Minggu, 03 Maret 2019

SUKA KOMENTAR MESKIPUN TAK TAHU MASALAHNYA


SUKA KOMENTAR MESKIPUN TAK  TAHU MASALAHNYA

Oleh : Azwir B. Chaniago

Sangatlah banyak manusia di zaman ini yang senang bahkan sangat rajin memberi komentar dengan ucapan ataupun tulisan terhadap berbagai hal. Kalau ditilik, sebenarnya dia tak tahu tentang masalah yang mereka komentari. Kalaupun tahu hanya kulit kulitnya saja, itupun samar samar.

Ketahuilah bahwa yang menjadi kewajiban orang yang tak tahu adalah mencari tahu dengan bertanya kepada yang mengetahui, BUKAN BERKOMENTAR. Sungguh Allah Ta’ala berfirman :

فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

Maka tanyakanlah kepada ORANG YANG BERILMU, jika kamu tidak mengetahui. (Q.S al Anbiya’ 7)

Ketahuilah bahwa ada banyak contoh atau peristiwa yang terjadi bagaimana orang orang berkomentar untuk sesuatu yang tidak mereka ketahui. Akibatnya bisa malu dan menyesal. Diantara kisahnya adalah sebagai berikut :

Pertama : Seorang ustadz yang biasa shalat maghrib di masjid dekat rumahnya. Setiap kali selesai shalat maghrib, dia berdzikir dan setelah itu langsung pulang. Jamaah yang lain melihat ustdaz ini  tidak melakukan shalat sunnah ba’da maghrib. Padahal shalat sunnah maghrib ini adalah sunnah muakkadah. 

Lalu sebagian jamaah (yang belum tahu)  berkomentar kepada pula temannya : Saya hampir tidak pernah melihat ustadz itu shalat sunnah ba’da maghrib. Temannya yang mendengar menjawab : Iya, ya kenapa begitu, saya juga tidak tahu. Nah ini namanya keliru dalam berkomentar.

Pada hal ustadz ini shalat sunnah ba’da maghrib di rumah karena ingin mengamalkan sabda Rasulullah : “Idza qadha ahadukumush shalaata fii masjidihi fal yaj’al libaitihinashiiban min shalaatihi fa innallaha jaa’ilun fii baitihi min shalaatihi nuuraa”. Apabila seorang di antara kamu selesai melaksanakan shalat di masjidnya, maka kerjakanlah sebagian dari shalatnya (shalat sunnah) di rumahnya, karena sesungguhnya Allah menjadikan sebagian shalatnya sebagai CAHAYA RUMAHNYA. (H.R Imam Muslim no. 375)

Beliau juga bersabda : “Khairu shalaati mar-i fii baitihi illal maktuubah”. Sebaik baik shalat seseorang adalah yang dilakukan di rumahnya kecuali shalat wajib (H.R Ibnu Khuzaimah dari Zaid bin Tsabit).

Kedua : Ada seorang yang memiliki  harta yang banyak bahkan berlimpah. Kalau dia shalat Jum’at di masjid kompleks perumahan tempat dia tinggal maka dia tidak pernah mengisi kotak amal yang beredar dan lewat di depannya. Dia lewati saja.

Dia khawatir kalau mengisi kotak yang beredar akan dilihat orang paling tidak yang berada di kiri kanan serta yang dibelakangnya. Kebiasaannya dan terus menerus dia mengisi kotak amal yang ada di teras masjid sehingga hampir tidak ada yang melihat. Ini untuk menjaga keikhlasan.

Lalu ada yang berkomentar : Kenapa ya si Fulan itu tidak pernah mengisi kotak amal yang diedarkan pada hal dia orang banyak harta. Ini termasuk keliru juga dalam berkomentar.

Ketiga : Ada seorang laki laki yang biasa setiap pagi mengantar istrinya ke sekolah tempat istrinya mengajar sebelum dia melanjutkan perjalanan menuju kantornya. Lalu sudah seminggu ini laki laki tersebut mempunyai kebiasan lain. Sesampai di depan sekolah  laki laki ini menghentikan mobilnya, bergegas turun dari mobil dan membukakan pintu mobil bagi istrinya.

Lalu ada yang melihat dan  berkomentar : Nah, lihat itu contoh suami takut istri, pintu mobil saja dibukakan. Padahal bukan soal takut kepada istri tapi  istrinya memang tidak bisa keluar sendiri dari mobil karena pintu mobil sebelah kiri depan itu sudah seminggu rusak. Tidak bisa dibuka dari dalam.

Keempat : Imam asy Syaukani, dalam Kitab Fathur Rabbani menceritakan : Pernah dikisahkan bahwa ada seorang penguasa yang hendak menghukum dengan hukuman mati seorang rakyatnya karena kesalahan yang tidak seberapa. Lalu ada seorang ulama yang berusaha dan berupaya melobi penguasa agar memaafkan dan tidak menghukum mati orang itu. Akhirnya terjadilah kesepakatan bahwa hukuman mati dibatalkan dan diganti dengan hukuman cambuk. Tentu ulama ini sangat senang karena usahanya orang yang bersalah ini bisa diselamatkan.

Tapi penguasa memberi syarat bahwa hukuman beberapa kali cambukan itu harus dilaksanakan di depan orang banyak dan yang melakukan cambukan haruslah ulama tadi. Pada saat pelaksanaan cambukan orang orang mencela, mencemooh bahkan ada yang menghina ulama tadi yang telah bekerjasama dengan penguasa untuk menzhalimi manusia dengan hukuman cambuk tersebut.

Andaikata orang orang tahu fakta dan jalan cerita yang sesungguhnya tentu mereka akan sangat berterima kasih dan mendoakan kebaikan bagi ulama itu, bukan mencela dan menghinanya. Nah, ini juga termasuk kekeliruan dalam berkomentar.

Tak diragukan bahwa berkomentar untuk sesuatu yang tak jelas atau tak diketahui adalah berprasangka. Dan biasanya cenderung kepada  prasangka buruk. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang orang orang yang beriman untuk berprasangka karena termasuk sebagian dari dosa. Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ

Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan) karena sebagian prasangka itu adalah dosa. (Q.S al Hujuraat 12)

Berkenaan dengan ayat ini  Imam Ibnu Katsir berkata : Allah melarang para hamba-hambanya yang beriman, dari perbuatan curiga, prasangka dan dugaan, apakah itu kepada keluarganya, kerabat atau manusia pada umumnya jika tidak pada tempatnya.  Sebab pada sebagian prasangka dan curiga itu terdapat dosa, maka jauhilah perbuatan banyak curiga sebagai pencegah dari dosa.

Selanjutnya, Imam Ibnu Katsir berkata : Seorang muslim adalah orang yang selalu memberi udzur kepada orang lain sehingga batinnya selamat. Sedangkan orang munafik adalah orang yang selalu mencari-cari kesalahan dan aib orang lain karena bathinnya buruk. (Tafsir Ibnu Katsir)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا

Berhati-hatilah kalian dari (perbuatan) berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Amirul Mukminin Umar bin Khaththab berkata : Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik.

Ketahuilah bahwa semua komentar yang kita ucapkan dan kita tulis antara lain di medsos PASTI AKAN TERCATAT DENGAN LENGKAP DAN SANGAT AKURAT di sisi Allah Ta’ala. Allah Ta'ala berfirman :

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

(Ingatlah) ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya) yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat). Q.S Qaaf 17-18. 

Oleh karena itu orang orang beriman haruslah senantiasa menjaga diri agar tidak suka  berkomentar terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya. Diam lebih selamat.  Berikan saja  kesempatan berkomentar kepada orang orang yang memang mengetahui keadaan suatu perkara.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.567)   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar