Selasa, 12 Agustus 2014

MEREDAM MARAH ALA ISLAMi




MEREDAM MARAH ALA ISLAMI
 Oleh :Azwir B. Chaniago

Pendahuluan
Marah adalah sifat bawaan manusia pada umumnya. Ada yang mampu mengendalikannya tapi  ada juga yang tidak.  Dalam marah itu mungkin ada juga kemashlahatan  dan  manfaat.
 Syaikh Dr. Saleh al Fauzan, seorang ulama besar Saudi, mengatakan bahwa orang yang tidak bisa marah, terdapat kekurangan pada dirinya. Jika pribadi atau urusan dunia kita dihina tentu kita masih mampu menahan marah, tapi kalau agama kita yang dihina seharusnyalah kita marah.

Wasiat Rasulullah Salallahu ‘alaihi wassallam
Berkaitan dengan marah, ada sebuah wasiat dari Rasulullah kepada seorang yang datang minta nasehat. Dari Abu Hurairah, berkata seorang kepada Rasulullah. Ya Rasulullah : “Berikan aku wasiat”. Beliau menjawab ;”janganlah engkau marah”. Lelaki itu mengulangi permintaannya (namun) Rasulullah (selalu) menjawab ”janganlah engkau marah”. (H.R Imam Bukhari)


Empat kategori manusia yang marah.

Pertama : Ada orang yang mudah marah dan mudah melupakan marahnya.
Orang ini cepat meluapkan emosi, tetapi cepat pula turun marahnya dan melupakannya. Dia suka   memaafkan dan selalu meminta maaf atas keteledorannya. Lebih jauh dikatakan, orang ini sering menyesal setelah marah.

Kedua : Ada orang yang mudah marah dan sulit melupakan marahnya.
Orang tipe  ini, sepertinya ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam dirinya. Sedikit-dikit marah, tapi sulit melupakannya. Sifat seperti ini sebaiknya tidak dipelihara karena bisa merugikan pergaulan, kesehatan dan yang lainnya.

Ketiga : Ada orang yang  jarang marah dan sulit melupakan marahnya
Orang ini cukup baik karena jarang marah. Cuma sayangnya kalau marah dia sulit melupakan kemarahannya. Mungkin saja pada suatu saat, meskipun sulit, dia akan memaafkan orang yang membuatnya marah. Namun masih ada ganjalan dalam hatinya. Bisa jadi pula pada satu saat akan diungkit ungkit lagi. Forgiven but not forgotten katanya. Ya, saya memaafkan kamu, tapi kesalahanmu tidak akan saya lupakan.

Keempat : Ada orang yang jarang marah tapi mudah melupakan marahnya
Orang ini lebih baik dari tiga kategori diatas. Kenapa? Karena jarang marah dalam arti emosinya tidak meluap setiap saat. Selain itu dia juga gampang melupakan marahnya. Orang ini termasuk tipe orang yang mau mengerti orang lain dan suka memaafkan.

Terapi Islami meredam amarah
Agama Islam yang mulia ini telah mengajarkan kita banyak cara dalam meredam marah, diantaranya adalah :

Pertama : Membaca isti’adzah
Dalam situasi marah, syetan  sangat berperan memanas-manasi agar marah seseorang bisa sampai puncaknya. Bisa bisa tidak terkendali.
Oleh sebab itu, Rasulullah melalui sebuah hadist shahih mengingatkan; ”Andai ia (orang saling bertengkar dan saling mencaci itu) mengucapkan: a’udzu billahi minasy syaithanir rajiim, pastilah akan lenyap emosi yang ada padanya.” (H.R Imam Bukhari dan Imam  Muslim).

Kedua : Menahan diri dengan diam
Orang sedang marah hendaknya menahan diri dengan diam.  Jika dia berbicara bisa-bisa kalimat yang keluar tidak terkendali dan akan menambah masalah. Namanya juga orang lagi emosi. Diam disini maksudnya adalah bukan sekedar diam mulut untuk tidak mengatakan sesuatu tapi juga diam anggota badan untuk tidak melakukan apapun baik terhadap objek kemarahan ataupun yang lainnya.

Rasulullah bersabda:”Barang siapa marah hendaknya diam”.(HR. Imam Ahmad dari Ibnu Abbas).

Ketiga : Merubah posisi tubuh.
Merubah posisi tubuh pada saat marah merupakan salah satu terapi untuk menahan marah. Rasulullah bersabda;”Jika salah seorang dari kalian marah saat berdiri, hendaknya dia duduk. Kalau belum pergi amarahnya hendaklah dia berbaring(HR. Imam Ahmad dari Abu Dzarr).

Ini nasehat yang sangat  baik untuk kita amalkan. Jangan dibalik. Sebagian manusia kalau  dia marah saat duduk, maka  dia berdiri dan menantang yang dimarahi. Akibatnya marahnya semakin bertambah. Syaithan semakin senang dan akan terus mengompori orang yang marah ini.  

Keempat : Mengingat keutamaan menahan marah
Salah satu keutamaan menahan marah adalah sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah dalam sebuah hadist;
“Barang siapa menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, Allah akan memanggilnya dihadapan para makhluk pada hari kiamat untuk memberikan pilihan bidadari yang ia inginkan”.(H.R.Imam  at Tirmidzi))

Kelima :Melazimkan diri menjadi pemaaf.
Seseorang yang melazimkan dirinya untuk memaafkan orang lain, maka dia akan senantiasa bisa menjaga amarahnya. Orang ini mengetahui bahwa setiap orang memiliki sikap, karakter dan pola pikir yang berbeda, sehingga berpotensi untuk menimbulkan marah. Jadi lebih baik dimaafkan saja.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: (Orang yang bertakwa adalah) orang yang menafkahkan hartanya dalam keadaan lapang atau dalam keadaan sempit, menahan amarahnya dan suka memaafkan kesalahan manusia. Dan Allah menyukai orang orang yang berbuat baik. (Q.S Ali Imran 134).   
    
Allahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar