Rabu, 10 Februari 2021

NIAT PUASA DILAFALKAN ATAU DALAM HATI SAJA

 

NIAT PUASA DILAFALKAN ATAU DALAM HATI SAJA ?.

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Ketika seseorang akan melakukan suatu ibadah termasuk puasa maka perlu baginya untuk berniat. Dalam hadits dari Umar bin Khatab disebutkan bahwa Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang diniatkannya…(H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Berkenaan dengan hadits ini, Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Ketahuilah bahwa TEMPATNYA NIAT ADALAH DI HATI. Sama sekali TIDAK MEMBUTUHKAN PENGUCAPAN karena kita semua beribadah kepada Dzat Yang :

(1) Maha Mengetahui apa yang lahir dan yang bathin. Allah Mengetahui yang terlintas di hati manusia.

(2) Engkau tidak sedang menghadap sesuatu yang tidak mendengar sehingga membutuhkan pemberitahuan bahwa engkau akan melakukan suatu ibadah. Akan tetapi sungguh engkau akan menghadap Dzat yang mengetahui apa yang dibisikkan hatimu untukmu. Dialah (Allah) Yang Mengetahui semua hal tentang perbuatanmu di masa lalu maupun sekarang. 

Hal lain yang perlu dicamkan baik baik tentang perkara pengucapan niat ini, BAHWA HAL ITU TIDAK PERNAH DILAKUKAN OLEH NABI SALALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM maupun juga oleh sahabat sahabat beliau.

Oleh karena itu pengucapan niat ini termasuk perbuatan yang diada adakan dalam agama dan tidak boleh dilakukan baik secara sir maupun secara jahr. Sungguh tidak tepat pendapat sebagian ulama yang mengatakan : Niat boleh diucapkan secara terang terangan. Sebagian lain membolehkan dengan dipelankan dengan alasan agar terjadi kesesuaian antara perbuatan hati dengan lisan.

Ya, Subhanallah, kalau begitu dimanakah posisi Rasulullah Salallahu ’alaihi wasallam dari urusan ini. Jika hal ini (melafalkan niat) betul betul syariatnya, maka tentunya beliaulah yang pertama kali mengamalkannya dan menjelaskannya kepada manusia. (Syarah Hadits Arba’in an Nawawiyah).

Ketika mensyarah hadits tentang niat tersebut diatas, seorang Ulama AHLI HADITS yang telah puluhan tahun mengajar di masjid Nabawi yaitu Syaikh Abdul Muhsin al ‘Abbad berkata : NIAT TEMPATNYA DI DALAM HATI, melafalkannya adalah membuat sesuatu yang baru dalam agama.

Tidak boleh melafalkan niat dalam ibadah apapun, KECUALI DALAM HAJI DAN UMRAH. Dia boleh menyebut dalam talbiyahnya apakah dia meniatkan qiran, ifrad atau tamatu’. Di sana dia berkata, LABBAIKA ‘UMRATAN WA HAJJAN atau Labbaika hajjan atau Labbaika ‘umratan karena terdapat sunnah yang kuat khusus dalam masalah ini tanpa yang lainnya. (Syarah Hadits Arba’in an Nawawiyah).  

Syaikh Shalih al Fauzan pernah ditanya apakah niat tiap malam menjadi syarat ketika akan berpuasa di bula Ramadhan. Beliau menjawab : Puasa, dan begitu juga amalan amalan lainnya haruslah DILAKUKAN ATAS DASAR NIAT. (Lalu Syaikh membawakan hadits diriwayatkan dari Umar bin Khatthab tentang niat, peny.)

Maka puasa Ramadhan pun wajib dilakukan dengan niat pada malam hari yaitu berniat sebelum terbit fajar untuk berpuasa pada hari tersebut. Ketika seorang Muslim bangun di penghujung malam dan makan sahur itu menunjukkan (sudah) adanya niat padanya.

Jadi yang diminta bukanlah melafalkan niat dengan ucapan seperti mengatakan : Nawaitu shaum (aku berniat puasa). Ini justru membuat sesuatu yang baru, tidak boleh. Niat berpuasa bulan Ramadhan dilakukan setiap hari secara tersendiri. Sebab setiap hari puasa itu adalah ibadah tersendiri dan memerlukan niat. Sehingga dia berniat puasa dengan hatinya setiap hari yaitu pada malam hari. (Al Muntaqa min Fatawa Syaikh Fauzan).

 Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (2.224).

 

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar