Rabu, 17 Februari 2021

TETAP MEMUJI ALLAH KETIKA DIDATANGI UJIAN BERUPA MUSIBAH

 

TETAP MEMUJI ALLAH KETIKA DIDATANGI UJIAN BERUPA MUSIBAH

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Kapan saja Allah Ta’ala berkehendak maka hamba hamba-Nya akan diuji dengan musibah yang mendatangi dirinya, keluarganya, hartanya dan yang lainnya. Ujian berupa musibah itu antara lain adalah untuk diketahui seberapa kokoh imannya.  Allah Ta’ala berfirman :

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, KAMI TELAH BERIMAN DAN MEREKA TIDAK DIUJI ?. Dan sungguh Kami telah menguji orang orang sebelum mereka maka Allah pasti mengetahui orang orang yang benar dan pasti mengetahui orang orang yang berdusta. (Q.S al Ankabut 2-3).

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Ketika didatangi musibah hamba hamba Allah ada yang : (1) Berkeluh kesah, ADAPUN ORANG YANG BERKELUH-KESAH, maka dia telah melakukan sesuatu yang DIHARAMKAN dan kecewa dengan ketentuan Rabb semesta alam yang di tangan-Nya lah kerajaan langit dan bumi. Dia memiliki kekuasaan, Dia melakukan apa yang Dia kehendaki.

(2) Bersabar, ADAPUN ORANG YANG BERSABAR, maka sungguh dia telah menunaikan kewajiban. Orang yang sabar adalah orang yang memikul musibah tersebut, yaitu dia melihat bahwa musibah itu pahit, berat, sulit, dan dia tidak menyukai terjadinya musibah itu, namun dia tetap memikulnya dan menahan dirinya dari sesuatu yang diharamkan. Dan ini adalah wajib.

 (3) Ridha, ADAPUN ORANG YANG RIDHA, maka dia adalah orang yang tidak mempedulikan musibah ini, dan dia melihat bahwa musibah ini dari sisi Allah, lalu dia rela-menerima dengan kerelaan yang sempurna, dan tidak ada dalam hatinya rasa sedih atau penyesalan terhadap musibah itu, karena dia rela-menerima dengan kerelaan yang sempurna. Dan tingkatannya lebih tinggi dari tingkatan orang yang sabar. Oleh karena inilah, sikap ridha itu disukai (mustahab) dan bukan wajib.

(4) Bersyukur, DAN ORANG YANG BERSYUKUR adalah orang yang bersyukur kepada Allah atas musibah. Namun bagaimana bisa dia bersyukur kepada Allah atas musibah ini padahal itu adalah penderitaan ?. Jawabannya ada dari dua sisi:

Pertama : Hendaknya dia memandang kepada orang yang diberi musibah yang lebih besar, maka dia bersyukur kepada Allah karena dia tidak ditimpa musibah yang seperti itu. Dan atas hal ini, ada sebuah hadits :

اﻧﻈﺮﻭا ﺇﻟﻰ ﻣﻦ ﻫﻮ ﺃﺳﻔﻞ ﻣﻨﻜﻢ، ﻓﺈﻧﻪ ﺃﺟﺪﺭ ﺃﻻ ﺗﺰﺩﺭﻭا ﻧﻌﻤﺔ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻜﻢ لآتنظروا إلى من هوفوقكم و

Janganlah kalian melihat pada orang yang diatas kalian, dan lihatlah pada orang yang dibawah kalian, karena itu lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah atas kalian. (H.R Imam  Bukhari dan Imam  Muslim)

Kedua : Hendaknya dia mengetahui bahwa dengan sebab musibah ini, akan dihapus keburukan keburukan dan ditinggikan derajatnya jika bersabar, kemudian apa yang ada di akhirat itu lebih baik dari yang  di dunia, sehingga dia bersyukur kepada Allah.

Dan juga, orang yang paling keras musibahnya tiada lain adalah para nabi, kemudian orang-orang shalih, lalu yang semisal itu, lalu yang semisal itu. Maka dia berharap agar dijadikan sebagai orang shalih dengan sebab musibah itu, sehingga dia bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat ini. (Fatawa Nur ‘alad Darb).

Umar bin Khaththab ketika didatangi musibah beliau berkata : Tidaklah musibah menimpaku, melainkan Allah Ta’ala menurunkan TIGA NIKMAT BAGIKU karena musibah itu (yang perlu diterima dengan rasa syukur, peny.) : (1) TIDAK MENIMPA AGAMAKU. (2) Musibah itu tidak lebih besar dari menimpa yang lainnya. (3) Allah memberikan kesabaran bagiku dalam menghadapinya.

Dalam satu riwayat disebutkan dari Syuraih al Qadhi, dia berkata : Ketika aku tertimpa musibah, aku MEMUJI ALLAH EMPAT KALI atas musibah itu. (1) Aku memuji Allah karena tidak ditimpakan musibah yang besar dari itu. (2) Aku memuji Allah karena aku diberi kesabaran atasnya. (3) Aku memuji Allah karena memberiku taufiq untuk beristirja’ (mengucapkan innalilahi wa inna ilahi raji’un, peny.) dan memohon kebaikan dengan ada musibah itu, dan (4) Aku memuji Allah karena tidak MENIMPAKAN MUSIBAH TERHADAP AGAMA YANG ADA PADA DIRIKU. (Diriwayatkan oleh al Baihaqi dalam Syuabul Iman).

Sungguh ketika berbagai musibah datang ada beberapa  nikmat yang diambil Allah Ta’ala dari kita. Misalnya ketika didatangi penyakit maka kesempatan untuk mencari rizki hilang. Selera makan dan kenyamanan diri hilang. Terkadang harus mengeluarkan uang yang tak sedikit untuk berobat. Tetapi ketahuilah bahwa NIKMAT YANG SANGAT BESAR MASIH ADA PADA DIRI KITA YAITU NIKMAT IMAN DAN ISLAM. Dan juga SEMANGAT KITA UNTUK BERIBADAH TIDAK LUNTUR.   

Jadi, meskipun terasa berat, ternyata  bersyukur dengan memuji Allah ketika mendapat ujian berupa musibah  adalah sesuatu yang sangat manfaat bagi hamba hamba Allah. Wallahu A’lam. (2.234).

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar