Rabu, 03 Februari 2021

JIIKA BERHUTANG BERNIATLAH UNTUK MEMBAYAR

 

JIKA BERHUTANG BERNIATLAH UNTUK MEMBAYAR

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Judul tulisan ini mungkin menjadi pertanyaan oleh sebagian orang. Bagaimana mungkin berhutang tidak berniat membayar. Iya, bisa jadi. Misalnya ketika seseorang mau minta uang kepada saudara atau teman karibnya dia merasa risih.

Lalu dipakai istilah meminjam uang atau berhutang kepada saudaranya. Dia sebenarnya tak punya niat untuk membayar dan berfikir bahwa saudara atau teman yang memberi hutang juga akan merasa kurang nyaman untuk menagih.

Dalam kasus lain ada seseorang menggunakan dalih berhutang  TAPI TUJUANNYA MENIPU. DARI AWAL SUDAH TAK ADA NIAT MEMBAYAR. Setelah diberi pinjaman lalu menghilang. Tak diketahui lagi keberadaannya. 

Ketahuilah berhutang dalam syariat Islam adalah mubah atau tak dilarang. Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan sebagian adab berhutang di dalam Al-Qur’an, yaitu :

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ 

Wahai orang-orang yang beriman !.  Apabila kamu melakukan utang piutang  untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya. (Q.S al Baqarah 282)

Dalam satu riwayat dari ‘Aisyah radhiallaahu’anhaa, disebutkan bahwasanya dia berkata:

 أَنَّ النَّبِيَّ –صلى الله عليه وسلم– اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ فَرَهَنَهُ دِرْعَهُ 

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tidak tunai, kemudian beliau menggadaikan baju besinya (H.R Imam Bukhari).

Hakikatnya berhutang adalah sesuatu yang dianggap tidak baik dalam syariat Islam kecuali untuk memenuhi kebutuhan pokok, biaya berobat dan kebutuhan lainnya yang SANGAT MENDESAK.

Tentu yang lebih parah adalah orang yang berhutang tapi tak berniat membayar. Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :

أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ اللَّهَ سَارِقًا

Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri. (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib al Khair, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Imam al Munawi berkata : Orang seperti ini akan dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana mereka. (Faidul Qadir).

Imam adz Dzahabi menyebutkan bahwa MENCURI ADALAH TERMASUK DOSA BESAR. (Kitab al Kabair)

Selain itu, ketahuilah bahwa sungguh sangatlah banyak keburukan yang akan menimpa orang orang yang lalai dan berniat untuk tidak  membayar hutang :

Pertama : Hutang yang  dibawa mati harus dibayar dengan pahala.

Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ

Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana tidak ada lagi dinar dan dirham. (H.R Ibnu Majah dishahihkan oleh  Syaikh al Albani).

Kedua : Jiwa seseorang masih bergantung kepada hutangnya.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya. (H.R at Tirmidzi).

Ketiga : Melalaikan hutang adalah kezhaliman.

مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ

 

Menunda-nunda membayar hutang bagi orang yang mampu (membayar) adalah kezaliman.  (H.R Imam Bukhari

Imam an Nawawi berkata : Menunda membayar hutang bagi orang yang mampu adalah perbuatan zalim dan merupakan tindakan yang diharamkan. Sedangkan menundanya orang yang tidak mampu tidaklah dianggap zalim dan bukan perbuatan haram, berdasarkan mafhum dari hadits. Sebab ia dalam keadaan uzur (untuk membayar).

 

Jika seseorang dalam keadaan tercukupi (untuk membayar utang), tapi ia tidak mampu untuk membayarnya karena hartanya tidak berada di tempat atau karena faktor yang lain, maka boleh baginya untuk mengakhirkan membayar utang sampai ia mampu membayarnya, (Syarah Shahih Muslim).

 

Keempat : Hutang tak diampuni meskipun mati syahid.

Dari Abdillah bin Amr bin al ‘Ash, dia berkata,  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ

Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang. (H.R Imam Muslim)

Nah, dengan begitu banyaknya keburukan yang akan menimpa orang yang berhutang maka masih adakah  keinginan hamba hamba Allah untuk MENUMPUK HUTANG apalagi   berniat pula untuk tidak membayar ?. Wallahu A’lam. (2.210)






 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar