Selasa, 04 Oktober 2022

SIFAT TOLERANSI BERAGAMA DALAM ISLAM

 

SIFAT TOLERANSI BERAGAMA DALAM ISLAM

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Salah satu makna toleransi dalam KBBI  disebutkan bahwa toleransi adalah ajektif atau kata sifat yaitu  bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.

Jadi hakikat toleransi adalah terutama sekali merujuk pada sikap saling menghargai satu sama lain. Dan memang sikap toleransi sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya di negeri kita dengan ragam budaya dan perbedaan agama serta kepercayaan.

Sungguh Islam yang mulia ini memiliki sifat toleransi dalam beragama. Ketahuilah dalam Islam sifat toleransi  tampak dengan jelas ketika Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam berhijrah ke Madinah.  Tatkala Rasulullah berhijrah dari Makkah ke Yatsrib (Madinah) maka penduduk Madinah banyak sekali yang masuk Islam dengan sukarela.

Sementara itu orang orang Yahudi Madinah hampir tidak ada yang  mau memeluk Islam terutama karena kedengkian mereka meskipun mereka mengetahui kebenaran Islam dan kebenaran Nabi yang diutus. Namun demikian Nabi Salallahu 'alaihi Wasallam tidak memaksa mereka untuk masuk Islam. Nabi dan orang Islam hidup berdampingan dengan orang orang Yahudi Madinah secara luwes dan tenggang rasa. 

Bahkan Nabi membuat perjanjian (damai) dengan mereka yang disebut dengan Piagam Madinah,  diantara isi perjanjian itu  adalah :

(1) Orang orang Yahudi Bani Auf adalah satu umat dengan orang mukmin. Bagi orang orang Yahudi agama mereka dan bagi kaum Muslimin agama mereka, termasuk pengikut pengikut mereka dan diri mereka sendiri. Hal ini juga berlaku bagi orang orang yahudi selain Bani Auf.

(2) Mereka harus saling nasehat menasehati, saling berbuat baik dan tidak boleh berbuat keburukan.

(3) Siapapun tidak boleh berbuat jahat terhadap orang yang sudah terikat dengan perjanjian ini.

(4) Mereka harus tolong menolong dalam menghadapi orang orang yang hendak menyerang Yatsrib. (Lihat Kitab ar Rahiq al  Makhtum, Syaikh Shafiyurrahman al Mubarakfuri).

Diantara prinsip utama TOLERANSI DALAM ISLAM  adalah tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam.  Memaksa  kelompok atau orang orang  yang berada dibawah kekuasaan  ataupun tawanan Islam tidaklah diperkenankan apalagi orang atau kelompok selainnya. Allah Ta’ala berfirman :

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ 

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. (Q.S al Baqarah 256).

Imam Ibnu Katsir   menukil perkataan Ibnu Abbas meriwayatkan tentang seorang sahabat Anshar dari Bani Salim bin ‘Auf yang memiliki dua orang anak laki laki. Kedua anaknya ini beragama Nasrani. Lalu sahabat Anshar ini datang kepada Rasulullah bertanya : Ya Rasulullah, bolehkah aku memaksa kedua anakku (untuk masuk Islam) karena mereka beragama Nasrani.

Lalu turun ayat 256 dari surat al Baqarah. Allah berfirman “Tidak ada paksaan untuk (masuk) agama (Islam).  Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang  sesat.”. (Tafsir Ibnu Katsir).

Tentang ayat yang mulia ini  pula, Syaikh Abdurrahman as Sa’di, dalam Kitab Tafsir Karimur Rahman menjelaskan : Ayat ini menerangkan tentang kesempurnaan ajaran Islam. Dan bahwasanya karena kesempurnaan bukti buktinya, kejelasan ayat ayat dan keadaannya merupakan ajaran akal dan ilmu, ajaran fitrah dan hikmah, ajaran kebaikan dan perbaikan, ajaran kebenaran dan jalan yang lurus, maka karena kesempurnaannya dan penerimaan fitrah terhadapnya, maka (untuk masuk) Islam tidak perlu pemaksaan

Syaikh as Sa’di lebih lanjut menjelaskan bahwa : Pemaksaan itu hanya terjadi pada suatu perkara yang dijauhi oleh hati, tidak memiliki hakikat dan kebenaran atau bukti bukti dan ayat ayatnya tidak ada. Jadi barang siapa yang telah mengetahui ajaran (Islam) ini dan dia menolaknya maka hal itu didasari oleh kedurhakaannya, karena (Allah Ta’ala telah berfirman) :  “sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat”. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).

Ketahuilah bahwa dakwah untuk memeluk agama Islam hanya  sekedar anjuran atau ajakan. Itupun harus dilakukan secara bijak. Allah Ta’ala berfirman :  

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ 

Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pengajaran yang baik. Dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. (Q.S an Nahl 125).

Ada banyak riwayat yang menunjukkan bahwa Islam tidak pernah memaksa orang lain untuk masuk Islam, diantaranya :

Pertama : 70 orang tawanan  dari perang Badr.

Dalam satu Riwayat disebutkan bahwa setelah perang usai, ada 70 orang pasukan kafir Quraisy dari Makkah ditawan oleh pasukan Islam dalam perang Badr (Riwayat Imam Bukhari). Semua tawanan itu digiring ke Madinah.

Namun demikian Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam  tidak memaksa mereka masuk Islam meskipun mereka tawanan dibawah kekuasaan kaum Muslimin. Nabi Salallahu 'alaihi Wasallam hanya memberikan pilihan kepada mereka apakah mereka akan masuk Islam atau membayar tebusan untuk kebebasannya. (Lihat Sunan Abu Dawud).

Kedua : Peristiwa Fathul Makkah.

Pada Ramadhan tahun ke 8 Hijriah Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam  dengan 10.000 pasukan kaum muslimin  memasuki kota Makkah tanpa perlawanan dari kafir Quraisy. Beliau masuk kota Makkah dengan  tetap menundukkan kepala sambil membaca firman Allah : 

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا

Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. (Q.S al Fath 1)

Lalu beliau mengumumkan kepada penduduk Makkah :“Siapa yang masuk masjid maka dia aman, siapa yang masuk rumah Abu Sufyan maka dia aman, siapa yang masuk rumahnya dan menutup pintunya maka dia aman.”

Beliau terus berjalan hingga sampai di Masjidil Haram. Dalam Riwayat al Baihaqi disebutkan bahwa  beliau bersabda :“Wahai orang Quraisy, apa yang kalian bayangankan tentang apa yang akan aku lakukan terhadap kalian ?” Merekapun menjawab : Yang baik-baik, sebagai saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia.

Beliau juga bersabda :“Aku sampaikan kepada kalian sebagaimana perkataan Yusuf kepada saudaranya: ‘Pada hari ini tidak ada cercaan atas kalian. Allah mengampuni kalian. Dia Maha Penyayang.’ Pergilah kalian !. Sesungguhnya kalian telah bebas.”

Meskipun telah menguasai kota Makkah dan penduduknya menyerah tapi Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam  dan pasukan Islam TIDAK MEMAKSA penduduk Makkah masuk Islam. Meskipun demikian sangatlah banyak orang yang  masuk Islam pada saat itu atas  kemauan sendiri dan  juga ada yang masih tetap dengan kemusyrikannya dengan agama nenek moyang mereka.

Ketiga : Kemenangan besar pasukan Islam dalam perang Yarmuk.

Dr. Utsman bin Muhammad al Khamis   antara lain menceritakan bahwa salah satu perang besar terjadi pada tahun 13 H yakni pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar ash Shiddiq yaitu perang Yarmuk. Perang ini adalah antara pasukan Islam melawan pasukan Romawi yang saat itu dikenal sebagai  pasukan terkuat dan terbesar di dunia. 

Dibawah komando Panglima perang yang terkenal yaitu Khalid bin Walid, dalam perang ini umat Islam mengalami kemenangan besar sehingga bisa menguasai kota Damsyiq atau Damaskus Syiria.   Di kota ini pasukan Islam mendapati sebuah gereja yang cukup besar yaitu gereja Yohanna.

Pada saat kaum muslimin membutuhkan masjid maka pasukan Islam minta kepada pengurus  gereja ini untuk membagi bangunan gereja menjadi dua bagian. Sebagian akan digunakan untuk masjid dan sebagian digunakan masih boleh digunakan untuk gereja. (Lihat Kitab Hibqah minat Taarrikh).

Jadi, meskipun pasukan Islam mendapat kemenangan dan berkuasa  namun tidak memaksa orang orang Nasrani masuk Islam dan tidak mengambil paksa  seluruh bangunan gereja untuk dijadikan masjid sebagai  tempat shalat kaum muslimin.

Dari riwayat ini diketahui  SECARA NYATA DAN JELAS bahwa Islam adalah agama yang SANGAT TOLERANSI TERHADAP PEMELUK AGAMA LAIN.   

Namun demikian PERLU DIPAHAMI TENTANG TOLERANSI YANG BENAR. JANGAN SAMPAI KEBABLASAN. Ketahuilah bahwa toleransi terhadap penganut agama lain hanyalah sebatas muamalah dalam arti sempit saja. Diantaranya dalam bergaul secara umum. Tetapi yang berkaitan dengan aqidah dan ibadah TAK ADA SEDIKITPUN RUANG UNTUK TOLERANSI.

Sungguh keliru berat apa yang dilakukan sebagian saudara kita yang atas nama toleransi lalu ikut ikut merayakan atau memberikan ucapan selamat pada hari perayaan perayaan agama lain. Ada pula yang  memenuhi undangan ketempat ibadah mereka dan ikut pula berdoa bersama. Dan ini kenyataan di negeri kita bahkan  ada beberapa  orang berilmu  bergelar doktor, profesor yang membolehkan mengucapkan selamat atas perayaan agama lain.

Padahal dalam Islam, konsep toleransi sungguh sangat jelas bahwa dalam perkara aqidah dan ibadah tidak ada toleransi, karena aqidah dan ibadah adalah sesuatu yang mutlak dan tidak ada celah untuk dikompromi.

Insya Alla ada manfaat bagi kita semua. Wallahu A'lam. (2.762).

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar