Minggu, 25 November 2018

TATHAYUR ADALAH MENGANGGAP SIAL SESUATU


TATHAYUR ADALAH MENGANGGAP SIAL SESUATU

Oleh : Azwir B. Chaniago

Tathayur awalnya dari kata tha-ir yang artinya burung. Penamaan tersebut adalah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim. Kata beliau : Dahulu (sebagian  orang Arab, sebelum Islam, pen.) suka menerbangkan atau melepaskan burung. Jika burung itu terbang ke kanan, mereka menamakan dengan saanih. Bila burung itu terbang ke kiri mereka menamakannya dengan baarih. Kalau terbangnya ke depan disebut naa-thih dan manakala terbangnya kebelakang merea menyebutnya qa’iid.  

Sebagian mereka menganggap sial dengan baarih (burung yang terbang ke arah kiri) dan menganggap mujur dengan aanih (burung yang terbang ke arah kanan) dan ada lagi yang berpendapat lain. (Miftah Daaris Sa’aadah).

Merasa sial tidak terbatas hanya pada arah terbangnya burung sebagaimana kepercayaan sebagian jahiliyah. Bisa jadi tathayur pada nama yang dianggap  sial, bilangan tertentu, orang orang tertentu. Semua ini dilarang dalam syariat Islam dan masuk kelompok kesyirikan. Bisa jadi kesyirikan kecil dan bisa  pula jadi syirik besar.
Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam bersabda : 

الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ». ثَلاَثًا « وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ

Beranggapan sial adalah kesyirikan, beranggapan sial adalah kesyirikan. Beliau menyebutnya sampai tiga kali. Kemudian Ibnu Mas’ud berkata, Tidak ada yang bisa menghilangkan sangkaan jelek dalam hatinya. Namun Allah-lah yang menghilangkan anggapan sial tersebut dengan tawakkal. (H.R Abu Daud  dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh  Syaikh al Albani).

Jadi bertathayur adalah kesyirikan, juga merupakan bentuk kepercayaan kepada sesuatu yang tak memiliki hakikat dan bentuk tidak bertawakkal kepada Allah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata :  Tathayur menghilangkan tauhid dari dua segi :

Pertama : Orang yang bertathayur tidak memiliki rasa tawakkal kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan senantiasa bergantung kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’al.

Kedua : Orang bertathayur bergantung kepada sesuatu yang tidak ada hakikatnya dan merupakan sesuatu yang termasuk takhayul serta keragu raguan. (Qaulul Mufiid)

Imam Ibnul Qayyim mengingatkan bahwa orang yang bertathayur akan mendapatkan banyak kerugian  : (1) Orang yang bertathayur itu tersiksa jiwanya. (2) Sempit dadanya. (3) Tidak pernah merasa tenang. (4) Buruk akhlaknya. (5) Mudah terpengaruh dengan apa yang dilihat dan di dengarnya. 

Beliau juga berkata : (1) Mereka menjadi orang paling penakut. (2) Paling sempit hidupnya dan paling gelisah jiwanya. (3) Banyak memelihara dan menjaga hal hal yang tidak memberi manfaat dan mudharat kepadanya. (3) Banyak yang kehilangan peluang dan kesempatan (untuk berbuat baik). Miftaah Daaris Sa’aadah).

Oleh karena itu orang orang beriman haruslah menjauhi sikap tathayur atau thiyarah ini, karena bisa jatuh kepada kasyirikan serta menghambat rasa tawakkal kepada Allah Ta’ala. Sungguh segala kebaikan itu dari Allah Ta’ala.
Insya Allah ada manfaatnya untuk kita semua. Wallahu A’lam. (1.466)     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar