Sabtu, 06 September 2014

TIGA TEMPAT SABAR



TIGA TEMPAT SABAR

Oleh : Azwir B. Chaniago.

Muqaddimah.
Seorang hamba selalu butuh kesabaran dalam setiap kondisi. Sebab ia selalu berada dalam perintah yang wajib dilaksanakan dan larangan yang wajib ditinggalkan. Berada di atas takdir Allah serta kenikmatan yang wajib dia syukuri. Apabila semua perkara ini tidak bisa lepas dari dirinya maka kesabaran harus senantiasa ada (dalam diri seseorang) sampai matinya. (Tazkiyatun Nufus, Syaikh Ahmad Farid Kairo).

Makna sabar.
Imam Ibnul Qayyim dalam Kitab Madaarijus Saalikin atara lain menjelaskan bahwa secara bahasa sabar bermakna menahan atau mencegah. Selanjutnya beliau  menjelaskan bahwa secara istilah sabar bermakna  :

      1. Menahan diri dari berputus asa.
      2. Meredam amarah jiwa.
      3. Mencegah lisan dari mengeluh.
      4. Mencegah anggota badan untuk melakukan kemungkaran.

Sabar berada pada tiga tempat.
Para ulama menjelaskan bahwa sabar haruslah ada pada tiga tempat yaitu :

Pertama :  Sabar dalam menjalankan ketaatan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya  yaitu dengan senantiasa menjaga ketaatan. Ini  tentu membutuhkan keikhlasan dan kesabaran.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : Washbir nafsaka ma’aladzi yad’uuna rabbahum bil ghadawaati  wal’asyiiyi yuriiduuna wajhahu…. Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-nya di pagi  dan senja hari dengan  mengharap  wajah-Nya. (Q.S al Kahfi 28)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahulah berkata :  Sabar dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah lebih utama dan sempurna daripada menjauhi  yang diharamkan-Nya karena kemashlahatan mengerjakan ketaatan lebih disukai Allah daripada kemashlahatan  menjauhi maksiat. 
 
Kedua : Sabar dalam menjauhi larangan.
Untuk menjauhi larangan Allah dibutuhkan kesabaran. Apalagi saat ini begitu banyaknya godaan. Pintu-pintu maksiat yang dilarang Allah terbuka dimana-mana. Bahkan setiap saat dengan mudah bisa masuk ke rumah kita bahkan ke kamar tidur kita
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah berkata : Sabar dalam menjauhi yang diharamkan Allah, yaitu seorang hamba hendaklah menahan diri dari yang Allah haramkan. Karena jiwa ini senantiasa memerintahkan kepada keburukan.

Ketiga : Sabar dalam menerima takdir.
Allah mentakdirkan bagi seorang hamba dua ketetapan yaitu :

1. Ketetapan Allah yang sesuai dengan keinginan manusia. Diantaranya adalah berupa keselamatan, harta yang banyak, jabatan dan pangkat serta berbagai kelezatan dunia.  Seorang hamba jangan sampai tertipu dengan keadaan ini  bersabarlah menghadapinya. Jangan lalai dan haruslah senantiasa bersabar memenuhi hak-hak Allah terhadap harta dan dirinya.

Rasulullah bersabda : “Fawallahi lalfaqra akhsya ‘alaikum walakin akhsya ‘alaikum an tubsatha ‘alaikum dun-yaa kamaa busithat ‘ala man kaana qablakum fatanaa fasuuhaa kamaa tanaafasuhaa watuhlikukum kamaa ahlakat-hum”. Maka demi Allah bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan dari kalian. Akan tetapi aku khawatir apabila dunia telah dibentangkan bagi kalian, sebagaimana telah dibentangkan kepada umat-umat sebelum kalian. Mereka berlomba-lomba sebagaimana kalian juga berlomba-lomba mengejarnya, yang menyebabkan kalian binasa sebagaimana mereka binasa.  (H.R  Imam at Tirmidzi dengan sanad hasan).
Hendaklah kita bersabar dengan ketetapan Allah berupa kenikmatan  yaitu sabar yang  diikuti rasa syukur.

2. Ketetapan Allah  berupa cobaan, musibah atau sesuatu yang tidak dikehendaki. Ini adalah sunatullah yang  akan selalu ada pada kehidupan seorang hamba.
Sungguh musibah dan cobaan yang menimpa manusia adalah ketetapan Allah yang tidak bisa ditolak. Bersabar dan terimalah ketetapan ini dengan hati lapang  agar derita musibah tidak bertambah berat.

Allah Ta’ala dalam banyak ayat al Qur’an telah mengingatkan kita tentang ujian dan cobaan yang pasti akan menimpa setiap manusia.

Allah Ta’ala berfirman : “… Liyabluakum ayyukum ahsanuamalaa …Supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya… (Q.S al Mulk 2).
Allah Ta’ala berfirman : “Ahasibanaasu aiyutrakuu aiyaquuluu amannaa wahum laa yuftanuun”. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan ; Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi. (Q.S al Ankabut 2).
Allah Ta’ala berfirman : “Maa ashaaba min mushibatin illa bi-iznillah” Tidak ada sesuatu musibahpun menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah (Q.S ath Thaghabun 11).

Rasulullah bersabda : “Matsalul mu’minin kamatsalil zau’i, laa tazaalur riyaahu tufii-uhu walaa yazaalul mu’minu yushibuhu balaa’. “ Permisalan seorang mukmin seperti tanaman, angin akan senantiasa menerpanya. Seorang mukmin itu akan selalu ditimpa cobaan. (H.R  Imam Muslim dan Imam Tirmidzi).

Semoga Allah Ta’ala selalu memberikan kita kesabaran dalam menjalani ketaatan, dalam menjauhi larangan  dan  sabar  dalam menerima ketetapan atau takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Wallahu A'lam (054)
 





2 komentar:

  1. Assalamualaikum.. Mohon maaf, untuk penggalan kata latin di bacaan
    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : Washbir nafsaka ma’aladzi yad’uuna rabbahum bil ghadawaati wal’asyiiyi yuriiduuna wajhahu…
    Yg benar bil ghadawaati atau bil ghadaati, atau malah ga ada perbedaan arti? Maaf, saya butuh penjelasan biar ngga salah dalam membaca qur'an.

    BalasHapus
  2. Assalamualaikum.. Mohon maaf, untuk penggalan kata latin di bacaan
    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : Washbir nafsaka ma’aladzi yad’uuna rabbahum bil ghadawaati wal’asyiiyi yuriiduuna wajhahu…
    Yg benar bil ghadawaati atau bil ghadaati, atau malah ga ada perbedaan arti? Maaf, saya butuh penjelasan biar ngga salah dalam membaca qur'an.

    BalasHapus