Jumat, 05 Desember 2014

ANTARA NADZAR DAN BAKHIL



ANTARA NADZAR DAN BAKHIL

Oleh : Azwir B. Chaniago

Agak sering kita mendengar orang bernadzar jika menginginkan sesuatu. Diantaranya ada yang berkata : Jika anak saya diterima di sekolah yang dimaksud maka saya akan berpuasa tiga hari. Ada pula yang berkata : Jika orang tua saya sembuh dari sakitnya maka saya akan bersedekah 500 ribu rupiah. 

Tidaklah diragukan bahwa kedua kasus ini  termasuk nadzar karena sebagaimana dijelaskan oleh Imam Raghib al Ashfani bahwa makna nadzar adalah seseorang mewajibkan dirinya terhadap sesuatu yang tidak diwajibkan, jika terjadi suatu hal.

Berpuasa adalah adalah tidak diwajibkan kecuali bulan Ramadhan atau qadha puasa Ramadhan tapi seseorang telah mewajibkan diri untuk berpuasa dengan nadzarnya. Bersedekah adalah tidak wajib tapi seseorang telah mewajibkan dirinya untuk bersedekah dengan nadzar.

Sekiranya kita berfikir agak dalam mungkin niat seperti ini kurang pas juga. Seseorang akan berpuasa tiga hari dengan syarat anaknya lulus dalam ujiannya. Lalu kalau tidak lulus tidak jadi berpuasa ?. Mungkin yang lebih baik dalam kasus ini adalah dia tetap melakukan puasa sunat semampunya dalam rangka mendekatkan diri serta mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara itu dia terus mendorong anaknya untuk banyak belajar guna menghadapi ujian dan juga terus berdoa bagi kebaikan si anak. 

Seseorang akan bersedekah dengan syarat orang tuanya sembuh dari sakitnya. Kalau tidak sembuh maka tidak jadi bersedekah ? Barangkali, yang lebih baik dia tetap memperbanyak sedekah  jika dia mampu. Sementara itu dia berusaha mengobati sakit orang tuanya dan terus berdoa untuk kesembuhannya.

Namun demikian perlu dipahami bahwa dalam hal bernadzar ada perbedaan pendapat ulama. Ada sebagian ulama yang sampai mengharamkan nadzar karena Nabi menyifati orang yang bernadzar dengan sifat bakhil. Rasulullah bersabda : “Laa tandziruu, fainnan nadzra laa yughnii minal qadari syai-an, wa innamaa yustakhraju bihi minal bakhiil. Janganlah kamu bernadzar karena nadzar itu tidak dapat menolak sedikit pun takdir, ia hanyalah untuk mengeluarkan sesuatu dari orang yang bakhil (H.R Imam Bukhari).

Dalam hadits dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda : “Innahu laa yaruddu syai-an  walakinnahu yustakhraju bihi minal bakhiil”  Sesungguhhnya nadzar tidak bisa menolak sesuatu apapun (yang telah ditetapkan Allah), namun dengannya dapat dikeluarkan (harta) orang yang bakhil. (Mutafaqun ‘alaihi). 
     
Jumhur atau mayoritas ulama menghukumi nadzar dengan makruh. Insya Allah pendapat ini lebih kuat. Diantara dalilnya adalah surat al Insan ayat 7. Allah berfirman : “Yuufuuna binnadzri wa yakhaafuuna yauman kaana syarruhu mustathiiraa” Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang adzabnya merata dimana mana.
Dalam ayat ini Allah Ta’ala memuji orang yang memenuhi nadzarnya. Sekiranya  nadzar adalah haram maka Allah tidak akan pernah memberi pujian untuk suatu yang haram.

Satu hal yang perlu kiranya dipahami bahwa jika seorang hamba terlanjur bernadzar untuk suatu ketaatan maka menjadi wajib baginya memenuhi nadzarnya. Rasulullah bersabda : “Man nadzara an yuthii’allaha fal yuthi” Barang siapa yang bernadzar berupa ketaatan kepada Allah, maka hendaklah dia memenuhi. (H.R Imam Bukhari).

Demikianlah sekelumit tentang nadzar. Semoga ada manfaatnya. 

Wallahu a’lam (148)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar