Minggu, 04 Januari 2015

TINGKATAN MENGINGKARI KEMUNGKARAN



TINGKATAN DALAM MENGINGKARI KEMUNGKARAN

Oleh : Azwir B. Chaniago

Salah satu kewajiban yang tidak boleh diabaikan oleh seorang muslim adalah mengingkari dan mencegah kemungkaran. Mengingkari atau mencegah kemungkaran ini wajib dilakukan sesuai dengan kadar kemampuan seorang hamba. 

Rasulullah salalahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Man ra-aa minkum munkaran falyughaiyirhu biyadihi, fain lam yastathi’ fa bilisaanihi, fain lam yatathi’ fa biqalbihi, wa dzaalika adh’aful iimaan” Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran, hendaklah dia mencegah dengan tangannya. Jika tidak mampu hendaklah mencegahnya dengan lisannya. Jika tidak mampu juga hendaklah dia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah lemah iman. (H.R Imam Muslim)     
Dalam hadits ini tampak kewajiban untuk mengingkari kemungkaran bagi setiap muslim dengan tingkatan tingkatannya.

Pertama : Mencegah dengan tangan.
Mencegah dengan tangan adalah tingkatan tertinggi dalam mengingkari dan mencegah kemungkaran. Tapi ini hanya berlaku bagi penguasa atau yang berwenang ataupun yang ditunjuk mewakilinya. Diantara contohnya adalah memerintahkan membuang khamer, memusnahkan ladang ladang ganja, menutup tempat tempat maksiat dan yang lainnya.

Ibnu Taimiyah, dalam Mukhtasar Fatawa, menyebutkan bahwa : Tidaklah boleh setiap orang untuk menghilangkan kemungkaran dengan apa apa yang lebih mungkar darinya. Seorang yang ingin memotong tangan pencuri, mendera peminum khamer dan menegakkan had-had. Ini selayaknya dicukupkan didalamnya atas Waliyul Amr.

Kedua : Mencegah dengan lisan.
Seseorang yang melihat kemungkaran lalu dia tidak berwenang mengingkari dengan tangannya, maka adalah menjadi kewajiban baginya untuk mengingkari dengan lisannya jika dia mampu.
    
Lalu jika ada sementara orang yang melakukan kemungkaran karena kebodohan atau tidak ada pengetahuan mereka terhadap batasan kemungkaran maka ini termasuk wilayah yang perlu diingkari dengan lisan. Bisa dengan nasehat, arahan, peringatan dan yang sejenisnya. Ini dapat dilakukan oleh para ulama atau orang orang yang berilmu. Jadi tidak boleh sembarang orang bisa melakukannya karena dikhawatirkan akan mendatangkan kemungkaran lain yang sama buruknya atau bahkan lebih buruk.
Mengingkari atau mencegah dengan lisan ini bisa dilakukan menurut tahapan yang sesuai dengan keadaannya. Tahap awal bisa dilakukan dengan nasehat yang lemah lembut, lalu dengan nasehat yang menakut nakuti dan berikutnya bisa pula dengan ucapan yang agak keras.
Ketiga : Mengingkari dengan hati.
Seseorang yang melihat kemungkaran tetapi tidak mampu melakukan pengingkaran dengan tangan karena tidak punya kekuasaan. Tidak mampu pula mencegah dengan lisannya karena tidak berilmu maka kewajibannya untuk mengingkari suatu kemungkaran tidaklah menjadi gugur. Dia masih punya kewajiban untuk mengingkari dengan hatinya. Seharusnya dia tetap membenci kemungkaran tersebut dengan hatinya, meskipun dalam hal ini Rasulullah menyebutkan sebagai adh’aful iimaan, selemah lemah iman.
Semoga Allah Ta’ala memberi kekuatan kepada kita untuk mengingkari setiap kemungkaran sesuai kemampuan yang kita miliki.
Allahu a’lam. (173)












    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar