Senin, 17 April 2017

JANGANLAH MELAKUKAN MODIFIKASI DALAM IBADAH



JANGANLAH MELAKUKAN MODIFIKASI DALAM IBADAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Ada sebagian kaum muslimin yang suka menambah nambah atau bisa disebut melakukan modifikasi dalam beribadah. Mereka menambah ritual ibadah dalam perbuatan dan ucapan. Tambahan tambahan tersebut mereka  lakukan tanpa dalil atau sandaran yang jelas. Secara prinsip berlainan dengan yang diajarkan Nabi serta pemahaman para sahabat.

Pada hal Nabi Salallahu ‘alaihi Wasallam adalah orang paling mengetahui tentang ibadah dalam Islam karena beliau mendapat wahyu tentang Islam ini dari Allah Ta’ala. Sedangkan para sahabat adalah orang orang yang hidup bersama Nabi. Mereka belajar langsung dari Nabi dan mereka sangat taat memegang serta mengamalkan ibadah yang diajarkan Nabi Salallahu alaihi wasallam.

Terkadang jika ada yang mengingatkan untuk tidak menambah nambah bentuk dan jenis ibadah dengan sesuatu yang tidak diajarkan Rasulullah maka sebagian mereka dengan ringan berkata : (1) Apa salahnya menambah ibadah. (2) Bukankah ini baik dan tak ada larangannya. (3) Niat kami melakukan ibadah ini kan baik. (4) Dari pada, mendingan  .… !. Serta alasan alasan lainnya.

 Ketahuilah bahwa Imam Ibnu Katsir berkata : Lau kaana khairan la sabaquunaa ilaihi. Kalau sekiranya (suatu) perbuatan itu baik tentulah para sahabat telah mendahului kita mengamalkannya. Sungguh  tentang baik atau buruk, benar atau salah  dalam syari’at Islam sandarannya adalah al Qur’an, as Sunnah sebagaimana dipahami oleh salafush shalih. 
 
Lalu apa penyebab terjadinya penambahan ataupun modifikasi dalam ibadah pada sebagian orang di zaman ini ?. Diantaranya adalah :

(1) Mereka melakukan suatu ibadah dengan  perasaan, akal atau pemikiran yang sempit bahkan terbatas. Bukan dengan wahyu yakni al Qur an dan as Sunnah.

(2) Bisa pula terjadi karena kejahilan atau tanpa ilmu dalam beribadah sehingga menyimpang dari manhaj yang haq. 

(3) Bisa jadi pula karena kekeh mengikuti adat, tradisi dan budaya yang berseberangan dengan apa yang diajarkan Nabi. 

(4) Bisa jadi pula karena mengikuti orang banyak tanpa mengetahui benar atau salah bahkan juga karena mengikuti nenek moyang yang tidak memiliki ilmu yang benar dalam beribadah. 

(5) Bisa jadi pula karena ingin menjaga kebersamaan, toleransi yang berlebihan serta ada kepentingan baik pribadi maupun kelompok.

(6) Bisa jadi pula karena terlalu bersemangat dalam beribadah sehingga lupa apakah suatu ibadah yang dia lakukan ada sandarannya.

Sungguh syariat Islam yang lurus melarang dengan keras siapa pun membuat tambahan atau sesuatu yang baru dalam ibadah. Allah Ta’ala berfirman : Yaa aiyuhal ladziina aamanuu laa tuqaddimuu baina yadaiyillahi wa rasuulihii wattaqullaha, innallaha samii-un ‘aliim”. Wahai orang orang yang beriman !. Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Q.S al Hujuraat 1).

Berkata Ibnu Abbas, ahli tafsir di zaman Rasulullah dan sahabat, tentang makna : Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya”.  Yaitu : Janganlah kamu mengatakan yang menyalahi al Qur an dan as Sunnah. (Tafsir Ibnu Katsir).

Allah Ta’ala juga mengingatkan tentang bahaya bagi orang orang yang menyelisihi perintah Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam. Allah berfirman : “Falyahdzaril ladziina yukhaalifuuna ‘an amrihii an tushibahum fitnatun au yushiibahum ‘adzaabun aliim”.  Hendaklah takut orang orang yang menyalahi (menyelisihi) perintahnya (yakni perintah Rasul) akan menimpa mereka fitnah atau menimpa mereka adzab yang sangat pedih. (Q.S an Nuur 63).

Firman Allah : “Hendaklah takut orang orang yang menyalahi perintahnya”, yakni perintah Rasulullah yaitu jalan beliau, manhaj beliau, thariq beliau, sunnah dan syariat beliau.  Sedangkan firman Allah : “Akan menimpa mereka fitnah …” . Yang dimaksud fitnah diisini adalah : Kufur, atau syirik, atau murtad atau nifak atau bid’ah. (Tafsir Ibnu Katsir).

Wahai orang orang yang suka menambah atau mengada ada dalam beribadah. Ketahuilah bahwa ada prinsip prinsip dasar dalam Islam yang harus kita pahami dengan benar sehingga bisa terhindar dari mengada ada sesuatu dalam beribadah. Diantaranya adalah :  
   
Pertama  : Ketahuilah bahwa  Islam adalah agama yang sempurna.
 Allah berfirman :  Al yaumal akmaltu lakum diinakum wa atmamtu ‘alaikum ni’mati wa radhitu lakumul islaami diina” Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kamu agamamu dan telah Aku cukupkan nikmatKu kepadamu dan Aku ridha Islam sebagai agama bagimu (Q.S al Maidah 3).

Imam Ibnu Katsir berkata : Inilah sebesar besar nikmat Allah Ta’ala kepada umat ini, dimana Dia telah menyempurnakan bagi mereka agama mereka. Maka mereka tidak menginginkan kepada sesuatu pun agama yang selainnya dan kepada seorangpun Nabi yang selain Nabi mereka shalawatullah wa salaamuhu ‘alaihi.

Oleh karena itu Allah telah menjadikannya sebagai penutup sekalian para Nabi dan telah mengutusnya kepada manusia dan jin. Maka tidak ada yang halal kecuali apa yang Dia halalkan. Tidak ada yang haram kecuali apa yang Dia haramkan dan tidak ada agama kecuali apa yang Dia syariatkan. (Tafsir Ibnu Katsir). 

Imam Malik berkata : Barangsiapa yang menciptakan  suatu ibadah yang baru  dalam Islam yang menganggapnya baik maka sesungguhnya ia telah menuduh bahwa Muhammad Salallahu ‘alaihi wasallam telah berkhianat di dalam (menyampaikan) risalah. Karena sesungguhnya Allah telah berfirman : “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu”.(Q.S al Maidah 3). Maka apa apa yang tidak menjadi agama pada hari itu (sewaktu turunnya ayat ini) niscaya tidak akan menjadi agama pada hari ini.  (Al I’tisham, Imam asy Syathibi).

Imam asy Syaukani berkata : Aku (Allah)  jadikan agama Islam sempurna dan tidak butuh penyempurnaan (tambahan lagi) karena tinggi dan menangnya agama ini di atas agama agama yang lain. Dan karena kesempurnaan hukum hukum agama Islam untuk (memenuhi) semua yang dibutuhkan oleh kaum muslimin dalam masalah halal, haram dan hal hal yang samar. Juga dalam kandungan dari (ayat ayat) al Qur an dan sunnah Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam tentang hal itu. 

Kedua : Ketahuilah bahwa Allah Ta’ala Mahasempurna semua sifat-Nya sehingga tak mungkin lupa mensyariatkan kebaikan dalam Islam.
Allah Maha sempurna ilmu pengetahuan-Nya sehingga tidak ada sesuatu pun yang luput dari-Nya. Maka tidak perlu lagi ada penambahan atapun modifikasi dalam beribadah kecuali apa yang telah dijelaskan Allah Ta’ala melalui Rasul-Nya.

Allah berfirman : “Wa maa kaana rabbuka nasiyaa”. Dan Rab-mu (Allah) tidak mungkin lupa. (Q.S Maryam 64)
Allah berfirman : “Laa yadhillu Rabbii wa laa yansa”. Rabb-ku (Allah tidak akan salah dan tidak (pula) lupa. (Q.S Thaha 52).

Rasulullah juga telah menjelaskan tentang kesempurnaan agama ini dalam sabdanya : “Ma baqiya syai-un yuqarribu minal jannati wa yubaiyidu minan naar, illa waqad buiyina lakum.” Tidak ada yang mendekatkan kalian ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah aku ajarkan kepada kalian. (H.R Imam ath Thabrani)

Jadi tidaklah diperbolehkan melakukan penambahan sesuatu yang baru atau melakukan modifikasi ibadah dalam Islam karena semua kebaikan telah ada dan lengkap padanya.
Ketiga : Ketahuilah bahwa Rasulullah diutus untuk menjelaskan semua perkara agama kepada manusia dan beliau telah melaksanakan tugas itu dengan baik dan kita wajib mentaatinya. 

Allah berfirman : “Wa maa arsalnaa min rasuulin illa li yuthaa’a bi-idznillah”. Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun kecuali untuk ditaati dengan seizin Allah. (Q.S an Nisa’ 64).

Sungguh Rasulullah telah menjelaskan dengan sempurna semua petunjuk kepada kebaikan yang dibutuhkan kaum muslimin untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu jika ada seseorang yang membolehkan penambahan sesuatu yang baru atau melakukan modifikasi ibadah dalam Islam maka itu seolah olah dia meragukan tentang telah sempurnanya petunjuk yang diberikan Rasulullah kepada umatnya.

Keempat : Ketahuilah bahwa konsekwensi mencintai Allah dan Rasul-Nya adalah ridha dan mencukupkan diri dengan kesempurnaan petunjuk dalam Islam.
Allah Ta’ala berfirman : “Qul inkuntum tuhibbunallaha fat tabi’uunii, yuhbibkumullahu wa yaghfir lakum dzunuubakum, wallahu ghafuurur rahiim” Katakanlah (wahai Muhammad), Jika kamu (benar benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa dosamu. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. (Q.S Ali Imran 31). 

Imam Ibnu Katsir, tentang ayat ini, berkata : Ayat yang mulia ini merupakan hakim (pemutus perkara) bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah akan tetapi dia tidak mengikuti jalan (sunnah) Rasulullah. Maka dia berdusta dalam pengakuannya tersebut dalam masalah ini, sampai dia mau mengikuti syariat dan agama (yang dibawa oleh) Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wasallam dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaan. (Dinukil oleh Imam asy Syatibi dalam al I’tisham).

Tentang ayat ini pula, Syaikh as Sa’di berkata : Ayat ini merupakan patokan dimana dengannya kita dapat membedakan orang yang mencintai Allah dengan sebbenar benarnya dan orang yang hanya sekedar mengaku ngaku semata. Tanda tanda kecintaan kepada Allah adalah mengikuti Rasulullah, Muhammad Salallahu ‘alaihi wasallam dimana Allah menjadikan tindakan mencontoh Rasulullah dan segala yang diserukannya sebagai jalan kepada kecintaan-Nya dan keridhaan-Nya. 

Oleh karena itu tidaklah akan diperoleh kecintaan Allah dan keridhaan-Nya serta pahala-Nya kecuali dengan membenarkan apa yang dibawa yang dibawa oleh Muhammad Salallahu ‘alaihi wasallam berupa al Qur an dan as Sunnah. Mentaati perintah keduanya dan menjauhi larang keduanya. Maka barangsiapa yang melakukan demikian demikian itu niscaya Allah akan membalasnya. Lalu membalasnya dengan balasan orang orang yang dicintai, mengampuni dosa dosanya dan menutup aib aibnya. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).   

Sangatlah jelas bahwa ayat ini berikut penjelasan para ahli tafsir  menunjukkan bahwa tidak diperbolehkan melakukan penambahan dengan sesuatu yang baru atau melakukan modifikasi ibadah dalam Islam. Sungguh itu bertentangan dengan konsekwensi pengakuan cinta kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.

Oleh karena itu mari segera kita periksa ibadah ibadah yang kita lakukan. Apakah telah sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah dan pemahaman sahabat. Rasulullah telah mengingat kita semua  dalam sabda beliau :  “Man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amruna fahuwa raddun” Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak ada petunjuk kami maka amalan itu tertolak. (H.R Imam Muslim).

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.019)

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar