Selasa, 23 Desember 2014

ADAB BERTANYA DI MAJLIS ILMU



ADAB BERTANYA DI MAJLIS TA’LIM

Oleh : Azwir B. Chaniago

Muqaddimah.
Sungguh, belajar ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim. Rasulullah salallahu alaihi wassalam bersabda : “Thalibul ‘ilmi faridhatun ‘ala kulli muslim.” Menuntut ‘ilmu wajib bagi setiap Muslim (laki-laki dan perempuan). H.R. Ibnu Majah.

Diantara keutamaan belajar ilmu adalah memudahkan jalan menuju surga. Rasulullah bersabda : “Waman salaka thariiqan yaltamisu fiihi ‘ilman, sahhalallahu lahu bihi thariiqan ilal jannah.” Dan barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu maka Allah mudahkan jalan baginya menuju Surga. (H.R Imam Muslim, dari Abu Hurairah). 

Saat ini sangatlah banyak sarana atau media yang memudahkan kita untuk belajar ilmu. Bisa melalui lembaga pendidikan formal, non formal atau melalui berbagai media yang tersedia baik buku, majalah, cd-vcd, internet dan banyak lagi yang lainnya. Jadi masalah belajar belajar saat ini bukan terletak pada masalah sarana ataupun materi pelajaran tapi masalahnya ada pada semangat dan kemauan serta pengaturan waktu untuk belajar. 

Sekarang tinggal kita bertanya kepada diri masing masing, masih adakah semangat atau kemauan saya untuk belajar. Mungkin ada diantara saudara kita yang berkata : Saya sudah puas belajar. Saya sudah banyak tahu sehingga tidak perlu lagi belajar. Saya sudah memiliki ijazah dan sertifikat ini dan itu. Bahkan ada yang berkata, saya sudah bosan belajar. Ketahuilah bahwa orang bijak berkata : Berhentilah belajar jika sudah ada yang mengatakan bahwa orang bodoh lebih baik dari orang berilmu.

Adab dalam bertanya
Dari sedemikian banyak sarana atau media untuk belajar ilmu ternyata yang paling utama dan sangat bermanfaat adalah hadir di majlis ilmu, duduk dihadapan guru atau ustadz.  Namun demikan,  hadir di majlis ilmu memiliki adab adab yang harus dipenuhi oleh seorang penuntut ilmu. Salah satu adab yang sangat penting tapi agak sering diabaikan adalah “adab bertanya.”  Sungguh pada majlis ilmu terkadang kita melihat ada  yang bertanya dengan melupakan tata cara yang baik bahkan kurang santun.

Ketahuilah bahwa pertanyaan yang diajukan tanpa mengindahkan adab bisa menimbulkan akibat yang tidak menyenangkan baik bagi guru yang ditanya atau bagi peserta yang lain. Ujung-ujungnya akan mengganggu suasana atau tertib majlis tersebut.

Itulah sebabnya banyak ulama yang mengajarkan sopan santun dalam bertanya pada majlis-majlis ilmu. Imam Ibnul Qayyim, dalam kitab Miftah Darus Sa’adah, menjelaskan bahwa belajar ilmu memiliki enam tingkatan. Salah satu tingkatannya kata beliau adalah “berlaku baik dalam bertanya”.

Sungguh sangatlah banyak adab yang patut dijaga dalam bertanya di majlis ilmu, diantaranya adalah  :

Pertama : Bertanya dengan mengikhlaskan niat.
Ketika bertanya seseorang hendaknya :

1.   Dia mengikhlaskan niatnya karena Allah dalam rangka melaksanakan perintah Allah kepadanya yaitu : Fas’alu aladz dzikri  inkuntum lata’lamun. Maka bertanyalah kepada yang berilmu jika kalian tidak mengetahui  (Q.S. Al Anbiya 7).

2. Dalam rangka menghilangkan kebodohan bagi dirinya karena Allah telah mengingatkan dalam firmanNya : Wala taqfu malaisa laka bihi ilmun, innas sam’a wal bashara wal fu’ada kullu, ulaaika kana ‘anhu mas’uulaa.  Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya.  (Q.S. Al Isra’ 36).

3.  Dalam rangka mencari keutamaan dari sesuatu yang belum dia  ketahui agar bermanfaat bagi dirinya dan juga bagi orang lain sebagaimana para sahabat dahulu senantiasa bertanya.

4. Jangan salah niat, bertanya bukanlah untuk dianggap hebat karena pertanyaannya dan cara menyampaikannya sangat mengagumkan yang hadir. 

Kedua : Tidak malu bertanya jika itu bermanfaat.
Sebagaimana dinukil oleh Imam Bukhari,  Imam Mujahid berkata : Tidak akan memperoleh ilmu orang yang malu bertanya dan orang yang sombong. 

Malu disini maksudnya adalah minder karena kata  malu hakikatnya adalah baik atau positif. Minder atau merasa rendah diri dalam bertanya  bukanlah adab yang baik dalam belajar ilmi. Memang ada yang  merasa minder bertanya. Jangan-jangan pertanyaan saya rendah, tidak bermutu. Jangan-jangan dicemoohkan atau direndahkan. Ini bisa terjadi pada pertanyaan langsung. Apalagi bagi yang  tidak biasa berbicara dihadapan orang banyak. Kalau begini keadaannya maka boleh bertanya tertulis atau melalui teman lain. 
 
Ummul Mukminin ‘Aisyah berkata :  “Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, karena mereka tidak terhalang dengan rasa malu (minder) untuk mengetahui ilmu agama (dengan bertanya).

Ummu Sulaim pernah bertanya kepada Rasulullah dalam suatu majlis secara langsung  : Ya Rasulullah apakah seorang wanita wajib mandi jika bermimpi basah. Pertanyaan ini mungkin dianggap  kurang tepat jika   ditanyakan didepan orang banyak. Tapi Rasulullah menghargai dan memberikan  jawaban. Beliau tidak memberi komentar, misalnya kenapa bertanya seperti ini didepan orang banyak. Justru pertanyaan ini menjadi diketahui jawabannya oleh orang banyak sehingga  menjadi ilmu baginya dan juga bagi kaum muslimin sesudahnya sampai hari Kiamat.  

Ketiga : Memulai pertanyaan dengan salam.
Disyari’atkan untuk memberi salam sebelum bertanya. Memberi salam sebelum bertanya berlaku terhadap pertanyaan lisan maupun tulisan. Ini termasuk adab Islam yang mulia.

Rasulullah bersabda : Assalamu qablas sual faman bada-akum bi suali qablas salami fala tajiibuhu. Siapa saja yang bertanya kepadamu sebelum ia mengucapkan salam, janganlah kalian menjawabnya. (H.R. Ibnu ‘Adi, lihat Kitab Silsilah ash Shahihah.)

Hadits ini mengandung perintah dan hukum suatu perintah adalah wajib.  Tapi wajib disini perlu  memahami  bagaimana para sahabat mempraktekkannya. Dalam banyak hadits diketahui bahwa para sahabat sering bertanya tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu tapi tetap dijawab oleh Rasulullah. Contohnya adalah seorang Badui yang bertanya kepada Rasulullah tentang kapan datang Kiamat. Penanya tidak memberi salam lebih dahulu tapi tetap dijawab oleh Rasulullah Jadi mengucapkan salam sebelum bertanya bukan suatu yang wajib tapi sangat dianjurkan.
Ini pelajaran berharga, agar kita tidak cepat-cepat menghukumi sesuatu sebelum melihat bagaimana sahabat memahaminya karena sahabatlah yang lebih tahu, bukan kita. 
    
Namun demikian, meskipun tidak wajib tentu akan lebih baik  dan sangat bermanfaat kalau kita mulai dengan salam sebelum bertanya karena Rasulullah yang mengajarkannya melalui lisan beliau. Jika kita praktekkan berarti kita telah ikut menghidupkan sunnah.

Ketahuilah bahwa salam bermakna doa. Kalau kita ucapkan salam kepada guru kita sebelum bertanya maka ini adalah kesempatan bagi kita mendoakan, dengan memohon keselamatan, rakhmat dan berkah dari Allah untuk guru kita. Dan ini insya Allah adalah sebagian dari rasa terima kasih kita. Sungguh sangatlah pantas bila kita berterima kasih dan mendoakan guru yang telah memberi kita berbagai ilmu yang nilainya tidak bisa dibanding dengan harta.

Tidak hanya sampai disitu, sekiranya kita mengucapkan salam sebelum bertanya maka guru insya Allah akan menjawab salam kita dengan yang lebih baik, minimal seperti yang kita ucapkan. Inilah kesempatan yang sangat berharga bagi kita untuk mendapat doa dari orang berilmu dan orang shalih seperti guru kita. Sebagai seorang muridnya kita didoakan guru kita melalui jawaban salam yaitu keselamatan, rakhmat dan berkah dari Allah bagi kita. Ini sangat kita harapkan. Dan insya Allah akan diijabah karena doa dari orang shalih tentu lebih utama untuk dikabulkan Allah.
Oleh karena itu kita mohon kepada Allah agar dimudahkan untuk mengikuti sunnah Rasulullah yaitu memberi salam sebelum bertanya.

Keempat : Bertanya dengan bahasa yang jelas.
Suatu pertanyaan yang tidak jelas atau samar bisa memiliki multi makna. Kalau dijawab, maka berpotensi keliru atau tidak sesuai dengan yang dimaksud penanya. Kemungkinan lain adalah yang ditanya akan bertanya lagi sebelum menjawab  sehingga tidak praktis dan tidak efisien.

Syaikh Shalih Alu Syaikh pernah mengingatkan bahwa bertanya dengan bahasa atau kata-kata yang jelas berarti kita menghargai guru. Dan ini adalah salah satu adab seorang pelajar terhadap gurunya.

Perhatikanlah hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab yang dikenal dengan hadits Jibril, yaitu saat Jibril datang kepada Rasulullah bertanya tentang Islam, Iman, Ihsan dan tentang hari Kiamat.
Jibril tidak memulai dengan mukaddimah apapun tapi langsung bertanya : Ya Muhammad, akhbirni ‘anil Islam, setelah dijawab , lalu bertanya lagi fa-akhbirni ‘anil Iman. Setelah dijawab, lalu bertanya lagi, fa-akhbirni ‘anil Ihsan. Dan terakhir 
bertanya tentang hari Kiamat dan tanda-tandanya.

Inilah pertanyaan yang sangat jelas dan dicontohkan oleh seorang malaikat yang mulia yaitu Jibril ‘alaihissalam. 
  
Kelima : Bertanya dengan cara dan bahasa yang santun.
Janganlah pernah lupa bahwa orang yang akan ditanya adalah guru kita meskipun baru sekali itu memberi tausiah dihadapan kita. Dia adalah orang beriman  yang Allah telah meninggikan derajatnya.

Dia telah mengajarkan ilmu kepada kita. Perhatikanlah apa yang dikatakan Imam asy Syu’bah sebagai mana dinukil oleh Imam Abdil Barr, bahwa beliau berkata : Setiap orang yang pernah (aku ambil ilmunya) berupa satu hadits maka aku merasa menjadi hambanya. Maksudnya adalah dia siap menjadi pelayan, berkhidmat kepada setiap guru yang telah mengajarnya meskipun hanya satu hadits. Ini bisa terjadi karena Imam Syu’bah sangat menghargai ilmu dan gurunya. 

Oleh karena itu sangatlah pantas kalau kita bertanya dengan menggunakan kata-kata yang santun. Ada juga baiknya sebelum bertanya yaitu setelah mengucapkan salam kita mulai dengan mendo’akan lagi guru kita dengan  mengucapkan ‘barakallahu fikum, ya ustadz” atau kata-kata lain yang semisal. Ini adalah bagian dari adab Islam yang sangat indah dan berusahalah mengamalkannya.

Jangan mengajukan pertanyaan yang memojokkan apalagi membanding-bandingkan dengan guru-guru yang lain. Andai kita tahu ada ustadz yang berbeda dengan ustadz ini maka boleh bertanya untuk klarifikasi tapi tetap dengan bahasa yang santun. Misalnya, mohon ustadz jelaskan karena ada ustadz yang menjelaskan begini dan begitu.  
 
Pada suatu majlis bisa jadi kesempatan bertanya adalah dengan tertulis, bahkan tanpa menyebutkan nama siapa yang bertanya. Namun demikian tetaplah menggunakan kata kata yang baik dan santun. Selain itu, jika pertanyaan tertulis yang datang ke meja guru sangatlah banyak maka ada kemungkinan pertanyaan yang kita ajukan tidak sempat dijawab karena waktu atau yang lainnya. Jangan kecewa dan jika mungkin ajukan pada kesempatan yang lain.

Keenam : Bertanya untuk sesuatu yang belum diketahui.
Hukum asal bertanya adalah untuk sesuatu yang belum diketahui dan penanya ingin mengetahuinya. Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Bertanya adalah kebutuhan seseorang karena tidak mengetahui. Allah berfirman : “Fas’alu aladz dzikri inkuntum la ta’lamun. (Q.S. al Anbiyaa’ 7).

Janganlah bertanya untuk mendapat perhatian atau pujian. Supaya dikatakan hebat karena banyak bertanya dan dengan pertanyaan-pertanyaan yang berat. Apalagi dengan menggunakan kalimat seperti bersajak, menggunakan istilah-istilah asing yang tidak jelas.  
Juga tidaklah terpuji jika seseorang bertanya untuk menguji ilmu gurunya. Jika kebetulan guru tidak bisa menjawab dengan baik dia merasa senang. Ketahuilah bahwa tidak semua ilmu bisa diketahui oleh seorang yang ‘alim karena kemampuan manusia terbatas dan ilmu adalah sesuatu yang sangat luas dan banyak cabangnya.

Ketujuh : Bertanya untuk suatu yang sudah diketahui
Tidaklah tercela Jika seseorang bertanya di majlis ilmu tentang sesuatu  yang sebenarnya dia sudah mengetahui tapi menurut perkiraan penanya banyak peserta yang lain belum tahu. Jadi boleh bertanya dengan niat tarbiyah yaitu memberi pengajaran kepada yang lain karena yang ditanyakan adalah suatu yang penting dan guru mungkin lupa menjelaskannya.

Perhatikanlah hadits Jibril yang diriwayatkan dari Umar bin Khathab. Jibril bertanya kepada Rasulullah tentang Islam, Iman dan Ihsan. Setelah dijawab oleh Rasulullah lalu Jibril berkata “sadaqta-engkau benar”. Kata Umar bin Khaththab : Kami heran kepadanya, ia yang bertanya dan ia pula yang membenarkan. 

Jadi dalam hal ini  Jibril sudah mengetahui jawaban dari apa yang ditanyakannya. Jibril bertanya adalah dalam rangka tarbiyah yaitu sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah pada bagian akhir hadits tersebut : Wahai Umar tahukah kamu siapa  yang  bertanya itu tadi. Aku menjawab : Allah dan RasulNya yang lebih tahu. Lalu Rasulullah bersabda : “Fainnahu jibriilu ataakum yu’allamukum diinakum” Sesungguhnya dia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajari kalian tentang agama kalian.” (H.R Imam Muslim).
Allahu a’lam. (169)


   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar