Kamis, 27 April 2017

RASA MALU MENGHALANGI PERBUATAN MAKSIAT



RASA MALU MENGHALANGI  PERBUATAN MAKSIAT

Oleh : Azwir B. Chaniago

Rasulullah bersabda : “Inna mimma adrakan naassu min kalaamin nubuwatil uula. Idzaa lam tastahyi fashna’ ma syi’ta. Sesungguhnya salah satu perkara yang telah diketahui manusia (secara turun temurun) dari kalimat kenabian terdahulu adalah : Jika engkau tidak malu maka berbuatlah sesukamu.(H.R Imam Bukahri dan juga diriwayatkan oleh 9 ahli hadits selainnya).

Inti pokok hadits ini adalah : Jika engkau tidak malu maka berbuatlah sesukamu. Lalu apa makna kata malu.  Malu adalah satu kata yang mencakup perbuatan menjauhi segala apa yang dibenci. (Ibnu Hibban al Busti).
Syaikh Salim bin ‘Ied al Hilaly berkata : (1)  Malu adalah akhlak yang mendorong seseorang untuk meninggalkan perbuatan buruk dan tercela. (2) Menghalangi seseorang dari melakukan dosa dan maksiat. (3) Mencegahnya dari sikap melalaikan hak orang lain.

Selanjutnya tentang kalimat : “Jika engkau tidak malu berbuatlah sesukamu”. Para ulama, diantaranya Syaikh Utsaimin, memberikan beberapa makna, yaitu : 

Pertama : Sebagai perintah dan peringatan.
Maksudnya adalah, jika engkau telah pastikan tidak malu dihadapan Allah Ta’ala dan dihadapan manusia karena perbuatan itu baik dan halal maka kerjakanlah.
Imam an Nawawi berkata : Perintah tersebut adalah dalam arti pembolehan. Maksudnya adalah sekiranya engkau hendak mengerjakan sesuatu maka jika itu adalah hal yang engkau tidak merasa malu kepada Allah dan manusia untuk mengerjakannya maka lakukanlah perbuatan itu.

Kedua : Sebagai bentuk ancaman.
Ini adalah gaya bahasa mengancam. Maksudnya jika engkau tidak tahu malu maka kerjakanlah sesuakamu. Dan pada waktunya engkau harus mempertanggung jawabkan apa yang telah engkau kerjakan.

Ketiga : Sebagai bentuk berita.
Maksudnya adalah bahwa yang mencegah manusia yang fitrahnya baik, dari zaman ke zaman terhadap kemaksiatan adalah rasa malu yang dimilikinya. Rasa malu akan mencegah kemaksiatan dan membuat orang melakukan kebaikan jika fitrahnya masih baik. Orang yang punya rasa malu paham betul bahwa Allah Maha Mengetahui, Maha Mendengar dan Maha Melihat. 

Dari ketiga hal tersebut, jumhur ulama mengatakan bahwa yang lebih kuat adalah pendapat pertama yaitu jika sudah pasti engkau tidak malu di hadapan Allah dan di hadapan manusia (untuk mengatakan atau melakukan sesuatu) maka kerjakanlah. 

Seorang hamba sangatlah dianjurkan untuk memelihara sikap malu ini karena sifat malu memiliki banyak keutamaan dan akan mendatangkan  kebaikan, diantaranya adalah  :

Pertama : Malu adalah salah satu cabang iman.
Sungguh terdapat keterkaitan yang kuat antara malu dengan iman bahkan merupakan salah satu cabangnya. Rasulullah bersabda : “Al iimaan bidh’un wa sab’uun au sittuuna syu’bah. Fa afdhaluha qaulu lailaha ilallah wa adnaahaa imaathtul adza ‘anith thaariq. Wal hayaa’u syu’batun minal iimaan”.

Iman memiliki lebih dari 70 atau 60 cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan Laa ilaaha ilallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang iman. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Rasulullah bersabda : Al hayaa’u wal iimaanu qurinaa jamii’aa. Fa idza rufi’a ahaduhumaa rufi’al akharu. Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah satunya dicabut maka hilanglah yang lainnya. (H.R al Hakim dan ath Thabrani).

Kedua : Malu hakikatnya mendatangkan kebaikan.
Rasa malu akan senantiasa mengajak pemiliknya untuk berhias dengannya dan menjauhkan dari sifat sifat rendah dan hina. Rasulullah bersabda : “Al hayaa’u laa ya’ti illa bi khairin”. Malu itu tidak mendatangkan (sesuatu) kecuali kebaikan (Mutafaq ‘alaihi).

Imam Muslim meriwayatkan : “Al hayaa’u khairun kulluhu”. Malu itu seluruhnya baik.
Seorang sahabat pernah mengecam saudaranya dalam hal malu, seolah olah ia berkata kepada saudaranya : Sungguh malu telah merugikanmu. Lalu Rasulullah bersabda : Da’huu fa innal hayaa’a minal iman”. Biarkan dia, karena malu termasuk iman. (H.R Imam Bukhari).

Ketiga : Malu penghalang untuk melakukan kemaksiatan.
Berapa banyak kita menyaksikan manusia yang suka berbuat buruk bahkan  menzhalimi  terhadap sesama. Sebab paling utama adalah  karena mereka tidak memiliki sifat malu. Bahkan terkadang masih  bisa tertawa dihadapan kamera media masa meskipun telah melakukan suatu perbuatan yang sangat tercela. Seorang hamba yang memiliki rasa malu dan fitrahnya baik pastilah dia merasa  terhalang untuk melakukan kemaksiatan serta berbagai perbuatan tercela.

Abu Ubaid al Harawi berkata : Maknanya bahwa orang yang (punya sifat) malu itu berhenti dari perbuatan maksiatnya karena rasa alunya. Sehingga rasa malu itu menjadi seperti iman yang mencegah antara dia dengan makksiat. (Fathul Baari).

Keempat : Malu akan mengantarkan ke surga.
Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Al hayaa’u minal iimaan. Wal iimaanu fil jannah wal badzaa’ minal jafa’I wal faja’u finnaar”. Malu bagi dari iman, sedangkan iman tempatnya di surga. Dan perkataan kotor bagian dari tabiat kasar, sedangkan tabiat kasar tempatnya di neraka. (H.R Imam Ahmad,  dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Itulah sebagian keutamaan sifat malu yang  hakikatnya akan menghalangi seorang hamba untuk melakukan perbuatan maksiat. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.028)     

1 komentar: