Minggu, 03 November 2019

KECURANGAN PENJUAL BISA MENJADI TABUNGAN AKHIRAT BAGI PEMBELI


KECURANGAN PENJUAL BISA MENJADI TABUNGAN AKHIRAT
BAGI PEMBELI

Oleh : Azwir B. Chaniago

Membeli barang atau jasa yang diperlukan adalah menjadi salah satu kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini terjadi interaksi yaitu kegiatan yang terus berlangsung antara pembeli dan penjual.

Ketahuilah bahwa setiap orang, termasuk pedagang dituntut untuk  seharusnya berlaku jujur dalam berbagai situasi dan keadaan. Khusus untuk pedagang yang jujur Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam telah MEMBERI BERITA GEMBIRA bagi mereka, sebagaimana sabda beliau :

التاجر الصدوق الأمين مع النبيين والصديقين والشهداء
Pedagang yang jujur dan terpercaya akan dibangkitkan bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan para syuhada (H.R at Tirmidzi, Hadits hasan).
Nah, dalam menjalankan usahanya tentu saja para pedagang  berharap mendapatkan keuntungan dari apa yang dijualnya. Cuma saja ada sebagian diantaranya yang ingin bahkan tak sabaran untuk mendapatkan keuntungan besar. Akibatnya adalah ADA BEBERAPA DIANTARA PENJUAL  yang berani melakukan perbuatan tercela berupa tipuan ataupun kecurangan terhadap pembeli. 

Kecurangan ini berkisar antara mengurangi takaran dan timbangan, menjual barang kualitas 2 sebagai barang kualitas 1, menyembunyikan cacat barang, iklan yang berlebih lebihan dalam memuji keadaan barang yang dijual sehingga pembeli tertipu dan yang lainnya. 

Lalu bagaimana sikap seorang pembeli  yang rugi karena dicurangi penjual. Dalam hal ini ada beberapa pilihan, diantaranya :

Pertama : Meminta ganti rugi ataupun minta dibatalkan jual beli.

Tetapi ini memang tak mudah. Sebagian penjual yang curang ini memberikan berbagai alasan  bahkan dengan alasan yang diada adakan. Jadi jangan banyak berharap dalam hal ini.

Kedua : Memaafkan.

Ketika pembeli dicurangi maka dia punya pilihan untuk memaafkan. Apalagi jika jumlah kerugian yang dideritanya tidak signifikan. Dalam hal ini dia akan mendapatkan kebaikan dari sikap pemaafnya. Sungguh sangatlah banyak keutamaan dan kebaikan yang akan diperoleh orang orang yang suka berlapang dada dan memaafkan. Diantaranya adalah AKAN MENDAPAT KEMULIAAN. Dari Abu Hurairah dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

Sedekah tidaklah mengurangi harta. TIDAKLAH ALLAH MENAMBAHKAN KEPADA SEORANG HAMBA SIFAT PEMAAF MELAINKAN AKAN SEMAKIN MEMULIAKAN DIRINYA. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah, melainkan Allah akan meninggikannya. (H.R Imam Muslim).

Bahkan Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam menjanjikan rumah di surga bagi tiga golongan dan satu diantaranya adalah bagi ORANG YANG MEMAAFKAN seseorang yang berbuat buruk kepadanya yaitu sebagaimana sabda beliau : 

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُشْرَفَ لَهُ الْبُنْيَانُ ، وَتُرْفَعَ لَهُ الدَّرَجَاتُ فَلْيَعْفُ عَمَّنْ ظَلَمَهُ ، وَلْيُعْطِ مَنْ حَرَمَهُ ، وَلْيَصِلْ مَنْ قَطَعَهُ

Barangsiapa yang ingin dibangunkan baginya bangunan (rumah) di surga, hendaknya ia MEMAAFKAN ORANG YANG MENDZALIMINYA, memberi orang yang bakhil padanya dan menyambung silaturahmi kepada orang yang memutuskannya.  (H.R ath Thabrani).

Ketiga : Tidak dimaafkan tapi ditagih di akhirat.

Memaafkan orang yang  menzhalimi kita adalah sangat dianjurkan, tetapi bukan wajib apalagi kezhaliman atau kelakukan buruknya sudah keterlaluan. Nah, ketika pembeli tidak memaafkan kezhaliman pedagang yang mencuranginya maka ini menjadi tabungannya yaitu pembeli ini TETAP BISA MENUNTUT HAKNYA di akhirat kelak. Akibatnya bisa membuat pedagang yang curang menjadi manusia yang bangkrut di akhirat.

Perkara ini telah diingatkan Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam dalam sabda beliau  :

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ ِلأَخِيْهِ ؛ فَلْيَتَحَلَّلْ مِنْهَا ؛ فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِيْنَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُأْخَذَ ِلأَخِيْهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ ، فَإِنْ لَـمْ يَكُنْ لَهُ  حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيْهِ ، فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ

Barang siapa yang memiliki kezhaliman terhadap saudaranya maka hendaklah dia meminta kehalalan (maaf) kepadanya, karena kelak di akhirat tidak ada lagi dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diambil untuk saudaranya (yang dia zhalimi), bila tidak memiliki kebaikan maka keburukan saudaranya (yang dia zhalimi) akan diberikan kepadanya (H.R Imam Bukhari, Imam Ahmad dan Ibnu Hibban).

Hal ini juga sejalan dengan makna hadits tentang orang yang muflis  yaitu tentang orang yang bangkrut di akhirat kelak. Pada hari akhirat kelak akan ada manusia yang datang dengan membawa   pahala amalnya.

Tetapi akhirnya habis karena harus dipindahkan kepada orang orang yang menuntutnya yaitu orang orang yang pernah dicurangi atau dizhaliminya di dunia. Bahkan setelah pahala amalnya habis maka dosa orang yang dizhalimi dipindahkan kepadanya. Na’udzubillahi min dzalik.

Dari Abu Hurairah,  bahwasanya Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bertanya kepada para sahabat : "Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu ?." Para sahabat menjawab : Menurut kami, orang yang bangkut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.

Rasulullah  bersabda : "Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka." (H.R Imam Muslim).

Oleh karena itu pembeli yang dicurangi atau ditipu penjual janganlah merasa terlalu gusar. Bagaimanapun jika sesuatu menjadi haknya tetap tak akan hilang. Kalaupun tak mendapat gantinya di dunia maka ini akan MENJADI TABUNGAN PAHALA DI AKHIRAT KELAK. Jadi, bersabarlah tak perlu banyak menggerutu apalagi mencela.

Namun demikian, memaafkan kesalahan atau kezhaliman manusia di dunia tentu termasuk sikap yang dianjurkan. SEMOGA TULISAN INI JUGA BERMANFAAT BAGI PENJUAL BARANG DAN JASA.
Wallahu A’lam. (1.796).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar