Rabu, 26 Agustus 2015

RASULULLAH SANGAT PEMAAF



RASULULLAH SANGAT PEMAAF

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh Rasulullah adalah uswah hasanah  bagi umat  manusia dan terutama atau lebih khusus bagi umat Islam. Beliau haruslah diteladani oleh setiap muslim terutama dalam hal aqidah, ibadah, akhlak dan muamalah. 

Allah berfirman : “Laqad kaana lakum fii rasuulillahi uswatun hasanatun, liman kaana yarjullaha wal yaumil aakhira wa dzakarallahu katsiira. Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (Q.S al Ahzaab 21).

Syaikh as Sa’di berkata : Para ulama ahli ushul fiqih berdalil  dengan ayat ini atas kehujjahan Rasulullah. Dan bahwa hukum asalnya, umat Islam itu bersuri tauladan kepada Rasulullah di dalam semua hukum kecuali ada dalil syar’i yang mengecualikan kekhususan beliau. Orang yang meneladani beliau berarti menelusuri jalan yang dapat mengantarkannya kepada kemuliaan disisi Allah yaitu jalan yang lurus. 

Syaikh as Sa’di menambahkan bahwa : Suri teladan yang baik dari Rasulullah hanya akan ditelusuri dan diikuti oleh orang orang yang menginginkan (ridha) Allah dan (pertemuan) dengan Hari Akhir. Hal ini terjadi karena iman yang dimilikinya. Rasa takutnya kepada Allah dan mengharapkan pahala kepada-Nya, takut akan siksa-Nya yang semuanya mendorong seorang hamba untuk meneladani Rasulullah.  
   
Sangatlah banyak kisah  yang menceritakan tentang keutamaan pribadi Rasulullah dan haruslah kita ikuti dengan sungguh sungguh.  Diantara akhlak beliau yang menonjol adalah sifat sangat pemaaf,  yang sebagiannya adalah sebagaimana dikisahkan dalam hadits berikut ini :

Pertama : Dari Jabir bin Abdillah bahwasanya dia pernah ikut berperang bersama Rasulullah menuju kearah Nejed. Ketika Rasulullah kembali maka kami pun ikut kembali. Kemudian mereka (orang orang yang mengikuti Rasulullah tiba disebuah lembah yang banyak pohon berduri, di saat waktunya tidur siang. Lalu Rasulullah turun.

Lalu Rasulullah turun sedangkan para sahabat berpencar untuk berteduh dibawah pohon. Dan Rasulullah singgah di bawah pohon samurah lalu beliau menggantungkan pedangnya pada pohon tersebut. 

Kemudian kami tertidur sejenak. Tiba tiba Rasulullah memanggil kami dan ternyata disisi beliau ada seorang Badui. Lalu beliau bersabda : Sesungguhnya orang ini telah menghunuskan pedangku pada waktu aku tertidur. Lalu aku bangun sedang pedang itu telah terhunus di tangannya. Dia berkata : Siapakah yang akan menghalangimu dari seranganku ini ? Aku (Rasulullah) menjawab : Allah (sebanyak tiga kali). Dan beliau tidak menghukum orang tersebut dan kemudian duduk (Mutafaq ‘alaihi). 
  
Kedua : Dalam riwayat yang lain Jabir berkata : Kami pernah bersama Rasulullah berada di Dzaaturriqa’. Setelah kami mendapati sebatang pohon yang rindang, kami tinggalkan Rasulullah disana. Lalu ada seorang dari kaum musyrikin yang datang, sedang pedang Rasulullah digantungkan di pohon tersebut. Kemudian orang itu mengambil pedang itu dan menguhunuskannya seraya berkata : Apakah kamu takut kepadaku ?. Tidak jawab Rasulullah. Lalu siapa yang akan menghalangimu dariku, sahut orang itu lebih lanjut. Maka beliau menjawab : Allah.  

Ketiga : Dalam riwayat yang lain pula yaitu dari Abu Bakar al Isma’ili disebutkan dalam kitab Shahihnya, orang itu bertanya : Siapa yang akan menghalangi dirimu dariku ?. Allah, jawab beliau. Maka jatuhlah pedang itu dari tangannya. Kemudian Rasulullah mengambil  pedang itu seraya berkata : Sekarang siapa yang akan menghalangi dirimu dariku ?. Orang itu berkata : Jadilah engkau orang yang berbuat baik.

Maka Rasulullah berkata : Apakah kamu bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang haq) selain Allah dan sesungguhnya aku adalah Rasul Allah ? Dia menjawab : Tidak, tetapi aku berjanji kepadamu untuk tidak memerangimu dan tidak juga bergabung dengan orang orang yang memerangimu. Kemudian Rasulullah membiarkan orang itu pergi. Lalu dia mendatangi kaumnya seraya berkata : Aku datang kepada kalian dari orang yang paling baik. (Lihat Syarah Riyadush Shalihin, Syaikh Salim bin ‘Ied al Hilali).

Sungguh ini hanya satu dari demikian banyak peristiwa dimana Rasulullah senantiasa memaafkan kesalahan orang lain meskipun orang itu memusuhi dan mencela beliau. Semoga kisah ini memberikan teladan bagi kita, khususnya dalam hal suka memaafkan. Kalau Rasulullah mau memaafkan orang Badui yang masih kafir ataupun orang orang yang masih musyrik, bahkan akan membunuh beliau maka tentulah lebih utama pula bagi kita umat beliau, untuk memaafkan saudara saudara kita sesama Muslim.

Ketahuilah bahwa memaafkan adalah salah satu tanda orang orang yang bertakwa yaitu sebagaimana Allah berfirman : “Alladziina yunfiquuna fis sarraa-i wadh dharraa-i wal kaazhimiinal ghaizha wal ‘aafiina ‘aninnaasi wallahu yuhibbul muhsiniin” (Orang yang bertakwa yaitu) orang yang berinfak, baik diwaktu lapang maupun sempit dan orang orang yang menahan marahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan. (Q.S Ali Imran 134).      
Semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam (378).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar