Rabu, 09 Maret 2022

HUKUM ASAL SHALAT ADALAH DENGAN BERDIRI

 

HUKUM ASAL SHALAT ADALAH DENGAN BERDIRI

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh, dalam syariat Islam, shalat adalah rukun kedua setelah syahadatain. Haram hukumnya melalaikan dan mengabaikan shalat.  Ketahuilah bahwa shalat adalah amal yang pertama kali akan dihisab di akhirat kelak. Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :

 قاَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ ، قَالَ الرَّبُ – عَزَّ وَجَلَّ – : اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ، فَيُكَمَّلُ مِنْهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ تَكُونُ سَائِرُ أعْمَالِهِ عَلَى هَذَا.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi.

Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah ‘Azza wa Jalla  berfirman : Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah. Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya. (H.R at Tirmidzi dan an Nasa’i,  dishahihlan oleh al Hafizh Abu Thahir).

Ketahuilah bahwa hukum asal dalam MELAKSANAKAN SHALAT ADALAH DENGAN BERDIRI. Allah Ta’ala berfirman :

حَٰفِظُوا۟ عَلَى ٱلصَّلَوَٰتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلْوُسْطَىٰ وَقُومُوا۟ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ

Peliharalah semua shalat dan shalat wustha. Dan laksanakanlah (shalat) karena Allah dengan BERDIRI KHUSYU’ (Q.S al Baqarah 238).

Begitu pentingnya shalat dengan berdiri maka shalat di atas kapal pun diperintahkan Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam dengan berdiri kecuali jika  ada yang dikhawatirkan. Beliau bersabda :

فِيْهَا قَاءِيمَا ، إِلّا أَنْ تَخَافَ الْغَرَقَ صَلِّ

Shalatlah di kapal dengan berdiri, kecuali kamu takut tenggelam. (H.R al Bazaar, Daruquthni dan Abdul Ghani al Maqdisi).   

 

Selain itu, ketika ada udzur atau bahaya seperti dalam perang boleh shalat sambil berjalan atau berkendaraan juga disebutkan dalam firman Allah Ta’ala :

فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا ۖ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Q.S al Baqarah 239).

Selain itu pula, ketika ada udzur boleh shalat dengan posisi duduk  bahkan berbaring. Itu adalah : (1) Termasuk salah satu kemudahan dalam menunaikan syariat Islam. (2) Sebagai isyarat penting bahwa seorang hamba tak boleh meninggalkan shalat selagi ada akalnya meskipun tak mampu  berdiri tersebab sakit dan yang lainnya.  

Dalilnya adalah dari Imran bin Hushain, seorang sahabat ketika sakit, dia berkata :

روى عمران ابن الحصين رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم قال " صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لم تستطع فعلي جنب

Imran bi Hushain meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi Wasallam  bersabda : Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu shalatlah dengan duduk, jika tidak mampu shalatlah dengan berbaring. (H.R Imam Bukhari)

Tetapi seutama utama atau hukum asal  shalat adalah dengan berdiri, karena ada udzur maka boleh sambil duduk atau berbaring. Imran bin Hushain juga pernah bertanya kepada  Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam, lalu beliau bersabda :

مَنْ صَلَّى قَائِمًا فَهُوَ أَفْضَلُ وَمَنْ صَلَّى قَاعِدًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَائِمِ وَمَنْ صَلَّى نَائِمًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَاعِدِ

Siapa yang shalat berdiri maka itulah yang paling utama, dan barang siapa yang shalat dengan duduk maka baginya setengah dari pahala berdiri, dan barang siapa shalat dengan berbaring maka baginya setengah dari pahala yang duduk. (H.R Imam Bukhari).

Imam al Khathabi berkata : Yang dimaksud dalam hadits ini adalah orang sakit yang melaksanakan SHALAT FARDHU, yaitu yang masih memungkinkan baginya untuk menahan sakitnya sehingga dapat berdiri meskipun dengan susah payah.

Jadi, dijadikannya pahala orang  yang duduk separuh dari pahala orang yang berdiri hanya dorongan bagi dirinya untuk melaksanakan shalat dengan berdiri meskipun dibolehkan melakukannya sambil duduk. (Fathul Bari).

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (2.563)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar