Kamis, 02 Juni 2016

MEMAAFKAN MANUSIA MENDATANGKAN AMPUNAN ALLAH



MEMAAFKAN MANUSIA MENDATANGKAN AMPUNAN ALLAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Memaafkan maknanya  adalah : Engkau mempunyai hak untuk membalas terhadap orang lain yang menzhalimi dirimu tetapi engkau melepaskan (hakmu itu), tidak menuntut qishash atau denda kepadanya (Minhajul Qashidin, Imam Ibnu Qudamah). 

Imam Raghib Ashbahani berkata : Suka memaafkan adalah bagian dari sikap santun. Orang yang santun adalah ketika dizhalimi dia bersikap santun dan ketika dia mampu membalasnya dia malah memaafkan.

Orang bijak berkata : Implementasi dari memaafkan itu adalah engkau senantiasa, terus menerus mengosongkan hatimu dari semua kesalahan orang lain kepadamu. Ini sebenarnya mudah dilakukan jika engkau menyadari  dan juga sangat mengharapkan maaf  dari orang lain atas kesalahanmu kepada mereka.

Sungguh memaafkan adalah salah satu sikap terpuji dan sangat dianjurkan dalam Islam. Ketahuilah bahwa puncak keutamaan dari sikap suka memaafkan manusia adalah memperoleh ampunan Allah.

Allah berfirman : “Wal ya’fuu wal yashfahuu, alaa tuhibbuuna an yaghfirallaahu lakum wallaahu ghafuurur rahiim. Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak menginginkan Allah mengampunimu dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang (Q.S an Nuur 22). 

Dalam kitab Tafsir al Mulyasar, tahqiq Syaikh Bakar Abu Zaid antara lain dijelaskan bahwa : Ayat ini turun berkenaan dengan sumpah Abu Bakar ash Shiddiq bahwa dia tidak akan memberi apa apa lagi (tidak akan membantu lagi) kepada kerabatnya (diantaranya adalah Misthah bin Utsasah) ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan dan menyebarkan berita bohong tentang fitnah yang keji yang ditujukan kepada Aisyah putri beliau. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu,  menyuruh memaafkan dan berlapang dada terhadap mereka. 

Syaikh as Sa’di  menjelaskan : Ketika Abu Bakar mendengar ayat ini, Abu Bakar berkata : Ya demi Allah, sungguh aku benar benar senang bila Allah mengampuni diriku. Selanjutnya Abu Bakar kembali memberikan nafkah kepada Misthah bin Utsasah (Lihat Tafsir Karimur Rahman). Oleh karena itu jika setiap saat kita mengharapkan ampunan Allah maka  seharusnya kita juga senantiasa memaafkan orang lain. Sungguh kita sangat senang dengan ampunan Allah dan tentu sepantasnya pula kita melazimkan sikap suka memaafkan.

Tapi satu hal yang kiranya perlu kita pahami adalah bahwa bersabar dan menjadi pemaaf tidaklah sesuatu yang mudah. Sungguh berat di hati. Betapa tidak karena seseorang yang dizhalimi orang lain, kecenderungannya adalah membalas kalau perlu dengan balasan yang lebih.

Apalagi jika yang dizhalimi punya kemampuan untuk membalas. Biasanya yang dikedepankan adalah bagaimana bisa membalas bukan bagaimana memaafkan. Tapi bagi orang orang yang Allah beri petunjuk tentu tidaklah merupakan suatu yang sulit  untuk memaafkan orang lain yang telah berbuat buruk kepadanya. 

Kenapa ?,  karena dia juga setiap saat memohon dan mengharapkan ampunan Allah atas dosa dosanya. Tentu tidaklah tepat jika seseorang yang selalu memohon diampuni Allah dosa dosanya lalu tidak suka memaafkan kesalahan orang lain kepadanya. 

Oleh karena itu mari kita pelihara sikap suka memaafkan  dan kita bermohon agar dosa dosa kita diampuni Allah Ta’ala. Wallahu A’lam. (689)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar