Selasa, 25 April 2017

LALAI DALAM BERIBADAH ADALAH MUSIBAH BESAR



LALAI DALAM BERIBADAH ADALAH MUSIBAH  BESAR

Oleh : Azwir B. Chaniago

Kalau kita perhatikan, umumnya manusia mengangggap bahwa musibah adalah  keburukan  dan   tidak menyenangkan yang menimpa dirinya, hartanya, keluarganya atau yang lainnya. Diantaranya adalah (1) Kehilangan orang yang dicintai tersebab diwafatkan Allah Ta’ala. (2)  Kehilangan harta karena ditipu, dirampok atau dibodohi. (3) Kehilangan jabatan atau pangkat. (4) Dizhalimi seseorang dengan fitnah, ghibah atau hinaan. (5) Menderita penyakit yang ringan ataupun berat. 

Ini tentu tidak salah jika disebut musibah. Bahkan jika disebut seseorang mendapat musibah maka pikiran kita akan tertuju kepada satu atau lebih keadaan yang terasa buruk dan tidak menyenangkan ini. Ketahuilah bahwa jika datang suatu musibah bisa jadi ada hikmah, pelajaran bahkan bisa jadi juga ada kebaikan yang tidak atau belum kita ketahui.
Diantara contohnya adalah :

Pertama :  Ketika seseorang ditimpa sakit  misalnya, maka paling tidak ada tiga hikmah padanya.

(1) Allah dengan kasih sayangnya mengingat agar dia melakukan muhasabah atau introspeksi diri. Mungkin dia telah melakukan dosa lalu Allah datangkan penyakit baginya. Akhirnya dia sadar lalu bertaubat.
 Allah berfirman : Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan kesalahanmu)” Q.S asy Syuura 30.
Para ulama menjelaskan bahwa makna dari kasabat aidiikum, perbuatan tanganmu sendiri dalam ayat ini adalah dosa dosa kamu

(2) Allah ingin menghapus dosa dosanya. Rasulullah bersabda  : “Maa yushibul muslima min nashabin walaa washabin walaa hammin walaa huznin walaa adzan walaa ghammin hattasy syaukati yusyakuha illa kaffarallahu bihaa ‘anhu min khathaayaah.” Tidaklah menimpa seorang muslim berupa kelelahan, sakit, gelisah, kesedihan, gangguan dan kesusahan –sampai sampai duri duri yang menusuknya- melainkan Allah akan menghapus kesalahannya (dosa-dosanya). H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim). 

(3) Sakit atau cobaan yang diderita seseorang adalah merupakan kabar gembira baginya karena Allah menjanjikan kedudukan yang tinggi disisi-Nya.
Rasulullah bersabda : “Innar rajula takuunu lahul manzilatu ‘indallahi famaa yablughuhaa bi’amalin falaa yazaalullahu yabtaliihi bimaa  yakrahu hatta  yuballighahu dzalika” Ada  seorang hamba yang mendapat kedudukan  mulia di sisi Allah bukan karena amalannya. Allah memberi cobaan dengan sesuatu yang  tidak menyenangkan hingga ia meraih derajat mulia tersebut. (H.R Abu Ya’la dan Al Hakim, di shahihkan oleh Syaikh al Albani).

Kedua : Ketika seseorang dapat musibah dengan kehilangan harta maka keadaan ini juga ada pelajaran padanya.

(1) Allah sedang menguji kesabarannya dan kalau dia bersabar Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.

Umar bin Abdul Aziz berkata : Tidaklah Allah memberi nikmat kepada seseorang hamba kemudian mencabutnya dan menggantinya dengan kesabaran, melainkan yang  Allah gantikan itu lebih baik dari apa yang hilang. (Madarijus  Saalikin, Imam Ibnul Qayyim)

(2) Bisa jadi untuk mengingatkan dia yang memiliki harta yang banyak tapi belum ditunaikan zakatnya atau sangat jarang berinfak.

Ketahuilah bahwa sebenarnya ada musibah yang sangat besar dan sering tak disadari oleh manusia yaitu musibah yang berkaitan dengan agamanya. KETIKA SESEORANG MALAS ATAU LALAI DALAM BERIBADAH DAN SULIT MENINGGALKAN MAKSIAT MAKA ITULAH MUSIBAH BESAR.
Diantara contohnya adalah :

(1) Berat melakukan shalat berjamaah ke masjid (bagi laki laki). Kalaupun shalat di rumah itupun sering lalai, tidak di awal waktunya. 
(2) Berat untuk berinfak atau berzakat pada hal memiliki harta yang banyak.
(3) Berat untuk belajar ilmu agama apalagi hadir di majlis ilmu, padahal masih bisa mengatur waktu.
(4) Merasa nyaman dan tak ada rasa takut ketika melakukan keburukan, kezhaliman ataupun maksiat yang lainnya. 

Para  sahabat, para ulama terdahulu serta orang orang shalih merasa tidak terlalu berat menerima musibah yang berkaitan dengan dunia tetapi sangat takut dengan musibah yang menimpa agamanya seperti lalai dalam beribadah.

Perhatikanlah apa yang dikatakan Umar bin Khaththab : Tidaklah aku ditimpa suatu musibah, kecuali Allah memberikan empat kenikmatan kepadaku : (1) Musibah itu tidak menimpa agamaku. (2) Musibah itu tidak lebih berat dari musibah orang lain. (3) Musibah itu tidak menghalangiku untuk ridha. (4). Musibah itu membuat aku masih mengharapkan pahala.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.026)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar