Kamis, 23 Juni 2016

LARANGAN KERAS BERDUSTA DENGAN HADITS PALSU



LARANGAN KERAS BERDUSTA DENGAN HADITS PALSU 

Oleh : Azwir B. Chaniago

Salah satu dosa besar adalah perbuatan dusta. Kafaratnya adalah dengan bertaubat secara sungguh sungguh atau dalam istilah syariat disebut taubat nashuha. Ketahuilah bahwa jika  berdusta atas nama Nabi shallallahualaihi wa sallam tentu lebih besar lagi dosanya,  bahkan bisa menjatuhkan seseorang kepada kekufuran.

Cuma sangatlah disayangkan bahwa saat ini di media sosial sering ditemukan atau beredar hadits hadits palsu ataupun hadits yang tidak ada asal usulnya. Tidaklah diragukan bahwa ini  termasuk kepada perbuatan dusta atas nama Rasulullah Salallahu ‘alahi Wasallam.

Salah satu contoh dari ribuan hadits dha’if (lemah), dha’if jiddan (lemah sekali) dan maudhu’ (palsu) adalah :  Uthlubul ‘ilma walau bishshiin” Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri Cina. Kalimat ini dikatakan sebagai hadits bahkan sangat masyhur. 

Ketahuilah bahwa dalam periwayatan hadits ini ada perawi yang bernama Abu Atikah Tharif bin Sulaiman, yang oleh para ahli hadits disepakati  kelemahannya bahkan sebagian ahli hadits mensifati perawi ini  sebagai pemalsu hadits. Diantara ulama ahli hadits yang menjelaskan kedudukan hadits ini adalah :

(1) Imam Bukhari dan Abu Hatim ar Raazi mengatakan bahwa riwayatnya sangat lemah.(2) Imam Sulaimani mengatakan bahwa perawi ini dikenal sebagai pemalsu hadits. (3) Ibnu Hibban berkata, haditsnya sangat mungkar karena kelemahannya fatal. (4) Syaikh al Albani mengatakan hadits ini palsu dan  bathil.

Mungkin saja seseorang yang menyebutkan sebuah hadits palsu di media sosial ataupun di media lainnya berkilah bahwa dia tidak tahu bahwa itu adalah hadits palsu karena dia hanya mengutip atau mengcopy saja dari tulisan orang lain. Sekiranya tidak tahu kedudukan suatu hadits maka seseorang haruslah mencari tahu dulu sebelum menyampaikannya kepada orang lain apalagi di media sosial yang jangkauannya sangat luas.   Bahayanya bisa jadi kemana mana.

Seorang hamba mestinya sangatlah takut untuk menyampaikan sesuatu yang dia sendiri tidak mengetahui dengan jelas. Sungguh  Allah Ta’ala telah mengingatkan dalam  firman-Nya : “Wa laa taqfu maa laisa laka bihii ‘ilmun, innas sam’a wal bashara wal fu-aada kullu ulaa-ika kaanaa ‘anhu mas-uulaa”. Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya.  (Q.S al Isra’ 36).

Tentang ayat ini Syaikh as Sa’di berkata : Maksudnya, janganlah kamu mengikuti apa yang tidak kamu ketahui. Telitilah setiap apa yang hendak kamu katakan dan kerjakan. Janganlah pernah sekali kali menyangka bahwa semua akan pergi tanpa memberi manfaat bagimu dan (bahkan) mencelakakanmu. Sudah sepantasnya seorang hamba  mengetahui bahwa dia akan diminta pertanggung jawab tentang segala yang telah dia katakan dan dia perbuat serta (cara) pemanfaatan anggota badan yang telah Allah ciptakan untuk beribadah kepada-Nya. (Kitab Tafsir Taisir Karimir Rahman). 

Imam Adz Dzahabi dalam kitab beliau al Kabair (Kitab mengenai dosa-dosa besar) berkata : Berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu bentuk kekufuran yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Tidak ragu lagi bahwa siapa saja yang sengaja berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal berarti ia melakukan kekufuran. 

Diantara dalil yang dibawakan oleh Imam Adz Dzahabi tentang larangan dan ancaman berdusta atas nama Nabi adalah :

Pertama : Dari al Mughirah, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Inna kadziban ‘alaiya laisa ka-kadzibin ‘ala ahadin, man kadzaba ‘alaiya muta’midan fal yatabauwa maq’adahu minan naar”Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka. (H.R. Imam Bukhari  dan Imam Muslim).

Kedua : Nabi shallallahualaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa berdusta atas namaku, maka akan dibangunkan baginya rumah di (neraka) Jahannam.” (H.R at Thabrani dalam Mu’jam al Kabir)

Ketiga : Dari ‘Ali bin Abi Thalib, Nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda : “Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadits yang ia menduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta (karena meriwayatkannya).” (H.R. Muslim dalam muqaddimah kitab shahihnya pada Bab  : Wajibnya meriwayatkan dari orang yang tsiqah  yaitu terpercaya. Hadits ini  juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah).

Setelah membawakan hadits-hadits di atas, Imam Adz Dzahabi berkata : Dengan ini menjadi jelas dan teranglah bahwa meriwayatkan hadits maudhu’ yakni dari perawi pendusta, tidaklah dibolehkan.” (Lihat Kitab al Kabair, dengan diringkas).

Kita memohon kepada Allah Ta’ala agar diberi petunjuk untuk tidak menyampaikan hadits hadits maudhu’ sehingga terancam dengan predikat berdusta atas nama Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam.

Insya Allah ada manfaatnya untuk kita semua. Wallahu A’lam. (703)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar