Sabtu, 13 Juni 2015

BERGEMBIRA MENYAMBUT RAMADHAN



BERGEMBIRA MENYAMBUT RAMADHAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah
Ramadhan datang kepada kita setiap tahun. Diantara manusia ada yang telah bertemu Ramadhan lebih dari sepuluh kali bahkan ada yang telah  bertemu Ramadhan lebih dari lima puluh kali. Untuk menyambutnya manusia melakukan beragam cara dan kegiatan. 

Tapi disayangkan ada yang menyambutnya dengan kegiatan yang tidak terpuji. Diantaranya ada yang menyambut dengan mercon, pesta kembang api seolah-olah Ramadhan identik dengan pembakaran mercon dan kembang api. Adapula yang mulai melakukan kegiatan belanja secara berlebihan sehingga melalaikan ibadah. Ada lagi dengan makan dan minum berlebihan mumpung belum puasa. Juga ada yang menyambutnya dengan cara-cara adat atau kebiasaan yang kadang-kadang berseberangan dengan syari’at. 

Sungguh ini adalah kenyataan yang sudah sejak lama kita lihat dalam masyarakat Islam dinegeri ini. Bahkan terus berulang dari tahun ketahun entah sampai kapan dan juga kita tidak tahu siapa diantara manusia yang bisa menghentikannya.

Kita sangat memahami bahwa tujuan Ramadhan yang kita diperintahkan berpuasa dan banyak beribadah pada bulan itu adalah agar menjadi orang yang bertakwa. Jika demikian, tentu untuk mencapainya diperlukan amal atau kegiatan yang bisa mengantarkan seseorang kepada takwa. Dengan kata lain janganlah sekali kali menyambut Ramadhan dengan cara yang menjauhkan diri dari takwa.  

Seorang hamba hendaknya tidak melakukan kegiatan ibadah yang Rasulullah tidak mengajarkannya. Rasulullah bersabda : “Man ‘amala ‘amilan laisa ‘alaihi amruna fa huwa raddun” Barang siapa yang melakukan suatu amal yang tidak ada perintahnya dari kami maka (amalnya) tertolak (H.R Imam Muslim).


Tidak semua bisa mendapatkan predikat takwa
Puncak tertinggi tujuan shaum adalah melaksanakan perintah Allah agar mendapatkan predikat takwa.
Allah berfirman : “Yaa aiyuhalladzi naamanu kutiba ‘alaikumush shiam, kamaa kutiba ‘alalladzina min qablikum, la’allakum tattaquun.” Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan kepada kamu untuk berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, mudahan-mudahan kamu menjadi orang orang yang bertakwa (Q.S al Baqarah 183).

Dalam ayat ini ada kata la’alla yang terjemahannya adalah mudah-mudahan.
Menurut pakar bahasa, ada beberapa kata dalam bahasa Arab yang bisa diterjemahkan dengan mudah-mudahan meskipun dengan makna yang sedikit berbeda, yaitu :
     
Pertama : La’alla, dalam surat al Baqarah ayat 183 diterjemahkan dengan mudah-mudahan. Ini mempunyai dua kemungkinan yaitu bisa dapat bisa juga tidak.

Kedua : ‘Asaa, dalam surat al Al Isra’ ayat 79, diterjemahkan dengan mudah-mudahan. Tapi ini maksudnya adalah pasti dapat atau pasti terjadi.

Ketiga : Laita, dalam surat an Naba’ ayat 40, bisa diterjemahkan dengan mudah-mudahan (alangkah baiknya, seandainya). Tapi ini maksudnya adalah sesuatu yang tidak mungkin dapat atau tidak mungkin terjadi. 

Mari kita perhatikan bahwa dalam surat al Baqarah ayat 183 ini digunakan kata la’alla. Ini berarti bahwa takwa itu bisa dapat dan bisa pula tidak dapat meskipun seseorang itu telah melaksanakan shaum  Ramadhan.   
     
Tentang hal ini, Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam telah mengingatkan kita bahwa ada manusia berpuasa  yang hanya memperoleh lapar dan haus saja. Rubba shaa’imin hazhzhuhu min shiyamihi al ju’ wal ‘athasy. Berapa banyak orang yang puasa hanya mendapatkan lapar dan haus saja. (H.R Ibnu Majah, an Nasa’i).

Dari hadits ini dapat kita ketahui bahwa tidak semua orang yang berpuasa  mendapat predikat takwa tapi ada yang hanya mendapatkan lapar dan haus saja. Tentang hal ini Rasulullah yang bersabda.  Beliau menyebut dengan rubba dan kata rubba dalam bahasa Arab bukan bermakna  satu atau dua tetapi menunjukkan jumlah yang banyak.

Namun demikian setiap hamba pasti sangat ingin dan selalu berusaha untuk menjadi orang bertakwa yang salah satunya didapat melalui berpuasa di bulan Ramadhan.

Predikat takwa adalah sesuatu yang nilainya sangat agung, karena Allah telah berfirman bahwa surga itu disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. “Wa saari’u ila maghfiratim mirrabbikum wa jannatin ‘ardhuhas samaawaatu wal ardhu, u’iddat lil muttaqiin.” Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Rabb-mu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (Q.S Ali Imran 133).

Jadi takwa itu adalah boarding pass ke surga. Oleh sebab itu janganlah lalai sedikitpun untuk mendapatkan dan menjaga takwa itu. Sungguh takwa semestinya   selalu ada dalam diri kita sampai kapanpun.

Orang shalih menyambut ramadhan dengan gembira.
Para ulama salaf dan orang-orang shalih menyambut Ramadhan dengan penuh kegembiraan. Enam bulan sebelum Ramadhan mereka telah berdoa agar mendapatkan Ramadhan yang berikutnya.
Diantara doa yang mereka panjatkan adalah : “Allahhumma salimni ila ramadhan wa salimlii ramadhan wa tasallamhu minni  mutaqaabilan”.  Ya Allah, selamatkan kami hingga dapat merasakan Ramadhan, dan selamatkan kami untuk Ramadhan, dan diterima amal ibadah kami setelah Ramadhan.

Semakin dekat Ramadhan maka semakin meningkat pula kegembiraan mereka. Kenapa bisa begitu, karena sungguh mereka sangat paham keutamaan dan keistimewaan bulan Ramadhan. Mereka telah siap untuk melaksanakan berbagai ibadah Ramadhan guna mencapai tingkat takwa.

Gembira karena banyak keutamaan
Sungguh sangatlah banyak  keutamaan dan keistimewaan yang ada pada Ramadhan. Semuanya sangatlah patut membuat kita menjadi gembira dengan kedatangannya. Diantaranya adalah :

Pertama : Ada kesempatan untuk mendapat berkah yang lebih besar. Rasulullah bersabda : Qad jaa’akum syahrur ramadhan, syahru mubaarak.  Sungguh telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. (H.R Imam Ahmad dan an Nasa’i) 

Ketahuilah bahwa kita sangat membutuhkan berkah karena berkah bermakna kebaikan yang banyak dan terus menerus ada. Imam an Nawawi dalam  Syarah Sahih Muslim berkata : Makna asal keberkahan adalah kebaikan yang banyak dan abadi (di dunia sampai ke akhirat, pen.)

Kedua : Ada kesempatan untuk mendapat ibadah satu malam bernilai ibadah seribu bulan. Dan ini tidak ada pada bulan lain kecuali pada Ramadhan saja. Allah berfirman : “Wamaa adraaka maa lailatul qadri. Lailatul qadri khairum minalfi syahr”.  Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. (Q.S al Qadr 2-3).

Ketiga : Ada kesempatan untuk diampuni dosa-dosa yang telah lalu.
Rasulullah bersabda : “Man shama ramadhaana imanan wahtisaaban ghufiralahu maa taqaddama min dzambih”. Barang siapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (H.R Bukhari dan Muslim).

Keempat : Ada kesempatan doa diijabah. Rasulullah bersabda : Tsalatsa da’awaatin mustajaabaat, da’watush shaa’imi, wa da’watul mazhluumi, wa da’watul musaafir. Ada tiga macam doa yang dikabulkan, doa orang yang berpuasa, doa orang yang terzhalimi dan doa orang musafir (H.R Imam al Baihaqi).

Kelima : Ada kesempatan mendapat perisai sebagai benteng terhadap api neraka. Rasulullah bersabda : Ash shiyamu junnatun yastahjinnu bihal ‘abdu minnaar. Puasa merupakan perisai yang digunakan seorang hamba untuk membentengi diri dari neraka (H.R Imam Ahmad).
  
Bergembira dengan hukum atau ketetapan Allah  
Selain itu kita perlu pula  bergembira jika berhadapan dengan syari’at, hukum ataupun ketetapan Allah. Ketahuilah bahwa hukum Allah itu adalah berupa perintah dan larangan. Jika ada perintah maka pasti disitu ada kebaikan, dan jika ada larangan maka pasti disitu ada mudharat bagi manusia. Manfaat dan mudharat itu bisa ada yang diketahui sebagiannya, belum diketahui atau tidak diketahui sama sekali karena keterbatasan ilmu yang ada pada manusia. “Wamaa uutiitum minal ‘ilmi illaa qaliilaa” Sedangkan kamu diberi pengetahuan yang sedikit. (Q.S al Israa’ 85).

Jadi pantaslah kegembiraan itu muncul karena semua hukum dan ketetapan Allah adalah untuk kebaikan manusia di dunia maupun di akhirat.
Hal itu juga membuat seorang mukmin jika berhadapan dengan hukum-hukum Allah maka mereka langsung mengambil posisi sami’na wa atha’na, kami dengar dan kami patuhi.

Sungguh, Ramadhan dan kewajiban shaum adalah hukum atau ketetapan Allah Ta’ala.  Bulan yang memiliki banyak keutamaan kebaikan dan berkah. Oleh karenanya orang yang beriman dan berakal (sehat) pasti akan gembira dengan kedatangan Ramadhan dan bersedih dengan kepergiannya.

Allah berfirman :  Qul bifadhlillahi wa bi rakhmatihi fa bidzaalika falyafrahuu, huwa khairun mimmaa yajma’uun.” Katakanlah (Muhammad), dengan karunia Allah dan rakhmat Nya, hendaknya dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.  (Q.S Yunus 58).

Para ulama menjelaskan bahwa ayat ini merupakan dalil yang mewajibkan untuk menghadirkan kegembiraan dalam hati  seorang hamba jika berhadapan dengan 
syari’at atau ketetapan Allah. 

Selanjutnya para ahli Tafsir menjelaskan bahwa makna karunia dalam ayat ini bukanlah harta atau perhiasan dunia tetapi maknanya adalah iman. Sedangkan rakhmat disini maknanya adalah al Qur’an. Ini antara lain sebagai mana yang dijelaskan oleh Imam Mujahid, murid Ibnu Abbas.

Sungguh ketetapan syari’at tentang kewajiban berpuasa adalah dari al Qur’an sehingga menjadi wajib untuk menyambutnya dengan kegembiraan.
Para ulama terdahulu juga ada yang memberikan penjelasan bahwa kegembiraan menyambut Ramadhan menjadi barometer imannya. Semakin kuat iman seseorang maka semakin besar pula kegembiraannya menyambut Ramadhan. Begitupun sebaliknya.

Lalu bagaimana dengan sebagian manusia yang merasa sedih dan berat dengan datangnya Ramadhan. Wallahu a’lam, mungkin keimanannya bisa dipertanyakan. 

Pada kenyataannya ada pula sebagian orang yang bergembira menyambut Ramadhan bukan karena imannya tapi karena akan mendapatkan tambahan harta dunia. Misalnya akan mendapatkan THR dan berbagai hadiah. Mungkin juga  pedagang yang membayangkan bahwa dagangannya akan lebih laris sehingga akan mendatangkan keuntungan lebih besar dari biasa. Atau kesempatan cuti dan mudik bertemu dengan sanak keluarga.
Ini tentu tidak salah, asal tetap memelihara kegembiraannya menyambut Ramadhan dalam rangka  melaksanakan perintah Allah dan  kesempatan untuk mendapat nilai takwa bukan karena keuntungan atau manfaat duniawi.

Bahkan terkadang bukan hanya orang muslim yang bergembira, bisa jadi non muslim juga ikut gembira karena dagangannya akan lebih banyak laku dan produknya akan lebih banyak terjual. Tapi kegembiraan mereka hanya sebatas harta dunia dan tidak memiliki nilai ukhrawi sedikitpun. 

Kiranya patut kita perhatikan apa yang dikatakan oleh Syaikh Dr. Abdurrahman as Sudais yang kita kenal pernah dalam waktu yang lama menjadi Imam Besar Masjidil Haram. Dalam satu khutbahnya di Masjidil Haram menjelang Ramadhan beberapa tahun yang lalu, mengingatkan kaum muslimin agar bergembira dengan kedatangan Ramadhan. Syaikh as Sudais berkata :

Wahai umat Islam, bergembiralah dengan kedatangan bulan Ramadhan yang mulia, sebab Ramadhan merupakan kesempatan yang sangat baik bagi kalian, yaitu :

Pertama : Bagi orang-orang yang taat untuk menambah amal shalihnya.

Kedua : Bagi orang-orang yang selama ini mungkin penuh dosa, ini merupakan kesempatan paling berharga untuk memohon ampun dan bertaubat, kembali kepada syari’at Islam yang benar.

Semoga Allah menumbuhkan kegembiraan dihati kita dalam menyambut Ramadhan tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang. Kita juga berdoa semoga Allah memberi kita kekuatan untuk beribadah pada bulan Ramadhan tahun ini lebih baik dari Ramadhan ramadhan yang telah lalu. Insya Allah. 

Wallahu A’lam.  (346)

 


















 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar