Senin, 24 April 2017

MENERIMA UPAH MENGAJARKAN AL QUR AN



MENERIMA UPAH MENGAJARKAN AL QUR AN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sering muncul pertanyaan apakah boleh menerima upah dari mengajarkan al Qur an ?. Bukankah mengajarkan al Qur an itu suatu kegiatan yang sangat mulia  untuk mencari pahala dan ridha-Nya ?.
Ulama berbeda pendapat tentang boleh atau tidak mengambil upah dari mengajarkan al Qur an. Jumhur ulama berpendapat bahwa bila suatu ibadah yang bermanfaat bagi orang lain seperti melakukan pengobatan ruqyah dengan al Qur an dan mengajarkan al Qur an diperbolehkan mengambil upah atasnya sebagai pengganti manfaat yang didapat oleh orang lain.

Diantara dalil yang dijadikan sandaran adalah dari Ibnu Abbas, beliau berkata : “Sesungguhnya sekelompok sahabat Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam turun di suatu lembah dimana diantara mereka ada yang terkena sengatan. Seorang penduduk dari lembah bertanya kepada mereka dengan mengatakan : Apakah ada diantara kalian ada orang yang ahli meruqyah karena ada orang dari lembah terkena sengatan ?.
Maka salah seorang di antarapara sahabat pergi lalu dia membacakan surat al Fatihah dengan imbalan beberapa ekor kambing. Kemudian sembuh dan dia membawa kambing ke teman temannya. Sementara mereka (teman temannya) kurang suka. Dan mereka mengatakan apakah engkau mengambil upah dari Kitab Allah ?. 

Sampai akhirnya mereka tiba di Madinah dan mengatakan : Wahai Rasulullah (dia) mengambil upah dari Kitab Allah. Maka Rasulullah bersabda : Sesunguhnya yang paling berhak engkau ambil upah adalah dari Kitab Allah”. (H.R Imam Bukhari).

Hadits berikutnya adalah dari Sahal bin Sa’ad, beliau berkata : “Ada seorang wanita datang kepada Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam dan berkata,  Sesungguhnya dia telah menghibahkan dirinya untuk Allah dan Rasul-Nya. (mendengar ucapan wanita ini, pen.) lalu Nabi bersabda : “Saya tidak membutuhkan istri”.
Ada seorang yang berkata : (Tolong) nikahkan dia denganku !. Nabi bersabda : Berikan dia baju !. Orang tadi berkata : Saya tidak punya. Nabi bersabda lagi : Berilah dia (mahar) meskipun dengan cincin besi !. Lalu orang itu sedih (karena ia tidak punya). 

Nabi bersabda : Apakah engkau mempunyai (hafalan) al Qur an ?. Orang itu menjawab, (saya mempunyai hafalan ayat, pen.) ini dan ini. Nabi kemudian bersabda :  Sungguh saya telah menikahkan engkau dengan dia dengan (mahar) al Qur an yang engkau punya”. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Lajnah ad Daa’imah lil Ifta’ (Komite Tetap untuk Penelitian  Ilmiah dan Ifta’) Kerajaan Saudi Arabia berfatwa dan menetapkan bolehnya mengambil upah dari mengajar al Qur an. Dikatakan bahwa diperbolehkan mengambil upah dari mengajarkan al Qur an, dengan dasar : Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam yang menikahkan seorang sahabat dengan seorang wanita dengan mahar mengajarkan kepadanya al Qur an yang dimilikinya (dihafalnya). Beliau jadikan itu sebagai maharnya.

Demikian juga sahabat mengambil upah atas kesembuhan dari penyakit orang kafir tersebab ruqyah dengan membacakan surat al Fatihah. Nabi dalam hal ini mengatakan : “Sesungguhnya yang paling berhak kalian ambil upahnya adalah Kitabullah”. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim). Fatwa al Lajnah Daa’imah no. 15/96). 

Jadi jika seseorang yang  sengaja mengambil upah dari al Qur an memang diperbolehkan. Oleh karena itu jika seseorang tidak mengharapkan upah dan murid muridnya memberikan dengan sukarela tanpa diperjanjikan tentu lebih dibolehkan lagi. 
 
Imam an Nawawi ketika mensyarah kitab Shahih Muslim, beliau membuat satu bab : Bolehnya Mengambil Upah atas Ruqyah Dengan al Qur an dan bacaan Dzikir. Beliau juga mengatakan : Ini menegaskan bolehnya mengambil upah atas ruqyah dengan al Fatihah dan dzikir itu halal, tidak makruh.  
      
Abu Laits Nashrun bin Muhammad al Samarqandi, dalam Kitab Bustanul ‘Arifin berkata tentang upah mengajarkan al Qur an :

Pertama : Mengajarkan al Qur an karena Allah Ta’ala saja dan tidak menerima upah. Hanya untuk mengejar pahala semata, ini meneladani para Nabi.
Kedua : Mengajarkan al Qur an dengan meminta upah. Ulama mutaqaddimun (ulama terdahulu) tidak membolehkan. Tapi ulama mutaakhirun  (ulama yang kemudian) ada yang membolehkan.
Ketiga : Mengajarkan al Qur an tanpa syarat. Jika diberi upah diterima tapi tidak dijadikan syarat. Jumhur ulama sepakat akan kebolehannya. 

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.025).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar