita yang benar dengan yang bohong karena dikemas dalam kata kata yang indah bahkan memukau.  Ini terjadi karena kemungkinan adanya berbagai kebutuhan si pembuat kabar atau berita tersebut. Berita berita semacam itu tentu bisa mendatangkan dampak buruk kepada orang orang yang tidak pandai mencernanya secara bijak.

Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan petunjuk bagi umatnya untuk menyikapi berita berita yang datang kepada mereka. Jika seseorang betul betul mengikuti petunjuk islami dalam menyikapi segala berita yang datang kepadanya maka tentu akan mengurangi atau paling tidak akan memperkecil dampak buruk dari berita berita yang sering kali tidak jelas kebenarannya itu. 

Diantara cara menyikapi berita yang datang kepada seorang hamba yang beriman adalah :

Pertama : Melakukan klarifikasi.
Seorang muslim yang bijak janganlah sembarangan menerima berita. Jangan asal terima dan jangan asal benarkan. Hendaklah dia melakukan klarifikasi atau cek dan ricek tentang kebenarannya. Apalagi kalau dia bermaksud menyampaikannya  lagi kepada orang lain maka melakukan klarifikasi menjadi lebih penting lagi. Bisa saja berita tersebut berasal dari orang fasik atau pembohong yang mempunyai kepentingan terselubung baik pribadi ataupun kelompoknya. Bisa jadi juga berita tersebut sekedar dugaan saja. Bahkan tidak tertutup kemungkinan berita itu berasal dari musuh musuh Islam dengan tujuan merugikan Islam dan merugikan kaum muslimin.

Allah berfirman :  “Yaa aiyuhal ladziina aamanuu injaa-akum fasikun bi naba-in fa tabaiyanuu an tushiibu qauman bijahaa latin fa tushbihuu ‘alaa maa fa’altum naadimin”  Wahai orang orang yang beriman. Jika datang kepadamu seseorang yang fasik  membawa suatu  berita maka periksalah dengan teliti kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. (Q.S al Hujuraat 6)

Syaikh as Sa’di berkata : Yang harus dilakukan ketika ada berita yang dibawa orang fasik adalah dicek  dan diperjelas. Jika terdapat berbagai bukti dan indikasi atas kebenaran berita tersebut maka diamalkan dan dipercayai.  Namun jika terdapat berbagai bukti dan indikasi menunjukkan kebohongan berita itu, maka tidak boleh dilaksanakan dan harus diingkari. Disini juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa berita orang jujur bisa diterima, berita pendusta ditolak sedangkan berita orang fasik harus ditahan lebih dahulu yaitu untuk klarifikasi. (Kitab Tafsir Kariimir Rahman).

Selain itu perlu dimaklumi bahwa Rasulullah mengingatkan bahwa janganlah seseorang bersandar kepada dugaan dugaan. Abu Mas’ud pernah ditanya : Apa yang pernah engkau dengarkan dari Rasulullah tentang prasangka atau dugaan ?. Ia menjawab : Aku pernah mendengar Raulullah bersabda : Bi’sa mathiyatur rajuli za’amuu” Dugaan dugaan adalah seburuk buruk sandaran seseorang. (H.R Abu Dawud).  
         
Kedua : Berhati hati dalam menyebarkan berita.
Seorang yang beriman seharusnya berhati hati dalam berkata dan berbuat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan dalam firman-Nya : “Wala taqfu maa laisa laka bihi ‘ilmun, innas sam’a wal bashara wa fu-aada kullu ulaaika kaana ‘anhu mas-uulaa” Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya. (Q.S al Isra’ 36). 

Tidaklah baik jika seorang hamba menyampaikan semua berita yang ia dengar atau dia dapat tanpa lebih dahulu mengklarifikasi kebenarannya. Sebab perbuatan itu adalah tercela sebagaimana sabda Rasulullah : Kafaa bil mar-i kadziban an yuhadditsa bi kulli maa sami’ Cukuplah seseorang itu dikatakan pendusta jika ia mudah menyebarkan setiap berita yang ia dengar. (H.R Imam Muslim)

Menyebarkan berita yang tidak jelas adalah   merupakan sesuatu yang dibenci Allah Ta’ala karena telah menyebarkan kabar burung. Rasulullah bersabda : “Innallaha kariha lakum tsalaatsan : Qiila wa qaala, wa ‘idhaa’atal maal, wa katsratas suu-aali” Sesungguhnya Allah Ta’ala membenci tiga perkara : Menyebarkan desas desus (kabar burung) menghambur hamburkan harta dan banyak bertanyaan yang tujuannya menyelisihi jawabannya. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).    

Ketiga : Perhatikan manfaat dan mudharat
Tidaklah semua berita meskipun itu suatu kebenaran boleh disebarkan pada semua waktu dan kepada semua orang. Perhatikan manfaat dan mudharatnya. Perhatikanlah bagaimana Rasulullah ketika bersabda kepada Mu’adz bin Jabal tentang hak Allah terhadap hamba-Nya dan hak hamba atas Allah. Beliau bersabda bahwa hak Allah atas hambaNya adalah hendaknya mereka menyembahNya dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu. Hak hamba atas Allah adalah tidak menyiksa hamba yang bertauhid dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun. 

Ketika Muadz meminta ijin kepada Rasulullah untuk mengabarkan hal tersebut kepada sahabat yang lain maka Rasulllah melarangnya dalam  sabda beliau : “Laa tubasysyir hum fa yattaqiluu” Jangan kamu beritakan hadits ini kepada mereka, sehingga merasa cukup dengan tauhid dalam hati dan meninggalkan amal shalih (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Dalam hal ini Rasulullah mempertimbangkan kemungkinan adanya madharat dan mungkin juga fitnah bisa terjadi karena sebagian umat pada waktu itu belum siap memahami hadits tersebut. Belumlah pada saat itu orang orang memiliki pemahaman seperti Muadz. Akhirnya beliau melarang Muadz untuk menyampaikan hadits tersebut kepada sahabat yang lain.   

Keempat : Bersikap tenang dalam menerima berita.
Islam memberikan petunjuk kepada umatnya jika menerima suatu berita janganlah tergesa gesa mengingkari apalagi menyebarkannya. Mungkin saja berita itu dari musuh musuh Islam dengan tujuan untuk memfitnah dan menyakiti perasaan kaum muslimin.

Hadapilah dengan sikap terpuji yaitu bijak dan tenang. Rasulullah bersabda : “Atta-anii minallah wal ‘ajalatu minasy syaithan” Sikap tenang itu dari Allah sedangkan sikap tergesa gesa adalah dari syaithan (Hadits Hasan, lihat ash Shahihah).

Sikap bijak dan tenang ini sering dicontohkan oleh Rasulullah. Diantaranya adalah kisah tentang Haathib bin Abi Balta’ah.  Pada tahun ke 8 H Rasulullah bermaksud untuk menyerang Makkah dengan 10.000 pasukan dari kalangan sahabat Muhajirin dan Anshar. Dan rencana ini sangat dirahasiakan. 

Akan tetapi berita ini hendak dibocorkan oleh seorang sahabat yaitu Haathib bin Abi Balta’ah melalui surat yang dia tulis untuk disampaikan kepada saudaranya di Makkah. Setelah surat itu bisa diambil dan tidak jadi sampai ke Makkah maka Rasulullah memanggil Haathib dan bertanya : Kenapa engkau lakukan ini wahai Haathib ?. Rasulullah tidak tergesa gesa menghukum Haathib karena perbuatannya yang sangat tercela itu, tapi beliau bertanya dan mengklarifikasi lebih dahulu kenapa Haathib berbuat demikian.  

Kemudian Haathib menjelaskan : Wahai Rasulullah, meskipun aku dekat dengan mereka tapi aku bukanlah dari golongan mereka. Aku melakukan ini bukan karena aku benci dan keluar dari Islam tetapi karena aku meninggalkan kerabatku di Makkah. Aku tidak ingin kalau mereka disakiti oleh orang orang Quraisy. Aku lakukan ini agar kerabat kerabatku selamat dari gangguan mereka. Dan Nabipun maklum dengan penjelasan Haathib.

Umar bin Khaththab yang begitu geram melihat Haathib dan meminta izin kepada Nabi untuk memenggal kepala Haathib, maka Rasulullah bersabda : “Dia (Haathib) pernah ikut berjihad di Perang Badar, wahai Umar !. Dan ketahuilah bahwa Allah ketika melihat para pasukan perang Badar, Dia berfirman : Lakukanlah apa saja yang kalian mau, maka sesungguhnya Aku telah mengampuni dosa dosa kalian” (H.R Imam Bukhari).   

Insya Allah bermanfaat. Wallahu A’lam. (335)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar