Rabu, 26 Agustus 2015

ARAHKAN ANAK BELAJAR ILMU SYAR'I



ARAHKAN ANAK SUPAYA BELAJAR ILMU SYAR’I

Oleh : Azwir B. Chaniago

Belajar ilmu adalah salah satu jalan kebaikan yang utama bahkan merupakan kewajiban setiap muslim.  Rasulullah bersabda : “Thalibul ‘ilmi faridhatun ‘ala kulli muslim”. Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim (H.R Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah). Diantara pakar bahasa Arab ada yang mengatakan bahwa kata fardhu bermakna wajib sedangkan faridhatun bermakna sangat wajib. Ini adalah salah satu dalil yang tegas tentang wajibnya menuntut ilmu bagi seorang muslim.

Seorang hamba yang dimudahkan Allah Ta’ala untuk bersemangat belajar ilmu tentang agama ini maka itu adalah suatu pertanda bahwa Allah Ta’ala menghendaki kebaikan baginya. Rasulullah bersabda : “Man yuridillahu bihi khairan yufaqqih-hu fiddiin”. Barangsiapa yang dikehendaki  kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia terhadap urusan agama (H.R Imam Bukhari, Imam Muslim dan at Tirmidzi).

Sungguh sangatlah banyak manfaat belajar ilmu syar’i dan ilmu ilmu lainnya yang berguna bagi kaum muslimin. Diantaranya juga adalah sebagaimana Rasulullah bersabda : “Man salaka thariiqan yaltamisu fihi ‘ilman sahhalallahu lahu thariiqan ilal jannah.” Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu (agama) maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. (H.R at Tirmidzi)

Sungguh berbahagialah setiap orang tua yang telah mampu mengarahkan anak anaknya menempuh jalan untuk  belajar ilmu di sekolah sekolah agama, pesantren, universitas yang mengajarkan ilmu al Qur-an dan as Sunnah sesuai dengan pemahaman salaful ummah. Dengan demikian akan memudahkan anak anaknya menjadi orang orang yang shalih yang juga akan memberikan manfaat yang besar bagi kedua orang tuanya.

Insya Allah, jika memiliki anak yang shalih dengan jalan belajar ilmu agama maka orang tua akan menikmati hasilnya bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat kelak. Rasulullah bersabda : “Idza maatal insaanun qatha-‘a ‘amaluhu illaa min tsalaatsin : shadaqatun jaariyatun, wa ‘ailmun yuntafa’u bihi, wa waladun shalihun yad’uulahu”. Apabila seorang manusia telah meninggal dunia maka terputuslah semua amalannya kecuali tiga perkara : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan (H.R at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaik al Albani).

Bahkan orang tua yang memiliki anak anak yang shalih karena telah memudahkan dan mengarahkan anak anaknya dalam belajar ilmu agama, maka dia akan memperoleh derajat yang tinggi di akhirat kelak. Rasulullah bersabda : “Innar rajula laturfa’u darajatuhu fiil jannati fayaquulu : anna haadzaa ? Fayuqaalu : bistighfaari waladika laka”. Sesungguhnya ada seseorang yang diangkat derajatnya di surga kemudian dia berkata : Atas sebab apa derajatku dinaikkan ?. Maka dikatakan kepadanya, dengan istighfar dipanjatkan anakmu untukmu. (H.R Ibnu Majah).
   
Sebenarnya sangatlah banyak saudara saudara kita yang ingin mengarahkan anak anaknya untuk belajar ilmu agama di sekolah sekolah Islam bahkan dipesantren. Ini adalah keinginan yang sangat baik. Cuma saja segala sesuatu rencana yang baik akan didatangi oleh penghalangnya yang banyak. Diantaranya adalah :

Pertama : Adalah karena kelemahan manusia itu sendiri. Begitu datang semangat untuk mengarahkan anak belajar ilmu agama lalu melemah. Memang manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah. Allah berfirman : “Wa khuliqal insaanu dha’iifaa”. Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah. (Q.S an Nisaa’ 28.)

Syaikh as Sa’di berkata : Manusia itu adalah lemah dalam hal fisik, lemah dalam berkehendak, lemah dalam bertekad dan lemah dalam iman dan kesabaran (Lihat Tafsir Kariimir Rahman).

Oleh  karena itu berjuanglah untuk keluar dari kelemahan dan kurang semangat dalam hal ini. Bayangkanlah kebaikan dan keutamaan  yang banyak dan  akan diperoleh dengan mengarahkan anak untuk belajar ilmu agama. Dan jangan lupa memohon pertolongan Allah Ta’ala. 

Kedua : Lingkungan masyarakat kita yang kurang mendukung. Bahkan jika seseorang akan mengarahkan anaknya masuk ke pesantren lalu orang orang disekitar bahkan teman temannya akan melemahkan semangat. Diantaranya ada yang mengatakan kalau seorang tamat dari pesantren atau perguruan tinggi Islam,  dia akan sulit mendapat pekerjaan atau dengan kata lain rizkinya akan pas pasan. Kalaupun tidak kekurangan tapi  sulit untuk mendapatkan harta yang banyak. 

Namun demikian ketahuilah bahwa mencari harta yang banyak tidaklah wajib sementara itu menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim. Selain itu perlu pula dimaklumi bahwa apabila seorang hamba menuntut ilmu dengan niat yang lurus dan mengamalkannya dengan niat yang ikhlas maka Allah Ta’ala berjanji akan memberikan  penghidupan yang baik baginya. 

Allah berfirman : “Man ‘amila shaalihan min dzakarin au untsaa wa huwa mu’minun fa lanuhyiyannahu, hayaatan thaiyibatan wa lanajziyannahum ajrahum bi ahsani maa kaanuu ya’maluun”. Barangsiapa mengerjakan amal shalih, baik laki laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S an Nahl 97).  
       
Ketiga : Terkadang juga kita sering  mendengar komentar yang kurang nyaman dari sebagian manusia yang berkata : Jarang kita  menemukan orang ‘alim, seperti ustadz dan kiyai  yang  kaya, memiliki harta berlimpah berupa mobil dan rumah yang mewah. Tapi kita melihat banyak orang yang sedikit memiliki ilmu agama tapi mempunyai ilmu yang lain justru bisa memiliki kekayaan dan harta yang banyak. 

Mungkin komentar ini sebagian ada benarnya. Namun demikian ketahuilah saudaraku bahwa mengukur kenikmatan, kebahagian hidup dengan harta dunia adalah suatu yang kurang tepat atau bisa jadi keliru. Barangkali ada sebagian manusia yang memiliki harta yang banyak dan menjalani hidup dengan bahagia. Tapi tidak jarang pula orang orang yang memiliki sedikit harta tapi juga bisa menjalani hidup dengan hati yang penuh kenikmatan dan kebahagiaan.

Sungguh kekayaan yang hakiki bukanlah kaya harta tapi kaya jiwa. Rasulullah bersabda : “Laisal ghina ‘an katsratil ‘aradhi, walaakinal ghina, ghina nafsi” Kekayaan (yang sesungguhnya)  bukanlah dengan banyaknya harta. Akan tetapi kekayaan itu adalah kekayaan jiwa. (H.R Imam Bukhari)

Dalam riwayat yang lain disebutkan pula bahwa Rasulullah bersabda : Dari Abu Dzar, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda : Wahai Abu Dzar, apakah kamu mengira bahwa banyaknya harta itu adalah kekayaaan ?. Aku (Abu Dzar) berkata, Iya wahai Rasulullah. Rasulullah bertanya lagi : Apakah kamu mengira sedikitnya harta adalah kemiskinan ?. Aku menjawab, Iya wahai Rasulullah. Kemudian Rasulullah bersabda : Sebenarnya kaya yang sesungguhnya itu adalah kaya hati dan miskin yang sesungguhnya itu adalah miskin hati. (H.R Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)

Semoga penjelasan yang sedikit ini akan mendorong orang orang yang beriman untuk  terus berusaha mengarahkan anak anaknya supaya mengutamakan belajar ilmu agama diatas segala ilmu yang lain yang bermanfaat bagi kaum muslimin.  

 Wallahu A’lam. (380)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar