Senin, 01 Juni 2015

CARA MERAIH SIKAP TAKWA



CARA MERAIH SIKAP TAKWA

Oleh : Azwir B. Chaniago

 Secara bahasa kata takwa bermakna menjaga diri atau berhati hati. Membuat perisai antara diri kita dengan yang  ditakuti, karena ada kekhawatiran dan ketakutan kita terhadap sesuatu, sehingga terhindar dari yang kita takuti itu.

Ibnu Mas’ud berkata bahwa makna takwa yaitu hendaklah Allah ditaati tidak dimaksiati, diingat tidak dilupakan dan disyukuri tidak diingkari.
Dalam Kitab Jami’ul Ulum wal Hikam disebutkan bahwa  meninggalkan dosa, baik yang kecil maupun yang besar dan itulah ketakwaan. Berbuatlah seperti orang yang berjalan diatas tanah yang penuh onak dan duri berhati-hatilah terhadap yang engkau lihat. Janganlah engkau meremehkan dosa kecil karena gunung pun tersusun dari kerikil.
 
Abu Hurairah ditanya oleh seseorang tentang takwa. Dijawab  : Apakah engkau pernah melewati jalan yang penuh onak dan duri. Orang itu menjawab : Ya pernah.  Abu Hurairah bertanya lagi :Lalu apa yang engkau lakukan?. Orang itu  menjawab : Jika aku melihat duri aku menghindar, melewati atau aku berhati-hati darinya. Abu Hurairah berkata : Itulah makna takwa (Jamiul ulum wal Hikam).

Seorang Tabi’in yaitu Thalq bin Habib berkata: Apabila terjadi fitnah (ujian), padamkanlah fitnah itu dengan takwa. Orang-orang bertanya :  Apakah takwa itu ? Thalq menjawab : Takwa adalah engkau melakukan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah karena mengharap pahala dari-Nya. Dan engkau meninggalkan segala bentuk kemaksiatan kepada-Nya berdasarkan cahaya dari-Nya karena takut terhadap siksa-Nya. (Ibnul Mubarak, dalam Kitab az Zuhd).

Para ulama mengatakan bahwa ini adalah sebaik-baik makna atau definisi takwa. Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan cahaya Allah dalam makna ini adalah Iman dan Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan as Sunnah yang shahih berdasarkan pemahaman salafush shalih.

Imam Ibnul Qayyim berkata : Hakikat takwa ialah melakukan ketaatan kepada Allah dilandasi keimanan dan mengharapkan pahalanya karena ada perintah dan larangan sehingga seseorang melakukan perintah dengan mengimani Dzat yang memerintah dan membenarkan janjinya. Dan ia meninggalkan apa yang Allah larang baginya dengan mengimani Dzat yang melarangnya dan takut terhadap ancamannya.
 
Dimana saja seseorang harus bertakwa.
Lalu dimana seseorang harus bertakwa. Apakah di masjid,   di majlis taklim atau pada acara kegiatan keagamaan saja. Sungguh tidak demikian, tetapi takwa itu tidak boleh tidak harus menyertai diri seorang hamba dimanapun dia berada.
Bukankah Rasulullah bersabda: Ittaqillah haitsuma kunta”.  Bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau berada. (H.R  Imam at Tirmidzi).
Maksudnya adalah bertakwa kepada Allah disaat sepi maupun ramai. Ketika dilihat manusia ataupun tidak. Ketahuilah bahwa bertakwa dikala ramai lebih mudah daripada bertakwa disaat sendirian.
 
Meraih sikap takwa
Wajib bagi setiap muslim untuk meraih takwa demi keselamatannya di dunia dan di akhirat. Ketahuilah bahwa surga telah disediakan atau hanya disediakan   Allah Ta’ala buat orang orang yang bertakwa, tidak untuk yang selainnya. Allah berfirman :  “Wa saari-‘u ilaa maghfiratin min rabbikum, wa jannatin ‘ardhuhas samaawaatu wal ardhu, u-‘iddat lil muttaqiin” Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Rabbmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang orang yang bertakwa. (Q.S Ali Imran 133).

Sungguh dengan ketakwaan seseorang akan mendapatkan jalan keluar dari masalah yang dihadapinya. Allah berfirman : “Waman yattaqillaha yaj’al lahuu makhraja” Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. (Q.S at Talaaq 2).

Secara kontekstual ayat ini berlaku umum, maksudnya siapa pun yang bertakwa kepada Allah dan meniti ridhaNya dalam berbagai keadaan maka Allah akan memberinya balasan pahala di dunia dan di akhirat. Diantara balasanNya secara garis besar adalah diberikan pintu keluar dari berbagai keadaan sulit dan susah. (Tafsir Kariimir Rahman, Syaikh as Sa’di). 

Salah satu perintah utama dalam syariat Islam adalah perintah untuk bertakwa dengan sebenar benarnya takwa. Allah berfirman : “Yaa aiyuhal ladziina aamanuut taqullaha haqqa tuqaatihiii, walaa tamuutunna illa wa antum muslimuun”.  Wahai orang orang yang beriman. Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar benar takwa kepadaNya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (Q.S Ali Imran 102).   

Sungguh sangat banyak cara untuk mencapai takwa diantaranya adalah:

Pertama :  Belajar  ilmu syar’i lalu bersegera dan istiqamah mengamalkannya.
Ketahuilah bahwa belajar ilmu wajib baik kaum muslimin baik laki laki maupun perempuan. Rasulullah bersabda : “Thalibul ‘ilmi fardhatun ‘ala kulli muslim” Belajar ilmu adalah  wajib bagi setiap muslim. (H.R  Imam Ahmad dan Ibnu Majah)

Sungguh (1) Tidaklah seorang hamba bisa mengingat Allah secara benar kecuali dengan ilmu (2) Tidaklah seorang hamba bisa melakukan ketaatan kepada Allah dengan benar kecuali dengan ilmu. (3) Tidaklah seorang hamba bisa bersyukur atas  nikmat Allah kecuali dengan ilmu (4) Tidaklah seorang hamba bisa bersabar secara benar  terhadap ujian yang diberikan Allah kecuali dengan ilmu.

Mengamalkan ilmu adalah kewajiban seorang yang telah mengetahui suatu ilmu. Ilmu tidak bermanfaat jika tidak diamalkan. Sesungguhnya buah ilmu adalah amal. Dan Allah hanya akan memberikan balasan berdasarkan amal yang dilakukan.

Allah berfirman :  “Innama tujzauna ma kuntum ta’malun.” Sesungguhnya kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. (Q.S. Ath Thuur 16).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat ini bahwa Allah tidak akan pernah menzhalimi seorangpun. Bahkan sebaliknya. Dia senantiasa memberikan balasan kepada setiap orang sesuai dengan amalnya.

Sungguh Allah Ta’ala mencela orang yang mengetahui tapi tidak mengamalkannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Ata’muruunan naasa bil birri wa tansauna anfusakum wa antum tatluunal kitaab, afalaa ta’qiluun”.  Mengapa kamu suruh orang lain (melakukan) kebajikan sedangkan kamu melupakan (kewajiban) dirimu sendiri pada hal kamu membaca Kitab. . Maka tidakkah kamu berfikir.” ? (Q.S. al Baqarah 44).

Dalam kitab Tafsir Karimiir Rahman, Syaikh as  Sa’di antara lain menjelaskan bahwa ayat ini turun, walaupun kepada Bani Israil, namun bersifat umum kepada setiap orang, karena ini adalah firman Allah. Selanjutnya Syaikh berkata : Barangsiapa yang menyuruh orang lain kepada kebaikan lalu dia tidak melakukannya atau melarang  dari kemungkaran namun dia tidak meninggalkannya maka hal itu menunjukkan tidak ada akal padanya. Dan ini suatu kebodohan. Khususnya bila dia telah mengetahui hal itu dan hujjah benar-benar  telah ditegakkan atasnya.

Sufyan ats Tsauri  berkata : Bahwa sungguh ilmu dipelajari untuk (diamalkan) dan  dijadikan sebagai sarana bertakwa kepada Allah.

Kedua : Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan  Allah
Ini adalah aplikasi dari takwa. Tidaklah dikatakan bertakwa jika menyelisihi perintah Allah dan mengabaikan larangannya. Allah berfirman : “Waman yuti’illaha warasuulahuu, wa yakhsyallaha wa yattaqhi, fa ulaaika humul faa-izuun”.  Dan barangsiapa taat kepada Allah dan rasulnya, serta takut kepada Allah dan bertakwa kepadanya, maka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (Q.S an Nur 52).

Ketiga : Bergaul dengan orang orang yang selalu menjaga ketakwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Teman dan lingkungan sangatlah berpengaruh pada diri seseorang. Itulah sebabnya Rasulullah mengingat kita untuk memilih teman. Tidaklah dianjurkan bersahabat karib dengan orang orang fasik, fujur atau  yang semisalnya. 

Rasulullah bersabda :  “Arrajulu ‘alaa diini khaliilih, falyanzhur ahadukum man yukhaalil”  Seseorang itu bergantung kepada agama teman dekatnya. Oleh karena itu hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan siapa yang akan dijadikan teman dekatnya. (H.R at Tirmidzi dan Abu Dawud) 
 
Ketahuilah bahwa (1) Pertemanan dengan orang bertakwa adalah suatu nikmat yang besar. (2) Pertemanan dengan orang bertakwa itu karena Allah bukan karena yang lain. (3) Pertemanan dengan orang bertakwa insya Allah akan langgeng dari dunia sampai akhirat (4) Pertemanan dengan orang bertakwa akan selalu saling mendoakan untuk kebaikan. (5) Pertemanan dengan orang bertakwa akan selalu saling ingat mengingatkan tentang kebaikan. (6) Pertemanan dengan orang bertakwa akan saling memberi udzur dan memaafkan jika ada kesalahan dan kekurangan..

Keempat : Selalu merasa diawasi oleh Allah Ta’ala.
Sungguh Allah memiliki Sifat sifat  yang Mahaagung, Dzat yang Mahamengetahui dan senantiasa melihat dan mengawasi hamba hambaNya. Allah berfirman : “…Wa huwa ma’akum aina maa kuntum, wallahu bima ta’maluuna bashiir”.   ... Dan dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Mahamelihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al Hadid 4)

Imam  Ibnu  Katsir berkata : Maksudnya adalah Allah senantiasa menyaksikan kalian dan menyaksikan amal kalian. Bagaimanapun keadaan kalian  dan dimana saja kalian berada di daratan atau di lautan, siang ataupun malam, di rumah ataupun di padang pasir, semua itu berada dalam pengetahuan, pengawasan dan pendengaranNya.
Sungguh seseorang yang merasa yakin selalu dilihat dan diawasi Rabbnya, dan tentu akan mendorongnya untuk terus berupaya melakukan segala yang diperintahkan dan menjauhi segala apa yang dilarang Allah untuk bisa mencapai posisi terbaik yaitu posisi orang orang yang bertakwa.

Kelima : Banyak berdoa agar diberi sifat takwa.
Salah satu jalan atau cara yang tidak boleh diabaikan untuk meraih ketakwaan adalah dengan banyak berdoa kepada Allah. Rasulullah mengajarkan kepada umatnya salah satu doa yang sering beliau baca : “Allahumma inni as’alukal huda, wattuqa wal ’afaf wal ghina”.  Ya Allah sesungguhnya aku memohon Engkau agar diberi petunjuk, ketakwaan, kesucian diri dan kecukupan. (H.R. Muslim).

Mudah mudahan bermanfaat untuk kita semuanya. Wallahu A’lam. (328)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar