Selasa, 01 Desember 2020

TIDAK PERLU MEMBALAS CELAAN MANUSIA


TAK PERLU MEMBALAS CELAAN MANUSIA

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Ketika bergaul dengan orang banyak, ada  kemungkinan diantara mereka  mencela sesuatu yang ada pada diri seseorang. Sungguh suka mencela adalah PERBUATAN BURUK dan tak pantas dipelihara oleh orang orang beriman.

Imam adz Dzahabi dalam Kitab al Kabair menyebutkan bahwa mencela adalah termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam melarang perbuatan suka mencela. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

 لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ

Seorang Mukmin bukanlah orang yang BANYAK MENCELA, bukan orang yang banyak melaknat, bukan pula orang yang keji (buruk akhlaknya), dan bukan orang yang buruk omongannya. (H.R at Tirmidzi, Imam  Ahmad dan yang selainnya)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam berwasiat kepada  Abu Jurayyi Jabir bin Sulaim Radhiyallahu anhu :

لَا تَسُبَّنَّ أَحَدًا قَالَ فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ حُرًّا وَلَا عَبْدًا وَلَا بَعِيرًا وَلَا شَاةً

Janganlah engkau mencela seorangpun !. Abu Jurayyi berkata : Maka setelah itu aku tidak pernah mencela seorang yang merdeka, seorang budak, seekor onta, dan seekor kambing. (H.R Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Lalu bagaimana jika kita dicela ?. Dalam hal ini paling tidak ada dua sikap yang perlu dikedepankan :

Pertama : Jika celaan datang karena memang merupakan sesuatu yang pantas dicela pada diri seseorang dan si pencela menyampaikan celaannya untuk menyakiti hati  dan menjatuhkan yang dicela maka bersyukurlah kepada Allah Ta’ala.

Berlapang dadalah menerima celaannya. Bukankah dia telah mengingatkan untuk suatu kekurangan orang yang dicela tanpa biaya. Dan orang yang dicela bisa memperbaiki diri. Bukankah seseorang terkadang tak menyadari ada sesuatu yang perlu diperbaiki pada dirinya.

Kedua : Jika celaan datang  padahal sama sekali tidak benar apa yang dicelakan itu maka dia haruslah bersyukur kepada Allah Ta’ala  bahwa dia tidak memiliki keburukan seperti yang dicelakan itu. Tidak perlu membenci orang yang mencela itu, apalagi mencari cari aibnya untuk dilemparkan kepadanya.

Disebutkan dalam satu riwayat tentang Imam Yahya bin Ma'in (wafat tahun 233 H). Beliau adalah seorang ahli hadits. Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Abu Dawud pernah belajar hadits kepada beliau.

Pada satu kali beliau dihina dan dicela oleh tetangganya. Lalu beliau menangis dan membenarkan celaan itu dan berkata :  Dia benar.. siapalah aku.. aku tidak ada apa apanya. (Siyar an Nubala)

Jadi, ketika dicela,  beliau malah mengatakan si pencela itu benar, seolah olah beliau berkata aku pantas dicela dan dihina. Aku bukanlah siapa siapa. Padahal beliau sebenarnya adalah orang yang layak untuk mendapatkan pujian dan dimuliakan. Begitulah ketawadhu-an seorang ulama besar.

Oleh karena itu jika seorang hamba dicela tak perlu bersedih, tak perlu membalas celaan dengan celaan pula. Sungguh tak ada hamba hamba Allah akan terhina dengan celaan manusia sepanjang dia berbuat sesuatu yang benar.

Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (2.133)

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar